BAGIAN LVII

40 4 2
                                    

Langkah kaki Bayu begitu bersemangat menyusuri koridor rumah sakit. Ia sudah mendapat kabar dari ayah Yasmin yang mengatakan kalau Yasmin mau menerima perjodohan dan sekaligus menerima Bayu menjadi suaminya. Hal itu begitu menggembirakan, hingga membuat Bayu begitu bersemangat siang ini untuk mendatangi rumah sakit lagi.

Tak pernah hilang garis senyum di wajahnya sejak tadi. Bahkan hingga kini garis senyum itu makin jelas terlihat di wajahnya nan tampan. Ia melangkah dengan pasti, tak sabar ingin segera sampai di kamar Lasmini. Dan semakin mendekati ruangan itu, entah mengapa ia makin deg-degan. Entah apa yang membuatnya deg-degan, ia tak tahu. Apakah karena ia belum mendengar langsung dari mulut Yasmin sendiri? Entahlah. Yang jelas, makin dekat ia makin merasa degup jantungnya makin tak karuan.

Begitu tiba di depan pintu, ia mengintip sekilas. Ia melihat di dalam ruangan itu ada Yasmin dan juga ayahnya tengah berbincang-bincang dengan Lasmini sepertinya. Tanpa buang-buang waktu lagi, Bayu langsung membuka pintu dan melangkah masuk. Ia harus meminta permisi kepada orang-orang sesama penghuni rumah sakit agar bisa tiba di ranjang Lasmini.

"Assalamu'alaikum," serunya begitu tiba di dekat ranjang. Lasmini, Yasmin, dan juga sang ayah sama-sama terjingkat dan menoleh cepat kepada pemuda itu. Menyadari siapa yang datang, membuat Lasmini dan suaminya tersenyum sumbringah. Namun lain dengan Yasmin, ia juga tersenyum namun senyum yang nampak dipaksakan.

"Wa'alaikum salam, lha iki wong-e, baru datang," seru sang ayah pula menghampiri dan mengusap-usap pundak Bayu. "Panjang umur kowe Nak, baru saja kami bicarakan dirimu," ujarnya pula kepada Bayu.

"Aamiin, Pak Lek," sahut Bayu.

"Eh, mulai saiki, ojo panggil aku Pak Lek lagi. Panggil Bapak saja, persis seperti Mina memanggilku. Lha wong sebentar lagi kalian dadi suami istri, artine kamu yo dadi mantu Bapak, sekaligus anak Bapak juga," ungkap lelaki itu lagi antusias. Bayu tersenyum malu-malu dan melirik Yasmin. Perempuan itu hanya menunduk, sepertinya malu.

"Iyo Bay, Mina weis setuju. De'e mau dadi bojomu," bisik Lasmini pula menambahkan dengan suara yang terdengar parau. Bayu merasa jantungnya makin berdegup kencang, ia terus menatap Yasmin tak berkedip, dan perempuan itu masih terus menunduk. Perlahan, ia menghampiri Yasmin.

"Benarkah itu Mina?" tanyanya perlahan. Dan Yasmin perlahan menganggukkan kepalanya, tanpa menjawab apa-apa.

"Kau mengangguk, apakah itu artinya?" rupanya Bayu belum puas dengan hanya sekedar anggukan kepala. Ia ingin jawaban yang pasti. Oh, Yasmin berat sekali rasanya untuk mengatakan 'iya'. Karena itu bertolak belakang dengan hatinya. Tapi, ia harus mampu, demi ibunya. Ya, ia tak mau ibunya kecewa. Biarlah ia korbankan perasaan dan cintanya demi sang ibu.

"Iya Bay, aku... mau jadi istrimu," perlahan, suara Yasmin keluar. Bibirnya bergetar ketika mengeluarkan kalimat itu. Dan kepalanya terus menunduk, tak berani menatap Bayu. Karena sesungguhnya ia menangis namun ia tak mau orang-orang sampai tahu kalau ia sedang menangis. Apalagi ibunya, jangan sampai perempuan itu tahu.

"Alhamdulillah..." seru Bayu mengucap syukur. Wajahnya langsung cerah, dan degup jantungnya baru stabil. Ia mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangannya dan tersenyum senang. Oh, rasanya ia benar-benar bahagia saat ini. Cinta pertamanya, cinta monyetnya, kini berhasil ia dapatkan. Tak percuma ia menolak sekian banyak wanita demi mempertahankan cinta monyetnya itu. Rupanya memang Tuhan menjodohkan mereka. Bayu tak henti-henti mengucap syukur. Ia bersyukur dapat calon istri yang cantik dan sholehah seperti Yasmin. Perempuan yang ia idam-idamkan sejak kecil karena kecantikannya itu kini menerimanya menjadi calon suami.

"Ya weis, kalau begitu ojo ditunda-tunda lagi. Secepatnya saja kalian ijab kabul," ungkap Lasmini pula. "Ibu weis ora sabar melihat Mina dadi bojomu Bay,"

Kunang-kunang Di Langit IbukotaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang