Bab 2: Awal

231 31 31
                                    

Warga desa bergotong royong membenahi rumah. Lio atau lebih dikenal warga desa sebagai Cruya (saat menyamar) memimpin teman-temannya. Status mereka sebagai tim Z dirahasiakan. Cruya mengatakan bahwa mereka datang saat malam karena desa mereka juga diserang dan mereka kabur ke desa ini. Urca atau Weiry menambahkan mereka teman lama Cruya. Selain itu, Cruya juga baru diberi tahu bahwa Archa adalah kakak Weiry. Rasa lega langsung menyeruak di hati Cruya. Sialnya hal itu dijadikan bahan ejekan Pilo dan Kraku. Kraku itu pria biang gosip nomor wahid. Tak ada gosip yang akan ia lewatkan, sekecil apa pun itu.

"Hei, kau menyukainya?" tanya Kraku dengan berbisik. Pasalnya mereka (ia, Cruya, Pilo, Hesa dan Fabura, seorang anak kecil yang biasa membantu Cruya) tengah memasak di dapur umum tempat Cruya biasa bertugas dan dirinya sendiri sedang memotong sayuran.

"Apa maksudmu?" Cruya memang tak mengerti maksud Kraku. Ia fokus pada potongan daging di hadapannya.

"Kau pura-pura bodoh, ya?"

"Dia tidak pura-pura," sambar Pilo yang datang membawa sekeranjang bumbu yang akan ditumbuk menggunakan alu di sebelah Kraku. Ia duduk dan mulai menumbuk. "Tapi dia benar-benar bodoh."

"Apa maksudmu?!" Cruya mendesis. Memangnya aku sebodoh itu? Pikirnya. Ia beralih mencicipi kuah sup di sebelahnya.

"Kak Cruya menyukai kak Weiry, kan?" seru Fabura.

Uhuk! Uhuk!

Cruya tersedak karena kaget. Apa ia bisa dibaca semudah itu hingga anak umur 7 tahun saja mengetahuinya? Ini mulai menyebalkan. Kraku dan Pilo puas menertawakannya. Duo bersaudara jauh itu sangat bahagia saat dirinya kesulitan. Apalagi Hesa malah mulai menceramahinya tentang perempuan.

Tahu tidak, sih? Weiry itu berbeda dari gadis manis pada umumnya. Dia bukan gadis sembarangan yang bisa meleleh dengan diberi setangkai mawar merah (dia pernah mencobanya dan gagal. Weiry malah mencabuti kelopaknya dan menaburkannya di makam kucing yang baru dua hari dikubur. Ketika diberi coklat Weiry malah membaginya dengan anak-anak).

"Dia itu gadis polos. Mana mengerti kalau mawar merah adalah ungkapan rasa sukamu padanya, bodoh," ucap Hesa sambil tertawa geli.

Oh ya ampun. Dia lupa kalau Hesa bisa membaca pikiran orang.

°/\°

"Jadi selama enam tahun terpisah kau tinggal di sini?" tanya Archa. Ia, Weiry, Gercu, dan tuan Kai sedang membereskan rumah tuan Kai yang berantakan. Untungnya tidak rusak.

"Tidak. Setelah terpisah aku hanya bisa terus berjalan. Entah sudah berapa lama aku berjalan. Lalu pingsan. Aku bangun esok harinya di sebuah gubuk tua di pinggir sungai. Yang menyelamatkanku ya pak tua yang di sana itu." Ia menunjuk tuan Kai yang sedang tertawa-tawa bersama Gercu sambil melihat album foto di seberang ruangan.

"Maafkan aku."

"Untuk apa?" Urca menoleh, "tak ada yang perlu dimaafkan. Kakak tidak salah. Pihak pemerintah hanya ingin membentuk pasukan dari orang terpilih untuk menyelesaikan masalah Rheha. Untuk melidungi negara."

"Aku melindungi orang lain tapi tak bisa melindungi adikku sendiri."

"Kakak, lihat aku." Weiry menarik bahu kiri Archa agar pemuda itu melihatnya. "Aku baik-baik saja dan saat ini aku ada di hadapanmu. Bukankah itu cukup?"

"Ya, lebih dari cukup untuk membuatku terus merasa bersalah sepanjang hidupku."

"Atau kau mau aku pergi saja?"

Black SaviorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang