Seusai melaksanakan sholat subuh pagi ini, Yasmin melangkah gontai sendirian menyusuri koridor rumah sakit. Hatinya masih gundah, ia bingung keputusan apa yang harus diambilnya. Menerima perjodohan dan menikah dengan Bayu atau menolaknya dan mempertahankan cintanya untuk Dante.
Yasmin masih belum bisa memutuskan hingga detik ini. Bahkan tadi malam, ia tak pernah tidur barang sekejappun karena memikirkan masalah ini. Ia gundah, benar-benar gundah. Ketika tiba di bangku teras rumah sakit, ia berhenti dan duduk sejenak. Merenungi hidupnya yang tak kunjung selesai didera masalah. Oh Tuhan, bantulah hamba menentukan pilihan yang terbaik, bisik hatinya.
Hingga fajar menyingsing, Yasmin masih duduk merenung seorang diri di bangku itu. Dan kicauan burung mulai terdengar mengisi gendang-gendang telinganya. Ia melirik bunga-bunga di taman rumah sakit mulai bermekaran. Indah sekali, beberapa ekor kupu-kupu juga beterbangan disana. Hinggap dari satu bunga ke bunga yang lain. Yasmin tersenyum menyaksikan keindahan pagi ini.
Sebuah suara langkah kaki yang berjalan mendekat, akhirnya membuat Yasmin menoleh. Ia melihat sang ayah menghampirinya dengan senyum mengembang. Yasmin bangkit berdiri dan mencium punggung tangan lelaki tua itu. Setelahnya, kedua orang itu kembali duduk di bangku bersebelahan.
"Bapak kapan datang?" tanya Yasmin pertama kali.
"Baru saja, Bayu weis antar adik-adikmu pulang dan dia antarkan Bapak kemari. Tapi dia harus pulang kembali, karena ada urusan jarene. Nanti siang dia kembali kemari," jawab sang ayah. Yasmin manggut-manggut dan mengalihkan pandang kembali ke taman rumah sakit.
"Min, Bapak weis dengar cerita dari Sari," ujar sang ayah lagi, yang membuat Yasmin kembali menoleh kepada ayahnya dengan kening mengkerut.
"Cerita opo Pak?" tanyanya. Sang ayah menghela napas sejenak sebelum menjawab pertanyaan putri sulungnya itu.
"Dia bilang koyo-e kowe keberatan dengan perjodohan iku," jawab sang ayah. ada jeda sejenak. "Opo betul Nduk?"
Yasmin menghela napas getir, dan kembali menatap nanar pada taman. Oh Tuhan, haruskah ia katakan keluh kesahnya kepada sang ayah? Rupanya Sari memang mengerti perasaannya. Gadis itu nampaknya paham bagaimana perang batin yang dialami Yasmin.
"Nggih, Pak," akhirnya Yasmin mengangguk. Sang ayah sama sekali tak terkejut, ia hanya nampak menghela napas maklum. Lalu kemudian mengusap kepala sang putri, lembut.
"Opo sing membuat kowe keberatan? Weis, ngomong karo Bapak," ucap lelaki itu. Sejenak, Yasmin terdiam dan menatap wajah ayahnya dengan mata berkaca-kaca.
"Aku ora mencintai Bayu, Pak," bisiknya kemudian. Sang ayah menarik napas sejenak, kemudian kembali bertutur.
"Nduk, cinta iku iso datang nanti kalau kalian weis dadi suami istri. Koyo pepatah jowo ngono lho, 'witing tresno jalaran soko kulino'. Sing artine cinta iku iso datang karena terbiasa," ungkap sang ayah bijak dan sabar. "Koyo Bapak karo ibumu dulu, dulu kita juga ora saling cinta. Bagaimana mau cinta, lha wong kita ketemune seminggu sebelum menikah kok. Tapi sing namane jodoh yo, akhirne yo weis dadi suami istri, yo cinta iku iso datang dengan sendirinya. Ngono lho Nduk," sambungnya.
Yasmin menghela napas berat setelah mendengarkan kata-kata sang ayah. Ia pikir sang ayah akan memberikan alternatif lain, nyatanya malah makin mendorong Yasmin untuk menerima Bayu. Ah, apa sebaiknya ia terima saja pemuda itu menjadi suaminya? Toh, Bayu lelaki yang sudah mapan, ia dari keluarga terpandang di kampung, sudah sarjana, tampan pula. Rasanya tak ada alasan untuk menolaknya. Meski hati Yasmin masih belum bisa mencintainya tapi siapa tahu seperti kata bapaknya, bahwa cinta itu nanti datang sendiri bila sudah berumah tangga. Dengan begitu, ia bisa mewujudkan keinginan terakhir ibunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kunang-kunang Di Langit Ibukota
Romance"Sungguh, aku tak sanggup menerima cinta yang kau berikan. Rasa itu terlalu mahal jika dipersembahkan kepada perempuan seperti diriku. Aku ini kupu-kupu malam," ucap Yasmin pedih. "Walau bagi orang lain kau adalah kupu-kupu malam, tapi bagiku kau ad...