BAGIAN XVI

72 8 0
                                    

Embun-embun pagi yang segar kini mulai terhalau. Digantikan debu, polusi, dan asap yang bertebaran dimana-mana. Ya, Jakarta sudah kembali seperti semula. Dihiasi kemacetan, suara bising, dan polusi dimana-mana.

Orang-orang sudah mulai sibuk hilir mudik memulai rutinitas kegiatan mereka. Ada yang berangkat kerja, ada yang berjualan, melakukan kegiatan mereka sehari-hari. Begitu pula dengan Dante, ia bergegas melangkahkan kaki mendatangi tempat yang kemaren menjanjikannya pekerjaan. Dengan langkah pasti dan penuh kepercayaan diri, ia menghampiri tempat itu. Sebuah bangunan yang belum jadi yang terletak di dekat kantor pos.

Ia melihat sudah banyak pekerja disana, ia celingukan mencari-cari pria yang kemaren dijumpainya. Dan tiba-tiba ia melihatnya. Pria itu sedang mengaduk semen ia lihat. Maka, dengan langkah pasti, Dante menghampiri pria itu.

"Bang, masih ingat saya?" tanya Dante begitu sampai di dekat si pria. Pria itu menoleh dan sempat mengerutkan kening sekilas, seperti tengah mengingat-ingat.

"Oh, kau. Yang kemaren bukan?" akhirnya ia mengingatnya. Dante sumbringah, ia bersyukur karena pria itu tak melupakannya.

"Betul Bang," sahut Dante penuh semangat.

"Wajahmu kenapa babak belur begitu? Habis berantem?" tanya si pria pula dan mulai mengaduk semennya lagi.

"Eh, tidak Bang. Hanya jatuh saja," jawab Dante berbohong. Ia takut jika mengakui, orang-orang akan takut menerimanya bekerja karena menganggap dirinya berandalan. Padahal kenyataannya tidak begitu.

"Oh, jatuh," komentar si pria tanpa menghentikan pekerjaannya.

"Iya Bang. Ohya, bagaimana Bang? Apakah saya bisa gabung kerja disini?" tanya Dante lagi. Pria itu kemudian menghentikan pekerjaannya lagi dan menoleh sekilas pada Dante. Sejenak kemudian, ia celingukan seperti tengah mencari-cari seseorang. Dan matanya akhirnya terhenti di satu arah.

"Kau lihat pria yang sedang merokok itu?" ujarnya pada Dante sambil menunjuk pada satu arah. Dante mengikuti arah yang ditunjukkan dan melihat seorang pria berperut buncit sedang duduk dan merokok disana.

"Iya Bang," sahutnya.

"Kau temui dia, tanyakan padanya. Dia mandor disini. Bergegaslah," ujar pria itu lagi. Dante mengangguk pasti dan melangkah mendekati sang mandor. Meski merasa agak segan dan takut, karena melihat penampilan dan perawakan pria itu. Namun Dante tetap harus berani menghadapinya demi merubah hidupnya dan juga demi masa depannya bersama Yasmin.

"Selamat pagi Pak," sapa Dante pertama kali ketika sudah berdiri dihadapan sang mandor. Lelaki itu menoleh padanya dan terlihat heran. Wajar saja, karena ia tak mengenal Dante.

"Pagi," jawab lelaki itu. Dante menghela napas sejenak, sebelum meneruskan.

"Apakah saya bisa bergabung kerja disini?" tanyanya kemudian, penuh kehati-hatian. Lelaki itu terlihat mengernyitkan dahi dan tampak semakin bingung.

"Kau mau bekerja?" tanyanya.

"Iya Pak. Saya bisa melakukan apa saja, saya sudah biasa kerja berat," ujar Dante penuh semangat. Lelaki itu kemudian menghisap rokoknya dan menghembuskan asapnya ke udara. Ia terlihat tengah berpikir dan menimbang-nimbang.

"Begini, memang saat ini kita membutuhkan orang. Karena bangunan ini harus sudah rampung tiga bulan lagi. Jadi memang kita butuh tenaga tambahan. Tapi apakah kau sanggup bekerja seperti mereka?" ungkap sang mandor. Dante melihat para pekerja, mereka sangat sibuk. Ada yang mengaduk semen, ada yang memasang batu bata, dan lain sebagainya.

"Saya sanggup Pak," sahut Dante penuh semangat. Sang mandor kembali menghembuskan asap rokoknya. Ia melirik penampilan Dante sekilas dari ujung kaki hingga ujung kepala. Sepertinya pemuda ini memang sudah terbiasa bekerja berat, pikirnya. Itu terlihat jelas dari penampilannya.

Kunang-kunang Di Langit IbukotaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang