That's Why I Did –12
Setelah membuat salah satu kenangan yang tidak mudah dilupakan itu. Hari ini Jonathan pulang. Prim mengantarnya ke bandara, juga Reno. Prim sudah berjanji dengannya semalam tidak akan nangis. Lagipula semuanya akan baik-baik saja. Prim hanya tidak bertemu dengannya, tapi mereka masih bisa berhubungan dengan telepon. Lain waktu juga dia akan kesini lagi, Prim juga kalau libur diperbolehkan mengunjunginya dengan uang tabungannya.
Tidak akan ada masalah dengan mereka. Dengan hubungan mereka. Jarak tidak membuat semuanya sulit.
"Jaga kesehatan, jangan sok-sokan mau diet. Inget, Prim! Aku jauh, gak bisa sejam sampe kesini. Jangan sampe sakit, ngerti?"
"Iya, Jonathan."
Waktu keberangkatan Jonathan sebentar lagi. Dia sudah memeluknya. Reno? Reno menunggu diluar.
"Apapun yang terjadi, Aku sayang kamu. Inget itu, Prim."
"Iya, Nath. Aku gak akan lupa,"
"Aku sayang kamu, Prim."
"Aku sayang kamu, Nath."
Jonathan sudah beranjak meninggalkannya, berjalan menghadap belakang. Prim tersenyum melambaikan tangan kearahnya.
"Awas nabrak orang,"
Prim setengah berteriak kepadanya, namun Jonathan tetap saja berjalan seperti itu. Sampai dia menghilang dibalik dinding yang menghalangi mereka. Prim menghembuskan nafas, lalu berjalan keluar menemui Reno. Ninja yang dipakai Jonathan kemarin sengaja dititipkannya ke Reno. Katanya biar Reno yang mengantar-jemputnya kemanapun. Bukan Gilang.
"Mau langsung pulang?"
"Disini bentar ya,"
Prim menunggu pesawat yang membawa Jonathan tumpangi pergi. Baru Prim akan pulang. Tidak berapa lama setelah itu sebuah pesawat terbang diatasnya.
"Apapun yang terjadi, Aku sayang kamu. Inget itu, Prim."
Prim tidak tahu apa maksudnya kalimat itu. Namun satu hal yang dia tahu, Prim percaya itu. Aku percaya kamu, Nath. Inget itu.
***
Ketika sampai di rumah, mereka langsung disambut oleh Gilang. Reno lantas langsung masuk dan menutup pintu setelah Gilang menyapanya. Prim sendiri bersikap seperti biasa. Berpura-pura tidak mengetahui apapun. Menganggap kalau kejadian kemarin, Gilang hanya menyanyi biasa. Itulah yang Prim pikirkan.
"Kemarin aku kesini, tapi kamu gak ada. Mas Reno juga."
"Oh. Kemarin aku nemenin Mas Jonathan main,"
"Tapi kemarin gak ada orang tapi pintu gak kekunci,"
Prim mengerutkan dahi, berusaha memahami maksud Gilang. Namun sepertinya mengetahui maksud ekspresinya.
"Ada banyak bunga mawar di rumah,"
"Eh."
Entah kenapa Prim menggosok tengkuknya. Hal yang biasa Prim lakukan jika sedang kebingungan. Jika saja Gilang itu Jonathan atau Gale, mereka pasti sudah bisa mengerti.
"Jadi kemarin itu..."
Prim menggantungkan kalimatnya, mencari-cari jawaban yang sesuai dengan keadaan ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
That's Why I Did
Romance-That's Why I Did- Aku bisa melakukan apa yang kalian katakan tidak bisa. Kalian bilang aku tidak bisa melupakan Jonathan? Aku bisa! Aku bisa karena prinsipku itu. "Kau bilang bisa melakukan apapun? Coba kau patahkan prinsipmu itu. Aku rasa kau tida...