Happy reading!🎈
▥▥▥▥
Sewaktu Andin ingin menduduki bangku nya, mata nya tertuju kepada satu tas jansport abu-abu polos itu. Ia mengerutkan kening nya seolah sedang berpikir, siapa yang menduduki bangku sebelah nya itu berhubung Andin duduk sendirian dikelas. Sementara kedua sahabat nya berada dibangku depan. Ia pun beralih menatap kedua sahabat nya itu yang sedang sibuk bersama gadget dan satu nya sibuk dengan pop mie ditangan.
"Woi kutu kupret, jelasin sama gue ini tas siapa." Andin menunjuk-nunjuk tas yang tergeletak diatas bangku sebelah nya, menanyakan asal dari benda tersebut.
Intan dan Essy beradu pandang untuk beberapa detik. Disaat mereka ingin menjelaskan, orang yang dimaksud datang menghampiri mereka, alias pemilik dari tas yang menjadi bahan perbincangan mereka. Tanpa banyak bicara dan mempedulikan keadaan sekitar yang sedang gaduh oleh tas milik nya, ia duduk dengan buku sastra ditangan seolah buku sastra itu menjadi fokus nya tersendiri.
Andin melongo melihat orang disebelah nya itu, kacamata tebal dengan rambut yang digel namun disisir kesamping seperti anak culun, dan celana yang dinaikkan hingga melewati batas pinggang. Andin terdiam beberapa saat, kemudian ia menghela napas pelan.
"Kenapa lo bisa duduk sama gue?" Andin duduk di bangku nya seraya menghadap ke lelaki itu tanpa mengalihkan mata nya. Anak lelaki yang sedang fokus dengan buku sastra nya beralih menatap Andin beberapa detik. Kemudian ekspresi takut tergambar jelas diwajah nya.
"A-aku ga tau, Pak Hendra yang nyu-nyuruh aku du-duduk sini." ucap nya terbata-bata sekaligus gemetar karena tatapan mata Andin.
Andin menarik napas dan menatap kedua sahabat nya datar. Seolah mengerti arti tatapan itu, Intan menengahi.
"Eh-eh Tante girang, dengerin gue. Jadi, dia ini anak baru. Pindahan dari Semarang. Dia udah dua hari disini. Waktu pertama masuk, pak Hendra nyuruh dia duduk bareng Dion. Tapi dia nolak, karena dia bilang ga mau duduk bareng anak culun." Tutur Intan, sebenarnya ia takut Andin marah mendengar nya karena mereka tak mengabari nya sedikit pun perihal anak baru apalagi duduk dibangku nya.
Essy menghela nafas,dan melanjutkan cerita Intan yang terpotong.
"Terus pak Hendra beralih ke bangku lo yang kosong. Pak Hendra nanyain lo duduk sama siapa, gue bilang duduk bareng makhluk tak kasat mata." sambung Essy.
"Wah anjir parah gila lo. Lo kira gue indigo." balas Andin heboh.
"Hehehe engga deng, becanda. Ya terus gue lanjutin klarifikasi nya biar pak Hendra tercintah ngerti. Abisnya tuh muka nuntut banget gitu nanya nya kaya laki yang nuntut bini nya ena-ena dimalem pertama."
"Syaitan! Mulut lo itu ga pernah dibacain yasin apa gimana sih. Asal nyerocos aja." sahut Intan kemudian.
Andin pun mengusap wajah nya frustasi, mau tidak mau ia harus menerima semua ini. Karena menolak permintaan guru bukan salah satu kriteria Andin seperti anak lain nya. Dia akan selalu senang hati menerima apapun keputusan guru mengenai diri nya. Akhir nya ia menoleh ke anak lelaki tadi yang sudah gemetar, Andin pun tersenyum simpul.
"Nama lo siapa?" tanya Andin yang sukses membuat kedua sahabat didepan nya melototkan mata.
Lelaki itu masih bergeming, dan setia melihat buku dipegangan nya yang Andin yakin tidak ia baca.
"Jangan takut sama gue, oke. Nama lo siapa?" tanya Andin ulang.
"Gu-gue Jordan." jawab nya tanpa berani menatap Andin.
"Kenalin, gue Andin." Andin mengulurkan tangan kanan nya.
Jordan melirik nya ragu, dan mulai menerima uluran tangan itu yang dibalas senyuman oleh Andin.
KAMU SEDANG MEMBACA
True Love Story
Teen FictionHarus kah aku berjalan diatas kerikil, melewati pecahan beling serta menapakkan kaki diatas duri-duri agar bisa mengakhiri my true love story? Luka dan tawa semua nya telah aku rasakan Bahkan langit pun merasa iba atas perjalanan ku dibawah naungan...