Oh, hai semua~😘
Terima kasih sebelumnya karena sudah mengikuti hingga sampai bab ini. Percayalah, aku sendiri bukan orang yang narsis dengan sesuatu yang kubuat sendiri (kecuali gambar tanganku).Nah, mulai dari sini akan kuusahakan ada adegan aksi. Aku baru sadar kalau ceritaku kurang unsur itu. Padahal ini science fiction. Jadi, jika kalian merasa ada yang kurang di adegan aksi beberapa bab ke depannya, langsung komentari saja, ya. Itu akan sangat membantuku.
Selamat membaca~😘
°/\°
Hari itu terasa begitu lambat bagi Archa. Mungkin karena ia belum tidur walau jam sudah menunjukkan hampir pukul tiga dini hari. Udara dingin menusuk kulitnya karena ia membiarkan jendela terbuka lebar, menampilkan bulan penuh yang menawan di langit malam. Dirinya begitu menyukai bulan purnama dibanding matahari.'Benar, kan? Kau belum tidur'
Seekor rubah kutub masuk di beranda kamarnya dan langsung masuk ke kamar. Rubah itu duduk manis di atas meja kecil dekat jendela. Ekornya bergoyang-goyang disertai wajah riangnya yang terlihat tersenyum dengan mata yang menyipit.
“Apa maumu?” tanya Archa dengan dingin. Rubah mengesalkan itu hanya terkekeh.
‘Kau selalu dingin padaku,’ dia merajuk.
“Jawab!”
‘Ah~ baiklah. Kau memang tak bisa diajak main.’
Rubah putih itu melompat. Sebelum kakinya menyentuh lantai, ia berubah jadi sosok pemuda. Mungkin seumuran Archa. Rambutnya putih kemerahan lembut. Tentu iris jingganya benar-benar jadi ciri khas yang menawan. Kulitnya putih, namun tak pucat. Dia tampak sempurna. Hanya kurang satu hal.
“K-Kau tak punya pa-pakaian?” Archa terkejut dan malu melihat pemuda itu. Dirinya langsung mengambil beberapa pakaian dan melemparnya tepat di wajahnya. “Cepat pakai!”
“Terima kasih.” Pemuda itu menerimanya dan mematuhi ucapan Archa segera. Setelahnya ia duduk di kursi depan meja belajar. “Ah, pakaianmu pas denganku.”
“Terserah. Apa maumu?”
“Oh, ya. Ada yang ingin kuberitahu. Tapi sebelumnya aku benar-benar berterima kasih pada Urca.”
“Kau selalu di sana?” Nada bicara Archa berubah murung.
“Hm? Maksudmu tabung itu?”
“Hn. Sejak peristiwa ‘itu’ kita tak bertemu lagi. Hanya sekali. Itu juga sebentar sekali.”
“Ya, memang. Aku tak bisa ke mana pun. Karena itu, saat kau datang aku mengirim gelombang Alpha padamu tapi yang menangkap malah ‘adik’-mu,” jelasnya dengan menekan kata adik.
“Hentikan intonasi menyebalkanmu itu. Secara teknis dia memang adikku.”
Pemuda itu mendengus geli, “Kau tak pandai merajuk, bodoh.”
“Aku tidak merajuk. Itu kenyataan, Reisn. Urca adikku.”
Alis Reisn berkerut dalam. Tatapannya jatuh tepat di abu kelam Archa yang melembut. “Jangan bercanda, Serigala Sialan. Kau pikir aku siapa, hah?! Aku le-“
“’Dia’ sudah mendatangiku dan mengatakan semuanya,” potong Archa dengan cepat.
“A-Apa? Apa.. maksudmu? Dia siapa?”
°/\°Fleury pucat. Dia berulang kali memeriksa data yang ia dapat kemarin. Sebenarnya selain pemeriksaan fisik, waktu itu dirinya meminta beberapa sampel dari tubuh gadis itu untuk diteliti. Hasilnya begitu mengejutkan. Dia sampai meminta bantuan Kai untuk memastikannya. Bahkan walau diperiksa ulang bersama Kai pun data tak berubah. Semua hasil sama persis seperti yang pertama. Wajahnya terlihat frustrasi hingga ia sendiri kesulitan bernapas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Black Savior
Science Fiction-Cerita ini ada sejak sekitar bulan Juni 2016- Setelah para 'makhluk' itu lenyap, mereka pikir 'dia' juga ikut lenyap. Anggapan lain mengatakan 'dia'-lah yang membawa mereka. Para 'makhluk' mengerikan yang meneror sejak beberapa tahun lalu menghancu...