***
Pitaloka tidak menyangka akan kejadian hari ini. Dimana dirinya dan Gumara dipertemukan dalam kecelakaan kecil yang dialami Pitaloka. Dan yang lebih menakjubkannya adalah...pengakuan cinta dari kedua belah pihak.
Ya, setelah setahun terpisah. Berusaha untuk menjauh dan saling melupakan. Baik Pitaloka maupun Gumara ternyata sama-sama masih mencintai. Seberapapun mereka berusaha menolak perasaannya. Mereka tidak akan mampu menghilangkan perasaan yang seakan telah menyatu di hati mereka.
Bunyi dering ponsel terdengar dari saku celana Gumara. Tetapi Gumara mengacuhkannya. Ia tetap fokus mengemudi.
Pitaloka yang menyadari hal itu ingin berbicara pada Gumara. Alasan kenapa ia tidak mengangkat telpon yang terus saja berdering itu. Ia ingin tapi merasa ragu-ragu untuk menanyakannya.
Gumara menambah kecepatan mobilnya. Membelah kerumunan mobil-mobil lain yang melintas. Dering ponselnya tidak berhenti. Membuatnya mendengus kesal dengan siapa saja yang menelponnya itu.
Pitaloka merasa sedikit cemas, lalu menatap Gumara, "Mara...ums apa tidak sebaiknya kau angkat telponmu dulu?"
Dengan tiba-tiba Gumara mengerem mobilnya. Sehingga membuat tubuh Pitaloka hampir saja membentur kaca mobil jika saja ia tidak memakai sealtbelt-nya.
Dengan heran Pitaloka menatap Gumara dengan tatapan menuntut. Gumara juga menatap Pitaloka. Kali ini dengan tatapan khawatirnya. Berbeda dengan tatapan heran yang Pitaloka berikan padanya.
"Aku minta maaf Pita. Apa kau terluka?" Tanya Gumara cemas sembari memeriksa keadaan tubuh Pitaloka yang sebenarnya baik-baik saja.
"Oke-oke. Aku tak apa Mara." Jawab Pitaloka menyakinkan.
Gumara kemudian menghela nafas lega. Dan ponselnya kembali berdering. Membuat Gumara terus mengumpat orang yang terus saja menelponnya itu.
"Sebaiknya kau angkat telpon itu Mara. Siapa tahu penting. Dan aku lebih baik menunggu diluar saja jika kau keberatan." Kata Pitaloka menyarankan. Ia baru saja ingin membuka pintu mobil. Namun tangan Gumara dengan sigap menahannya.
"Tetap disini." Pitaloka menganggukkan kepalanya malas. Melihat Gumara yang sudah keluar mobil menjawab panggilan telponnya.
"Ada apa?" Kata Gumara malas saat mengetahui yang menelponnya adalah Karina.
'Aku ingin kita bicara empat mata di caffetaria sekarang!' Ucap Karina di seberang sana. Dan langsung memutuskan hubungan telponnya.
Gumara mengernyit, merasa ada yang aneh dari nada suara Karina. Namun, ia tak mau ambil pusing. Ia kembali masuk ke dalam mobilnya.
"Aku antar kau pulang ya?" Tawarnya menatap Pitaloka memohon.
Pitaloka tersenyum lalu mengangguk pelan. Yang membuat Gumara juga ikut tersenyum. Lalu menjalankan mobilnya kembali dengan kecepatan rata-rata.
***
Karina menekan handle pintu kamar. Sehingga menampakkan Ratih yang tersenyum kala melihat kedatangannya.
"Maaf karina tadi agak lama."
"Tidak masalah. Ibu pikir kamu sudah pulang." Katanya mendudukkan tubuhnya pada sandaran tempat tidur.
"Ibu minum obatnya dulu." Karina memberikan obat-obat itu secara bertahap pada Ratih. Lalu memberinya segelas air putih.
Ratih menyadari Karina yang melamun saja. Membuatnya bertanya-tanya apa yang sedang dipikirkan anak itu. Karena selama ini Karina orang yang cukup aktif. Biasanya ia akan berbincang-bincang masalahnya dengan Gumara.
"Apa yang sedang kau pikirkan Karina?" Tanya Ratih membuat Karina terkejut.
"Tidak ada bu." Jawabnya bohong. Tentu saja ia sekarang sedang memikirkan foto Gumara dengan...Pitaloka.
Ya, ia melihat foto Gumara dan Pitaloka yang begitu dekat. Membuatnya merasa ingin mengenal Pitaloka lebih dalam. Apa hubungan mereka?
"Ibu tahu kau bohong. Katakanlah Karina." Katanya seolah bisa membaca pikiran Karina.
