BAGIAN XV

99 8 0
                                    

Pagi menjelang, fajarpun menyingsing. Dan sang surya-pun mulai memancarkan sinarnya. Dante dan Yasmin yang masih berada di halte bus, perlahan membuka matanya. Semalaman telah mereka habiskan di halte dan masih dalam posisi yang sama. Yasmin masih memeluk Dante, dan pemuda itu masih duduk disamping kekasihnya itu. Mereka telah tidur semalaman di halte itu. Dante berencana akan mengajak Yasmin ke panti pagi ini, karena kalau tadi malam ia takut akan mengganggu Bu Ida. Karena hujan baru reda diatas jam sepuluh malam. Akhirnya iapun memutuskan untuk menunggu pagi di halte.

Semalaman, tak pernah sekejappun Dante tertidur. Ia menjaga Yasmin dan tak membiarkan satu ekor nyamukpun mengigit kulit mulus kekasihnya itu. Dante baru bisa tidur setelah adzan subuh berkumandang. Dan begitu fajar menyingsing ia juga sudah terjaga lagi. Perlahan, diriliknya Yasmin yang masih bersandar di bahunya. Perempuan itu mulai menggeliat ia lihat, sepertinya ia juga sudah terjaga. Sejenak kemudian, ia mengangkat wajahnya dan menatap Dante dengan mata yang redup. Dante tersenyum padanya.

"Sudah bangun?" bisik Dante lembut.

"Hm," balas Yasmin dan sedikit menguap. Dante tersenyum geli dan mengusap rambut kekasihnya itu.

"Semalam, tidurmu nyenyak sekali," komentarnya. Yasmin tersenyum dan memperbaiki rambutnya yang sedikit berantakan.

"Soalnya hujan, dingin. Jadi betah tidur," ungkap Yasmin dan tersenyum geli. Dante hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan kekasihnya itu.

"Terima kasih telah memberikan kehangatan padaku tadi malam," bisik Yasmin lagi, dan Dante masih tersenyum. Ia kembali mengusap rambut kekasihnya itu dengan lembut. Kemudian mengajak Yasmin untuk bangkit berdiri.

"Pagi ini kelihatannya cukup cerah," komentarnya menatap langit pagi. Yasmin ikut mendongakkan kepalanya menatap langit. Ya, memang cerah, sepertinya takkan turun hujan lagi.

"Semoga saja hidup kita juga akan cerah setelah ini. Karena selama ini sudah kelam, bahkan juga penuh derai air mata layaknya hujan. Aku sudah capek, aku ingin hidup kita akan secerah langit pagi ini," balas Yasmin. Dante menoleh padanya dan kembali mengusap rambutnya.

"Ya, semoga," bisik pemuda itu dan menghela napas. Seolah tengah menghirup udara pagi nan segar.

"Kalau begitu, sekarang ikutlah denganku. Kau akan kuperkenalkan dengan Bu Ida dan juga adik-adikku. Sepertinya sudah saatnya kau mengenal mereka. Nanti kau bisa tinggal bersama mereka," ungkap Dante lagi mengutarakan niatnya. Yasmin menoleh pada kekasihnya itu dengan pandangan agak bingung. Ia memang belum mengetahui rencana Dante karena pemuda itu belum mengatakannya sejak semalam.

"Kau sendiri?" tanya Yasmin.

"Jangan risaukan aku. Aku bisa tinggal dimana saja, seperti biasa," jawab pemuda itu pula. "Sekarang, ayo kita segera kesana. Karena aku pagi ini juga akan ke tempat kemaren, yang menjanjikanku pekerjaan," lanjut Dante. Yasmin baru teringat bahwa memang kemaren Dante punya janji dengan beberapa orang pekerja bangunan. Mereka menyuruh Dante untuk datang menemui mandor pagi ini. Maka dari itu, Yasmin-pun tak mau buang-buang waktu lagi. Ia segera mengangguk dan meraih kopernya.

"Iya," jawabnya. Dante tersenyum dan tak lama sejoli itu melangkah meninggalkan halte dan menembus jalanan pagi yang berembun, sisa hujan semalam.

"Enak ya jika udara Jakarta seperti ini," komentar Yasmin sambil berjalan. Ia menghirup segarnya udara pagi, dan ia melihat embun-embun pagi masih melekat pada dedaunan di pinggir jalan. Jalan raya juga terlihat sepi, belum banyak kendaraan yang lewat.

"Iya. Tapi coba saja lihat sebentar lagi, pasti jalanan akan macet, bising, polusi dimana-mana. Kembali seperti semula," balas Dante pula. Yasmin menghela napas, ia membenarkan kata-kata kekasihnya itu. Karena memang apa yang dikatakan Dante benar adanya. Sebentar lagi pasti kota Jakarta akan kembali macet seperti biasa.

Kunang-kunang Di Langit IbukotaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang