Bertemu lagi di Bab ini~😘
Semoga kalian menyukainya, ya.
Soal kritik dan saran? Langsung komentar saja. Oke?Aku bukan orang rumit, kok.
Oh, ya. Aku ikut sebuah grup kepenulisan, loh. Jadwal kejam mereka membuatku berkembang.
Nyahahaha~😝
Ada yang menyadarinya?
Selamat membaca 💞
°/\°
“Kau tidak apa-apa?”
Suara penuh kekhawatiran itu menyadarkannya dari lamunan. Dilihatnya Archa datang dengan jubah yang terciprat darah Rheha dimana-mana. Archa mendekati adiknya yang terdiam, mengusap wajahnya yang terciprat darah dengan bagian jubahnya yang masih cukup bersih.
“Ayo kembali ke markas. Yang lain sudah menunggumu.”
Urca hanya mengangguk lalu mengikuti kakaknya dari belakang, melewati bangkai Rheha yang tercabik itu. Ditatapnya punggung lebar kakaknya yang ada di depannya. Ia yakin Archa tahu sesuatu soal ini. Dirinya ingin sekali bertanya namun bibirnya terlalu kelu.
°/\°
Sekembalinya dari misi terakhir Urca jadi lebih pendiam. Tidak, ia tidak dingin. Hanya malas bicara saja pada tiap orang yang bertanya padanya. Ia juga lebih memilih menyendiri di perpustakaan markas yang jauh dari mana-mana. Letak gedung perpustakaan memang sengaja dipisah. Alasannya agar dapat diperluas dengan mudah.
Lagi, Urca duduk di pojok perpustakaan dekat jendela. Cukup tersembunyi mengingat tempat baca itu ada di pojok dan tertutup lemari-lemari buku yang besar dan tinggi. Ini cukup menenangkan. Ya, ia sedang butuh ketenangan. Hingga tiba-tiba Reisn datang dan duduk di meja menghadap Urca yang masih belum menyadari kehadirannya.
‘Nona?’
“Ah, kau.” Urca langsung menggaruk dan mengusap-usap kepala Reisn. “Kenapa menyusul?”
‘Aku bosan. Archa terus memicing padaku.’
“Kakak hanya berjaga-jaga. Wajar menurutku.”
‘Itu berlebihan. Dasar sister complex!’
“Reisn, hanya dia yang kupunya dan...,” Urca tak bisa meneruskan ucapannya dan tangannya pun berhenti mengusap. Ia sendiri tak yakin akan mengatakannya. Kakaknya tahu segalanya. Jadi ia tak berani berspekulasi kalau hanya dirinya yang kakaknya miliki.
‘Jangan sedih begitu, Nona,’ protes rubah itu dengan menyundul telapak Urca yang terhenti di udara. 'Lebih baik aku tak menceritakan apa pun jika jadinya membuatmu sedih begini.’
Bukannya tersentuh, Urca malah gemas melihatnya. “Ya ampun. Kau lucu sekali saat wujudmu rubah begini,” serunya sambil menepuk-nepuk kepala rubah manis itu.
‘Tentu. Aku memang terlahir menjadi anak manis yang lucu.’
“Berhenti mengusapnya begitu,” saran seseorang yang baru datang. Itu Archa. Dia segera mengambil tempat di samping adiknya dan menjauhkan rubah itu dari hadapan Urca.
'Hei! Apa-apaan kau!’ rubah itu terlihat sedikit menggeram pada Archa. Marah saja terlihat lucu.
“Jauh-jauh dari adikku, Rubah Mesum!”
KAMU SEDANG MEMBACA
Black Savior
Science Fiction-Cerita ini ada sejak sekitar bulan Juni 2016- Setelah para 'makhluk' itu lenyap, mereka pikir 'dia' juga ikut lenyap. Anggapan lain mengatakan 'dia'-lah yang membawa mereka. Para 'makhluk' mengerikan yang meneror sejak beberapa tahun lalu menghancu...