Bab 7: Bimbang

100 17 6
                                    

Oh, hai ... kembali setelah dua minggu. Pikiranku sedang melantur kemana-mana. Aku sendiri bingung kemana bisa begini. Ahahaha apa itu termasuk hal aneh? Jika iya, mungkin itu masuk daftar keanehanku yang kesekian.

Maklumi saja ya.

Ah, aku masih suka bermonolog. Itu menyenangkan, loh.

Ngomong-ngomong, jika ada typo, tolong langsung komentari di bagian itu ya....

Selamat membaca.

°/\°

Bruk!!

Gercu tumbang setelah lima menit seluruh ‘gerbang’nya dibuka. Urca segera menutup semua ‘gerbang’ Gercu. Dilihatnya pemuda yang baru potong rambut itu untuk memastikan keadaannya belum parah. Dari rautnya, ia hanya kelelahan. Kehilangan banyak tenaga dalam waktu singkat. Syukurlah ia belum terlambat menutup ‘gerbang’nya.  Perlahan ia menyeret tubuh Gercu ke bawah pohon terdekat agar dapat bersandar. Pemuda itu benar-benar kesulitan bergerak walau hanya menggerakkan jarinya saja. Nafasnya tersengal-sengal, seolah baru saja diburu binatang buas.

Bruk!

Lagi. Kali ini Archa yang langsung tak sadarkan diri. Gawat! Segera ia menutup ‘gerbang’ dan menyeret Archa ke tepat di sebelah Gercu yang masih lemas. Gercu melirik Archa yang tak sadarkan diri. Wajahnya mulai pucat. Urca segera memberi pertolongan pertama dengan membagi sedikit energinya. Wajahnya perlahan kembali namun tetap tak sadarkan diri. Tapi, ia merasa ada yang aneh dengan kakaknya. Entah apa.

Kembali, seseorang ambruk seperti Gercu. Urca kembali melakukan hal yang sama seperti yang ia lakukan pada Gercu pada Hesa. Setelahnya ia kembali duduk menatap orang yang tersisa. Pilo, Kraku, dan Lio. Mati-matian mereka berkonsentrasi untuk bisa mengatur ‘gerbang’.

Bicara memang mudah, tapi melakukannya itu yang sulit. Pepatah yang bijak, bukan? Atau itu sindiran? Ah, yang mana pun tetap memiliki arti yang sama. Seperti yang sedang disaksikan Urca. Walaupun terlihat tenang, jujur saja, ia sangat khawatir. Mereka memang pasukan terlatih pihak pemerintah namun bukan berarti mereka akan sanggup langsung dilatih oleh tuan Kai.

Cara melatih pihak pemerintah jauh berbeda. Mereka melatih dengan alat canggih dan bahan terbaik. Tempat latihan mereka juga nyaman, terlalu nyaman malah. Sedangkan tuan Kai tidak butuh semua itu. Pria paruh baya itu hanya butuh lahan. Bahkan dulu demi menyembunyikan Urca dari incaran pihak tak bertanggung jawab, tuan Kai melatihnya jauh di dalam hutan yang bahkan hampir tak pernah tersentuh manusia. Pria itu membangun sebuah rumah pohon dengan sebuah tempat tidur, sebuah meja, dua buah kursi, dan memberinya empat buah panci dengan ukuran bereda-beda untuk memasak.

Urca tak hanya dilatih fisik, tapi juga dilatih beberapa keterampilan untuk bertahan hidup ketika tuan Kai tak bisa datang karena urusan penting. Gadis sekecil itu juga dilatih berburu beberapa binatang untuk makanannya di umur yang baru sembilan tahun. Tak hanya berburu, ia juga memiliki kebun kecil untuk beberapa bahan yang sulit di dapat di hutan serta dibelikan beberapa pasang pakaian.

Dulu, seingatnya pak tua itu pernah mengajak seorang wanita untuk mengajarinya berpakaian seperti perempuan yang sudah tumbuh. Wanita itu bahkan berani memarahi tuan Kai karena hanya memberikan pakaian laki-laki, yaitu kaus dan celana pendek. Selain itu, wanita baik itu juga pernah mengajaknya ke pasar agar tahu dunia luar dan mengajarinya banyak hal yang tak pernah di ajari pak tua, membelikannya dua pasang sepatu lucu, dan mengajarinya memasak yang benar.

Black SaviorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang