Sore ini, langit ibukota nampak cerah. Tak ada tanda-tanda akan turun hujan. Sementara Yasmin masih setia menunggui kekasihnya di lokasi kerja. Ia duduk tak jauh darisana bersama Mamat dan Fitri tentunya. Sebenarnya ia sudah ingin pulang sejak tadi, namun kedua bocah itu memaksa untuk tetap disini menunggui Dante sampai pemuda itu menyelesaikan pekerjaannya. Mau tak mau, Yasmin menurut, karena tak ingin membuat anak-anak itu kecewa.
Sebenarnya mungkin bukan hanya keinginan anak-anak itu juga, karena sesungguhnya Yasmin-pun menginginkan hal itu. Ia merasa masih belum mau pulang karena masih ingin melepas rindu dengan kekasihnya itu, dan mumpung Fabian belum menghubunginya. Kalau pemuda itu sudah menghubunginya, mau tak mau Yasmin harus berangkat kesana. Dan kebetulan sekali, kedua bocah-pun meminta Yasmin untuk tetap tinggal sampai Dante menyelesaikan pekerjaannya, maka hal itu dimanfaatkan Yasmin.
Sejak tadi, ia juga memperhatikan bagaimana beratnya pekerjaan Dante. Ia harus mengangkat kayu-kayu ke lantai teratas. Kadang ia juga mengaduk semen, turun naik bangunan bertingkat itu dan kadang sambil membawa barang-barang berat. Yasmin terkesima, sebegitukah perjuangan Dante untuk mencari rejeki halal dan mengumpulkan uang untuk menikahinya? Yasmin sungguh terharu. Ia berasa begitu berharga menjadi seorang wanita! Mengingat itu, tak henti air matanya menetes.
Sementara Dante-pun nampak begitu bersemangat dalam bekerja, mungkin karena diperhatikan oleh sang kekasih. Hal itu membuatnya lebih bersemangat dari biasanya. Bagaimanapun, ia tak boleh nampak lemah di hadapan Yasmin. Tak boleh! Ia lelaki, dan lelaki harus kuat. Kalau ia sudah merasa agak lelah, ditatapnya Yasmin dan kedua adiknya yang masih setia menungguinya. Maka, rasa lelahnyapun hilang seketika itu juga. Ia kembali bersemangat dan melanjutkan pekerjaannya.
Kini, saat sore sudah menjelang, Dante sudah mulai bersiap-siap menyelesaikan pekerjaannya. Ia mencuci tangan, kaki, dan membersihkan pakaiannya. Bergantian dengan para pekerja yang lain. Setelah itu, sang mandorpun memberikan upah padanya sebagai bayaran jerih payahnya seharian ini. Begitu menerima uang itu, Dante langsung bergegas menghampiri Yasmin dan adik-adiknya.
"Kalian kenapa tidak pulang saja sih?" tanyanya.
"Kami mau menunggu Abang selesai bekerja," jawab Mamat. Dante mengacak-acak rambut bocah lelaki itu dengan gemas. Sejenak kemudian, ia melirik Yasmin. Wajah perempuan itu terlihat memerah, mungkin karena sejak tadi terkena sinar matahari yang begitu menyengat.
"Wajahmu merah begitu, panas ya?" bisik Dante membelai kulit wajah sang kekasih nan mulus. Mamat dan Fitri menggodanya membuat Yasmin tersipu malu.
"Ohya?" Yasmin bahkan baru menyadari kalau kulitnya memerah akibat sengatan sinar matahari.
"Hm," bisik Dante. "Kasihan, kau kan tidak biasa panas-panasan begini. Nanti kulitmu seperti kulitku lagi. Sudah, lebih baik sekarang kalian pulang. Nanti Ibu kuatir," lanjut Dante.
"Abang ikut ya," ajak Fitri. "Abang tidur di panti saja malam ini. Sudah lama sekali kami tidak mendengar Abang bercerita, kami rindu. Dulu, kita kalau malam suka mendengar Abang bercerita dongeng tentang raksasa yang menculik putri, dan sering main kartu juga. Kami rindu semua itu," ungkap Fitri lagi dengan air mata menggenang. Ia memeluk Dante dan memohon. Pemuda itu menghela napas, ia juga sebenarnya merindukan saat-saat itu. Ia rindu dapat bercengkerama dengan adik-adiknya lagi. Rindu suasana panti, rindu semuanya.
"Tapi Abang besok harus kerja lagi Fit," tukas Dante.
"Tidak apa. Besok Abang berangkat kesini dari panti saja," Mamat yang menjawab. Ia ikut memeluk Dante. "Iya Bang, malam ini tidur di panti ya. Mamat rindu tidur dipelukan Abang," sambung bocah itu dan mulai menangis.
"Hei, Mat, jangan menangis. Anak laki-laki itu tak boleh cengeng. Malu, dilihat sama Kak Yasmin. Cepat hapus air matanya," tukas Dante. Yasmin tersenyum haru menyaksikan kedekatan anak-anak itu dengan Dante. Tak terasa, iapun meneteskan air mata. Ia rindu dengan adik-adiknya di kampung sana. Rindu berkumpul bersama, rindu berpelukan seperti ini. Oh, sejenak rasa rindu menyergap perasaan Yasmin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kunang-kunang Di Langit Ibukota
Romansa"Sungguh, aku tak sanggup menerima cinta yang kau berikan. Rasa itu terlalu mahal jika dipersembahkan kepada perempuan seperti diriku. Aku ini kupu-kupu malam," ucap Yasmin pedih. "Walau bagi orang lain kau adalah kupu-kupu malam, tapi bagiku kau ad...