Langkah kaki Yasmin gontai menapaki trotoar jalanan. Perempuan itu terus berjalan dengan pandangan mata yang nanar, air mata masih setia bergelayut manja di pelupuk matanya. Hatinya masih perih mengingat kejadian yang baru saja dilihatnya. Pemuda yang ia cintai dicium gadis lain. Oh, adakah kenyataan yang lebih pahit daripada itu? Hal itulah yang hingga detik ini mengganggu pikiran Yasmin. Membuatnya gusar, gundah, dan galau. Disaat ia ingin memperbaiki hubungan bersama Dante, ternyata tiga kali ia memergoki pemuda itu sedang mesra bersama perempuan lain. Oh, apakah memang Dante sudah tak mencintainya lagi? Apakah memang tak ada lagi ruang untuknya di hati Dante?
Yasmin kini terus melangkah tak tentu arah. Beberapa kali kakinya tersandung akibat tak memperhatikan jalanan. Dan beberapa kali pula ia bersenggolan bahu dengan sesama pengguna jalanan karena tak memperhatikan orang-orang pejalan kaki. Oh, ia seperti orang linglung. Sorot matanya tak terarah, dan pikirannya sedang menerawang kemana-mana.
Hingga akhirnya, ia memutuskan untuk berhenti di sebuah bangku di pinggiran jalan. Ia duduk dan menatap jalanan dengan mata yang nanar. Bayangan-bayangan kejadian itu melintas lagi di memori otaknya, membuatnya tak fokus pada kenyataan. Ia kini tak tahu harus kemana. Ia enggan pulang ke rumah Bu Ida, ia hanya ingin sendiri saat ini. Meratapi nasibnya, meratapi kesalahannya. Ya, bagaimanapun memang ia yang salah. Ia yang memulai semua ini hingga berujung seperti ini. Namun sesungguhnya, Yasmin tak punya niat untuk mengkhianati Dante. Sama sekali tidak. Ia terpaksa menerima tawaran Fabian karena dipaksa keadaan! Demi sang ibu, ya, demi ibunya! Lalu mengapa Tuhan malah menghukumnya seperti ini? Oh, semua ia serahkan kembali pada Sang Pengatur kehidupan. Sutradara yang Maha Pintar.
"Kenapa Nak?" tiba-tiba saja sebuah suara mengagetkan Yasmin. Perempuan itu terjingkat dan memperbaiki sikap. Menghapus lelehan air matanya dan menoleh ke samping. Di sampingnya, duduk seorang perempuan tua berpakaian putih, dan memakai kerudung putih. Ia tersenyum kepada Yasmin, senyum yang teramat tulus dan ikhlas.
"Kau kenapa menangis?" tanya perempuan itu. Yasmin membalas senyumannya dengan agak kaku dan menggelengkan kepalanya.
"Tidak Bu," sahutnya.
"Ya, di dunia ini memang banyak sekali masalah. Tapi yakinlah, Tuhan itu mengirimkan masalah lengkap dengan penyelesaiannya. Jika kau yakin dan berserah diri padanya, maka semua masalahmu akan terasa ringan," ujar si perempuan pula. Yasmin manggut-manggut, dalam hati ia membenarkan kata-kata perempuan tua itu. Ia mengalihkan pandangan kembali ke jalanan yang dilalui bermacam-macam kendaraan hilir mudik tiada henti. Dan ketika ia menoleh lagi ke sampingnya, perempuan berbaju putih itu sudah tidak ada. Yasmin celingukan mencari-cari, dan ia tak melihat perempuan itu lagi. Aneh, secepat itukah ia pergi? Raib begitu saja. Oh, apakah ia jelmaan malaikat yang dikirimkan Tuhan? Entahlah. Yasmin mendengus, namun tiba-tiba matanya menangkap sesuatu. Sebuah kain putih tergeletak indah di sampingnya. Sepertinya kerudung yang dikenakkan perempuan itu tadi. Perlahan, Yasmin meraihnya. Oh Tuhan, lembut sekali kain ini, bisiknya dalam hati. Dielus-elusnya kain itu dan ia merasa nyaman sekali. Kain yang sangat lembut, seperti sutera.
"Yasmin..." sebuah teguran pelan akhirnya menyadarkan Yasmin. Ia menoleh ke belakang dan melihat sesosok lelaki sederhana yang mampu memberikannya kenyamanan tiada terkira. Lelaki yang teramat di kasihinya. Dante. Ya, Dante datang menemuinya disini sore ini. Apakah ini semua kenyataan atau hanya halusinasi Yasmin karena terlalu memikirkannya? Ia melihat pemuda itu berjalan mendekatinya dengan menenteng sebuah rantang yang tadi dibawa Yasmin ke lokasi kerjanya.
"Dante?" tanya Yasmin seolah tak percaya. Ia menatap pemuda itu dengan pandangan penuh pertanyaan. Begitupun Dante menatapnya. Banyak hal yang ingin mereka tanyakan namun belum sanggup terlontar dari mulut masing-masing.
"Aku datang... Untuk menjelaskan, bahwa apa yang kau lihat tadi tak seperti yang kau pikirkan," bisik Dante pertama kali.
"Begitupun aku, apa yang kau lihat waktu itu tak seperti apa yang tergambar dalam otakmu," balas Yasmin. Dante menghela napas sejenak. Oh, mungkin ia memang terlalu egois kemaren, pikirnya. Ia hanya membayangkan yang tidak-tidak tanpa tahu kejadian yang sesungguhnya. Sama seperti yang dialaminya, saat Yasmin melihatnya bersama Winda. Sesungguhnya ia tak bermaksud apa-apa, tapi Yasmin jadi salah paham. Mungkin seperti itu pula yang dialami Yasmin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kunang-kunang Di Langit Ibukota
Romance"Sungguh, aku tak sanggup menerima cinta yang kau berikan. Rasa itu terlalu mahal jika dipersembahkan kepada perempuan seperti diriku. Aku ini kupu-kupu malam," ucap Yasmin pedih. "Walau bagi orang lain kau adalah kupu-kupu malam, tapi bagiku kau ad...