That's Why I Did – 4
Terik matahari Prim rasa sampai ke bumi tanpa penghalang apa pun. Panasnya terasa membakar kulit siapa saja yang berada di luar rumah. Prim terpaksa harus berjalan ke kampus. Keringatnya bercucuran, baju yang dia kenakan sekarang sudah mulai terasa lembab. Sial, tiga tahun Prim di kota ini bisa-bisa jadi sosis bakar. Apa tidak ada satu pun taksi yang melintas?
Sebuah sepeda motor yang dikendarai oleh cowok yang melaju melewati Prim tiba-tiba berhenti. Prim hanya mengangkat bahunya dan melanjutkan langkahnya melewatinya.
"Udah tau panas begini pake acara berhenti," Prim menggerutu karena orang itu berhenti di depannya. Tidak perduli orang itu mendengarnya atau tidak.
"Kamu anak gadis yang semalem ke rumah, kan?" Pertanyaan itu membuat langkah Prim terhenti. Semalem? Prim teringat sesuatu. Prim membalikkan badan, cowok itu membuka kaca helmnya. Gilang.
"Mau ke kampus bukan?" tanya Gilang. Prim hanya mengangguk dan melanjutkan langkahnya.
Prim mendengar Gilang menghidupkan mesin motornya lagi. Prim tidak perduli. Prim hanya ingin cepat-cepat sampai kampus, disini panas sekali.
Namun di luar dugaan Gilang kembali melewatinya dan menghentikan motornya. Dia membuka helmnya kali ini dan memberikannya kepada Prim.
"Pake ini. Kebetulan aku juga baru mau ke kampus, bareng aja."
Prim terkejut sekaligus heran dengan cowok ini, bisa-bisanya dia berlagak seolah sudah lama mengenalnya. Dan juga, bukankah seharusnya dia yang mengenakan helm? Mengapa memberikannya pada Prim?
"Aku cuma bawa satu helm, jadi gak apa-apa pake aja. Daerah sini jarang di lewatin taksi. Lagian tahun ajaran baru taksi pada di kota," jelas Gilang yang tidak memperdulikan tatapan Prim yang heran. "Ayo, naik. Makin siang cuacanya makin panas." Prim jelas saja langsung menuruti katanya. Bukan karena tertarik, tapi lebih karena kebutuhan. Siang ini panas sekali.
Di perjalanan ke kampus, baik Prim maupun Gilang tidak mengeluarkan satu kata pun. Prim sibuk memikirkan apa yang akan Prim lakukan disana, siapa saja yang akan nya temui, bagaimana kalau ada yang bertanya-tanya. Sudahlah, Prim akan menjalaninya saja.
Gilang memarkirkan sepeda motornya di parkiran khusus motor. Prim turun terlebih dahulu, mengucapkan terima kasih atas tumpangannya dan melihat keadaan kampus ini. Sepertinya cukup banyak mahasiswa di kampus pada jam seperti ini melihat banyaknya motor yang terparkir di parkiran.
Gilang menghampirinya. "Aku masuk duluan yaa," Gilang melangkah meninggalkannya.
Lagi-lagi Prim hanya tersenyum mengangguk. Namun Prim tiba-tiba teringat, "Eh Gil, kalau gedung administrasi dimana?" Tanya Prim setengah teriak.
"Itu," tunjuknya. "Gedungnya yang paling tinggi,"
KAMU SEDANG MEMBACA
That's Why I Did
Romansa-That's Why I Did- Aku bisa melakukan apa yang kalian katakan tidak bisa. Kalian bilang aku tidak bisa melupakan Jonathan? Aku bisa! Aku bisa karena prinsipku itu. "Kau bilang bisa melakukan apapun? Coba kau patahkan prinsipmu itu. Aku rasa kau tida...