Saat Yasmin membuka matanya kembali, hal pertama yang dilihatnya adalah langit-langit sebuah ruangan. Ia merasa kepalanya terlalu berat, sehingga ia terpaksa memegangnya. Kemudian, setelah penglihatannya semakin jelas, barulah ia menyadari kalau langit-langit ruangan ini adalah langit-langit kamarnya sendiri. Rupanya, ia sudah berada di dalam kamarnya. Terakhir, ia masih ingat betul bahwa ia masih di rumah sakit. Ia menangis karena ibunya telah meninggal dunia. Dan kini, tiba-tiba saja ia sudah berada di dalam kamarnya. Entah siapa yang sudah membawanya kemari.
"Mbak," sebuah suara tiba-tiba terdengar berbisik di dekatnya. Yasmin mengalihkan pandang ke samping. Ia melihat Sari sudah duduk di sampingnya dan terus mengusap-usap lengannya. Gadis itu nampak bersedih, dan air mata masih nampak bergelayut di sudut matanya.
"Sari..." bisik Yasmin pula, sendu.
"Alhamdulillah Mbak weis sadar," balas Sari pula sambil mengusap air matanya. Sementara, Yasmin mencoba bangkit dari tidurnya dan terus memegang kepalanya yang terasa masih berat.
"Sopo sing bawa Mbak kemari?" tanyanya.
"Mas Bayu, Mbak tadi pingsan di rumah sakit. Makane, Mas Bayu bawa Mbak pulang. Kita semua weis pulang, karena jasad Ibu weis diantarkan," ungkap Sari dengan nada yang sedih. Mendengar hal itu membuat Yasmin berdesir pedih pula. Bagaimana tidak, ibunya telah menjadi jasad yang tak bernyawa sekarang. Oh, pedihnya. Mau tak mau, ia harus siap kehilangan sosok sang ibu. Ia harus siap ditinggalkan oleh sang ibu. Ia harus siap menjalani sisa umurnya tanpa kehadiran seorang ibu lagi. Tak terasa, bila ingat itu semua, air matanya mengalir membasahi pipi. Yasmin menangis, sedih. Dan karena melihat sang kakak menangis, membuat Sari ikut menangis pula. Sejenak, kedua kakak beradik itu saling berpelukan dalam tangis yang meluap-luap.
"Weis, saiki, kita musti keluar. Diluar sudah banyak tamu, melayat. Dan sebentar lagi, mayat Ibu akan dikebumikan Mbak," ungkap Sari pula. Yasmin mengusap air matanya dan menggangguk. Tak lama, keduanya segera bangkit berdiri dan melangkah keluar dari dalam kamar.
Benar saja, diluar kamar, di ruang tengah rumah sederhana itu, sudah terbujur sesosok tubuh kaku yang berselimut kain putih. Wajahnya pucat bahkan nyaris membiru. Menandakan bahwa ia sudah tak bernyawa lagi. Oh, Tuhan, Yasmin teriris pedih sekaligus merinding menyaksikan hal itu. Ibunya, Lasmini, sudah terbaring disana tanpa nyawa lagi. Lasmini sudah menjadi mayat! Ya Tuhan, bila seandainya Yasmin yang mengalami hal itu, bekal apa yang akan ia bawa ke akhirat? Bekal apa yang akan ia bawa menghadap sang ilahi? Ia teringat lagi akan dosa-dosanya yang menggunung. Oh, bila ingat akan kematian membuat bulu kuduknya merinding. Ia benar-benar harus bertobat sebelum semuanya terlambat. Karena kematian bisa datang kapan saja, kita tak pernah tahu kapan ia akan datang. Kematian itu sangat dekat dengan kita. Dan semua orang pasti akan mengalaminya, itu hanya masalah waktu.
Beberapa orang pelayat sudah datang dan duduk di ruang tengah. Yasmin melihat Bayu, Joko, Ulfa dan Fadli, serta orang tua Bayu diantara para pelayat. Hanya Watti yang tak nampak. Kemanakah gadis itu? Di saat seperti inipun ia tak hadir.
"Sar, Watti kemana ya?" bisik Yasmin pada Sari yang masih di sampingnya. Gadis itu nampak bingung, lalu kemudian menggeleng.
"Aku ndak tahu Mbak. Weis, ojo dipikirkan. Mbak Watti memang koyo ngono, wong-e rodo aneh. Weis, kita duduk saja," bisik Sari pula dan mengajak Yasmin untuk duduk di dekat Bayu dan Joko yang masih sibuk mengaji, membacakan ayat suci Al-Qur'an.
"Sing sabar yo Nduk," bisik salah satu pelayat yang hadir kepada Yasmin. Perempuan itu menoleh dan tersenyum hambar. Rasanya berat sekali untuk tersenyum dalam keadaan begini.
"Nggih Bu," balas Yasmin lemah kepada pelayat yang merupakan tetangganya itu. Beberapa orang pelayat memberikan kata-kata turut berbela sungkawa pada mereka sambil menyalami, menandakan bahwa para yang hadir itu memang ikut merasakan kepedihan yang sama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kunang-kunang Di Langit Ibukota
Romance"Sungguh, aku tak sanggup menerima cinta yang kau berikan. Rasa itu terlalu mahal jika dipersembahkan kepada perempuan seperti diriku. Aku ini kupu-kupu malam," ucap Yasmin pedih. "Walau bagi orang lain kau adalah kupu-kupu malam, tapi bagiku kau ad...