Dengan ragu Karina menatap Ratih. Apakah ia harus mengatakannya?
Namun keingintahuannya begitu dalam. Membuat Karina ingin mengatakannya pada Ratih.
"Ibu..." Panggilnya lirih.
"Ya Karina?" Tangan Ratih membelai rambut panjang Karina.
Menghela nafas, Karina berkata, "Saat Karina mencari obat ibu di laci Gumara. Karina tidak sengaja melihat foto Gumara bersama wanita lain. Karina melihat Gumara begitu mesra dengan wanita itu."
Karina menghela nafasnya, "Dan Karina tahu kalau wanita itu adalah Pitaloka..."
Dan seketika Ratih tak bergeming. Mendengar nama itu membuatnya merasakan rasa sakit yang Gumara alami selama ini. Wanita itu...Yang Gumara cintai. Sampai saat ini.
Karina yang melihat respon Ratih menepuk pelan bahunya. Membuat Ratih mengalihkan pandangannya menatap Karina.
"Apa ibu tahu sesuatu tentang hubungan mereka?"
Kata Karina dengan tatapan memohon. Yang mau tak mau membuat Ratih luluh. Ia menceritakannya kepada Karina dengan rinci. Berharap wanita itu tidak salah paham.
***
Setelah menempuh perjalanan yang cukup melelahkan. Mengingat hari sudah semakin sore. Mobil milik Gumara berhenti di depan rumah sederhana Pitaloka.
"Sekali lagi terima kasih." Ucap Pitaloka menatap Gumara yang juga menatapnya. Namun dengan tatapan intens.
Gumara mengangguk lalu tersenyum manis. Membuat jantung Pitaloka berdetak lebih cepat. Senyuman Gumara yang mampu membuat tubuhnya aneh. Seperti diterbangkan jutaan kupu-kupu di atas langit.
Tidak mau berlama-lama lagi Pitaloka segera melepas sealtbeltnya lalu membuka pintu mobil. Saat ia ingin melangkahkan kakinya keluar, sebuah tangan kekar menahan lengannya. Dan menyentaknya keras, membuat tubuh Pitaloka refleks berbalik.
Hingga benda kenyal dan basah mengecup bibirnya lembut. Pitaloka menegang seketika. Tubuhnya diam tak bereaksi apapun.
Astaga! Gumara mencium bibirnya! Dan ciuman Gumara mulai menjadi. Ia menggigit bibir bawah Pitaloka membuat Pitaloka menjerit.
Lama kelamaan Pitaloka juga menikmati ciuman ini. Ia mengalungkan tangannya di leher Gumara. Sehingga Gumara semakin memperdalam ciuman mereka.
Perasaan yang membuncah di hati keduanya. Dengan kerinduan yang telah menjalar ke seluruh sel darah mereka. Hingga kenangan demi kenangan masa lalu kembali terputar layaknya sebuah film romance.
"Pitaloka!" Sebuah teriakan yang mampu membuat Pitaloka refleks menjauhkan tubuhnya.
Ia dapat melihat Limbubu yang berdiri di depan pintu rumahnya dengan wajah masamnya. Ah, beruntung Limbubu tidak melihat kejadian tadi.
Segera Pitaloka keluar dari mobil Gumara. Tanpa memperdulikan Gumara yang diam memandangnya. Pitaloka mengelap bibirnya yang tampak sedikit bengkak dan basah. Lalu menghampiri Limbubu yang terus menggerutu.
"Kau darimana saja hah? Sudah sejam aku berdiri seperti patung disini!" Sungutnya kesal.
Pitaloka sempat melirik kebelakang. Melihat mobil milik Gumara yang sudah menghilang. Lalu beralih lagi menatap Limbubu.
"Siapa suruh menungguku?" Tanyanya santai.
Limbubu membulatkan matanya tak percaya, "Astaga! Kita kan sudah janji ingin menyelesaikan tugas bersama."
Seketika Pitaloka menepuk pelan dahinya sembari terkekeh. Sementara itu Limbubu hanya menggelengkan kepalanya.
***
Hai! Ada yang masih ingat gak nih?
Gue tau kok ujiannya belum mulai. ya, gak papalah ya. ini juga udah lama gue nulisnya..
Hope you like it!
Please vote dan koment :)
TIARAVINNI
07 Mei 2016
KAMU SEDANG MEMBACA
Afterglow (TAMAT)
FanficSetiap orang pasti pernah dihadapkan pada dua pilihan yang sulit. Dimana kedua pilihan itu bukan merupakan pilihan bagimu. Kedua-duanya yang sangat berharga bagimu. Begitupun dengan Gumara yang harus dihadapkan pada dua pilihan yang sulit untuknya...