That's Why I Did - 10

47 11 5
                                    


That's Why I Did – 10

"Kamu kenapa sih, Gil?"

Prim baru mengeluarkan komentar ketika motor Gilang sudah terparkir rapi di parkiran kampus. Sejak perjalanan ke kampus, Gilang hanya diam tidak mengindahkan Prim sekalipun. Prim yang mendapat perlakuan seperti itu yang pasti tidak berniat bertanya dengan apa yang dipikirannya. Namun sepertinya Prim tetap tidak bisa hanya diam seperti itu, Prim perlu tahu.

"Emang kenapa sama aku?"

Gilang sudah melangkah lebih dulu. Prim perhatikan Gilang dari tempatnya berdiri. Raut wajahnya terlihat jelas, dia sedang memendam sesuatu. Sesuatu yang sangat mengganggu sepertinya, sesuatu yang tidak Prim tahu.

Prim berjalan ke ruangan kelas, mengekori Gilang yang berjarak beberapa langkah didepannya. Mungkin Gilang terlalu stres memikirkan acara kampus yang semakin mendekati harinya atau dia sedang kesusahan dengan teman anggotanya. Atau mungkin juga dia sedang ada masalah di rumah. Apa dia sedang PMS? Jelas tidak, Prim. Mungkin itu ada di daftar terakhir yang bisa buat Gilang sedingin itu. Tidak! Tidak akan ada di daftar apapun, Prim! Berpikir jernih!

Prim masih memikirkan kemungkinan apa saja yang membuat Gilang seperti ini ketika tiba-tiba dia menghentikan langkahnya yang hampir membuatnya menabrak punggungnya. Prim masih diam membiarkan Gilang berpikir dengan suasana hening ini. Hey, untuk apa Prim ikut berhenti? Apa hubungannya pikiran Gilang dengan Prim?

Prim melangkahkan kakinya, tidak perduli dengan Gilang. Kenapa Prim yang harus ikut repot?

"Saudara? Mas Jonathan?"

Pertanyaan Gilang otomatis membuat langkah Prim terhenti. Seharusnya sudah Prim sadari hal itu sejak malam mereka berkunjung ke rumah Gilang. Prim membalikkan badan memberanikan diri menatap tatapan Gilang yang mungkin sedang sangat ingin membunuhnya. Baiklah Prim mulai lebay lagi.

"Jadi Mas Jonathan yang buat kamu cepet-cepet pulang?"

"Aku udah lama banget gak ketemu dia, jadi wajar kalau harus cepet-cepet pulang."

Prim menatapnya, Gilang masih terdiam menatapnya dengan tatapan sebelumnya. Sesekali Prim mengalihkan pandangannya sambil menggigit bibir bawahnya, menunggu bagaimana reaksi Gilang.

"Sampe ngelarang aku megang tangan kamu,"

"Wajar dong kalau seorang kakak ngelarang,"

"Mas Reno aja gak masalah, kenapa Mas Jonathan harus ngelarang?"

"Kenapa itu harus jadi masalah?"

Prim sudah kehabisan jawaban, juga kehabisan kesabaran menghadapi Gilang sekarang. Sudah tidak bisa lagi mengendalikan emosi.

"Jelas masalah, Prim. Bahkan Mas Reno aja gak masalah, kenapa dia yang harus repot sampai masang muka sinis gitu? Dia siapa ngelarang orang buat megang tangan kamu?"

"Dia Jonathan!" Nafasnya sampai terengah-engah mendengar pertanyaan dari Gilang.

"Karena dia Jonathan," Prim berusaha dan harus mengendalikan emosinya, Prim tidak ingin mengambil risiko membongkar rahasia tentang Jonathan. Tidak hari ini.

"Dan kenapa sekarang kamu nyebut dia "Jonathan", bukannya itu sedikit aneh, Prim?"

"Maaf, tapi kenapa kamu harus megang tangan aku?"

That's Why I DidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang