-9-

3.3K 329 12
                                    

-Zach's Point of View-

"Tidak apa Ella, kau datang bersama kami." Bujukku menyisir rambutku dengan jari-jari tangan. Aku menelfon Ella memastikan hari ini dia harus datang. Jujur saja, aku kasihan padanya, dan juga nilai tambah dari Mrs. Anderson di kelas bahasa untuk berteman dengan Ella.

Aku tahu hal ini terdengar jahat dan sangat munafik, namun ini jalan satu-satunya agar Mom tidak mengirimku ke Montana untuk tinggal dengan nenek karena perolehan nilai C hampir di semua kelas.

"Aku bahkan tidak mengenal Taylor."
"Tenang saja, dia keren."
"Aku akan jadi bahan tertawaan."
"Ella.. Ella dengarkan aku, kau datang bersama kami. Kami tidak akan membiarkan seseorang menyakitimu."

Tiba-tiba suasana menjadi sangat hening. Dan suara dengusan Ella terdengar. Aku tahu, gadis itu bahkan tidak pernah ada di pesta manapun. Dia seperti Cinderella namun dalam versi besar, dan tidak cantik. Aku tahu seharusnya dia bisa mungkin melakukan diet atau semacamnya agar tubuhnya setidaknya tidak terlalu besar.

"Um baiklah Zach. Terimakasih."
"Tentu! Jadi aku akan menjemputmu pukul 7."

Aku merasa sangat canggung, menelfon seorang gadis yang bahkan sesungguhnya membuatku malu saat duduk bersebelahan dengannya. Entahlah, itu seperti naluri pada dirimu sendiri. Namun kurasa hal itu akan cepat hilang mengingat kini tidak lagi terjadi pada Tim. Tim juga punya perut besar, kaki yang besar hingga Ibunya harus menjahit sendiri celananya.

"Zachary! Teman-temanmu datang!" Panggil Mom dari lantai bawah. Aku menutup telfonnya dan berlari keluar untuk melihat siapa yang datang. Itu Nick, Tim, dan Ariel.

"Hey guys!" Sapaku melambai dari atas, mereka mendongak dan melambai kemudian menuju ke kamarku.

"Kau tidak bercanda bukan mengenai Ella?" Tanya Tim duduk di ujung ranjang. Aku menggeleng kemudian menghela nafas panjang.

"Kau sangat munafik." Cetus Ariel berkacak pinggang di dekat pintu.

"Aku tahu. Namun, ini jalan satu-satunya. Lagipula dia gadis yang baik bukan?"

"Siapa Ella yang kalian bicarakan?" Tanya Nick akhirnya, "Oh my God, the meatball?" Tanyanya lagi sedikit terkejut, aku mengangguk.

"Aku hanya takut dia menyukaiku." Ucapku pelan, itu benar. Aku takut jika Ella menyukaiku, aku tidak sanggup untuk menyakiti perempuan. Dan Ella, aku juga tidak bisa berkata iya padanya. Sebenarnya aku sedikit menyukai Ariel, dia cantik, humoris, dan cukup seksi.

"Kalau begitu jangan beri dia harapan, bodoh." Tukas Tim.

"Tapi aku harus menjadi temannya."

"Tidak hanya kau, kami juga. Kau tahu betapa sulitnya mendapat nilai A di kelas bahasa Mrs. Anderson." Cercah Nick bersungut-sungut.

"Bagaimana dengan Hayley dan Charles? Mereka juga ingin mendapat nilai spesial?" Tanya Ariel.

"Kurasa Hayley tidak dan Charles.. Banyak kemungkinan untuk Charles." Jawabku.

"Tenang saja, kurasa Charles hanya ingin membuntuti Hayley."

"Hayley sepupu Charles."
"Oh."

"Baik, kalian harus bersiap. Aku akan menjemput kalian kemudian Ella." Usulku melihat waktu hampir menunjukkan pukul 6.

"Kami sudah siap, kecuali Ariel." Sela Tim menunjuk ke arah Ariel.

"Aku sudah siap." Sergah Ariel.

"Kau hanya memakai tank top untuk tidur."
"Oh please, kau hidup di tahun berapa Nick B E A N?"
"Kurasa tahun yang sama saat piyama punya banyak motif dan gaya."
"Really? Pretty insane."

-Ella's Point of View-

"Mom?"

                   Aku masih membuntuti Mom yang sedari tadi tidak mengindahkan aku yang ada di belakangnya.

"I will go to the my first teenage party." Tukasku kemudian. Mom menoleh.

"Really?" Tanyanya, dari nada bicaranya kurasa Mom bahkan tidak mendengarkanku. Aku pergi kembali ke kamarku melewati kamar Maddi, dia sibuk memilih baju sedang Sara sedang memoles make up.

               Aku mengetuk pintu Sara perlahan, dia menoleh sedikit terkejut.

"Um, Sara, kau akan pergi ke pesta Taylor?" Tanyaku ragu.

"Tentu, semua orang pergi ke sana." Jawabnya masih menatap cermin kembali, "Kau harus datang." Ujarnya, entahlah spontan aku merasa senang.

"Mm-hm." Gumamku tersenyum lebar.

"Kau akan pergi dengan kami?" Tanyanya lagi, kali ini dia bersikap sedikit baik padaku.

"Tidak terimakasih, aku ingin, namun Zach akan menjemputku." Jawabku sedikit malu.

"Whoaa Zach, a boy."
"Yes."
"You have to prepare everything. I will do yours, wait a minute."
"Sure."

             Sara mendandaniku, aku baru menyadari bahwa menjadi seorang remaja sungguhan adalah hal yang sangat menyenangkan. Tangan Sara yang kecil dengan cekatan memoles seluruh sudut wajahku yang bulat. Setelah itu, kami pergi ke kamarku dan Maddi bergabung. Mereka membantuku memilih baju yang sesuai.

"Bagaimana dengan ini?" Tawar Maddi membawa celana jeans pendek dan baju tak berlengan.

"Kau gila? Bahkan Lionel Messi bisa bermain bola di atas pahaku." Tolakku hiperbola. Itu benar.

"Baik, bagaimana dengan ini?"

Kali ini Maddi mengangkat celana panjang kain berwarna putih dan sebuah tank top longgar floral, aku mengangguk kemudian Sara menambahkan jaket berbahan jeans. Mereka juga membuat rambutku menjadi lebih bergelombang dan terurai.

"Um El, aku ingin minta maaf padamu atas apa yang terjadi di aula." Ucap Maddi pelan seraya mengurus rambutku, aku hanya diam.

"Anggap saja ini adalah permintaan maafku." Ujarnya lagi, "Kau terlihat sangat manis."

"Terimakasih Mad, baiklah santai saja."

Semuanya sudah selesai. Pesta remaja pertamaku, semoga kau tidak mengacau kali ini.

"Ella, temanmu sudah datang!"

SIZETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang