That's Why I Did - 13

47 4 2
                                    

That's Why I Did– 13

Tidak terasa liburan berakhir. Setelah hari itu Gilang dan Prim berjanji tidak akan merasa canggung dan juga tidak akan membahas masalah itu sampai Gilang benar-benar yakin tidak menyukai Prim lagi. Sesekali Prim merasakan Gilang menghindarinya, namun Prim biarkan saja. Terserah Gilang mau bagaimana, asalkan kalau sedang didekatnya dia merasa nyaman.

Pernah satu kali saat di kampus saat jam pelajaran sudah habis, dia langsung beranjak keluar kelas. Berpura-pura ada janji dengan temannya karena tidak ingin mengantarnya pulang. Ah iya, sejak kejadian itu Prim sudah bilang kalau Prim akan pergi ke kampus dan pulang dari kampus sendiri. Namun Gilang melarang berkali-kali, katanya tidak apa-apa kalau hanya mengantar-jemputnya.

Namun hari itu Gilang sengaja tidak ingin mengantarnya pulang. Pasti sedang ada yang mengganggu pikiran Gilang kalau seperti itu atau tidak dia sedang mencoba menghindari sesuatu. Prim tahu itu. Jadi Prim biarkan saja dia.

Hari ini juga sama, Gilang tidak mengantarnya. Entahlah kali ini Prim tidak tahu dia sengaja atau tidak melakukannya. Gilang bilang ada urusan yang harus dikerjakannya. Prim memutuskan untuk pulang langsung. Prim tidak mencari taksi, juga tidak menghentikan angkutan umum. Prim memilih untuk berjalan kaki.

Sudah dua minggu lebih dari Jonathan pulang, Prim masih belum mendapat kabar darinya. Beberapa kali nyacoba menghubungi teleponnya, namun hasilnya nihil. Telepon Jonathan mati. Mungkin dia lagi sibuk, jadi harus matiin hp.

Prim penasaran. Prim keluarkan telepon genggamnya, lalu mencoba menghubunginya lagi. Suara yang terdengar dari telepon itu membuatnya menghembuskan nafas berat. Hasilnya sama saja, server.

"Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan..."

"Prim,"

Prim menengok kebelakangnya dan melihat Gilang melajukan motor menghampirinya.

"Ngapain jalan sih?!"

"Lagi pengen jalan, Gil."

"Tapikan ini udah lumayan jauh, Prim. Udah mau sampai kompleks,"

Prim melihat sekelilingnya. Benar saja, Prim sudah sampai di taman dekat kompleks, Prim sudah tinggal berjalan sebentar lagi lalu sampai di kompleks rumahnya.

"Naik sini. Pulang bareng, Prim."

"Gak usah duluan aja,"

"Gak mau naik motor?"

"Duluan aja gak pa-pa, Gil. Aku mau jalan aja,"

Gilang tiba-tiba turun dari motornya, membawa motornya sambil berjalan. Bukan mengendarai.

"Ngapain turun, Gil?"

"Nemenin kamu jalan,"

Prim tertegun. Bukankah yang dilakukan Gilang adalah sesuatu yang romantis? Namun kenapa Prim merasa tidak enak? Kalau saja Prim adalah wanita lain yang tidak mempunyai pacar, bisa saja Prim sudah jatuh cinta dengan Gilang.

"Naik motor yuk, Gil."

"Kamu maunya jalan, Prim."

Teleponnya berdering. Prim baru saja ingin bersukacita karena teleponnya berdering, Prim pikir itu telepon dari Jonathan namun yang dia lihat nama Gale. Tapi dia tetap bersenang hati karena Gale meneleponnya.

"Halo, Gale."

Gilang yang mendengar Prim menyebutkan nama Gale langsung menoleh kearahnya. Mereka berhenti sejenak. Untungnya cuaca siang ini tidak panas, malah kelihatan akan hujan.

That's Why I DidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang