Jenazah nya telah di kuburkan. Setelah ditumpuk tanah, lalu di taburi bunga bermacam warna diatas nya. Pagi itu matahari sedang cerah. Namun kecerahan matahari tak sama dengan suasana hati wanita itu yang sedang mendung.
Memang, kenyataan yang paling pahit yang ingin dihindari setiap orang adalah saat ditinggal oleh orang yang berharga di hidup nya untuk selama-lama nya. Tak ada yang menyakitkan dari itu. Bahkan jika boleh meminta, biar diri nya saja yang menggantikan agar dia tak merasakan kesendirian dan kesepian sewaktu di dunia karena tak ada sosok itu disamping nya.
Air mata nya terus mengalir. Beberapa orang sudah pergi dari makam itu sambil mengusap bahu nya sebelum berlalu. Sekedar menyalurkan rasa bela sungkawa dan memberikan kekuatan agar sabar dalam menerima nya.
Sampai kapan pun, sabar itu tak akan tumbuh.
Ia terus menangis, memeluk nisan yang sudah dibasahi oleh air mata nya. Orang-orang yang masih ada didekat nya juga tak kuasa menahan tangis. Melihat wanita yang duduk bersimpuh didepan gundukan tanah yang masih belum kering, mengalirkan air mata nya seakan tak akan ada hari esok.
Ia belum siap ditinggal oleh nya. Ia belum siap ditinggal pelindung nya. Ia belum siap menerjang badai kehidupan sendirian.
Melihat pemandangan pilu itu, segera Andin berhambur kedalam pelukan Jordan. Menguraikan air mata nya disana hingga membuat kemeja yang di kenakan Jordan basah.
Namun lelaki itu tak peduli jika harus kemeja nya basah oleh air mata, ia terus mengusap puncak kepala Andin dengan sayang agar wanita nya itu tetap tenang.
Bukan nya Jordan tak sedih atas kepergian Ayah nya Delina. Meskipun keluarga itu pernah mengkhianati keluarga nya bahkan dalam urusan pribadi nya sekalipun, namun ia tetap bersedih atas cobaan yang menimpa keluarga tersebut. Tak ada dendam yang tumbuh dihati nya. Bahkan ia harus tetap menolong kehidupan keluarga Delina setelah tak ada kepala keluarga didalam nya.
Ia sudah merelakan dan mengikhlaskan semua nya terjadi.
"Sayang, udah dong nangis nya." ujar Jordan berbisik kepada Andin.
Namun gadis itu seolah tak mendengarkan nya. Ia tetap sesenggukan dibalik dada bidang Jordan. Ia sedih melihat keadaan Delina sekarang. Ia membayangkan kalau dirinya yang berada diposisi nya saat ini.
"Aku sedih.. Aku gak bisa bayangin kalo aku yang ada di posisi Delina." ujar Andin ditengah-tengah tangis nya.
"Ssstt.. Ga boleh ngomong gitu. Semua nya pasti ngalamin ini. Udah ya, jangan sedih. Ada aku disini." ujar Jordan berusaha menenangkan.
"Daan.."
"Hmmm?"
"Aku kangen Ayah."
Jordan melihat kearah Andin sekilas, dan kembali mengusap bahu nya pelan. "Ya udah, nanti pulang hubungi Ayah ya."
Andin mengangguk. "Tapi kamu jangan pulang. Temenin aku."
Sekilas Jordan mengerutkan kening nya lantas ia pun mengangguk mendengar permintaan wanita nya itu.
"Iya, udah jangan nangis lagi ya." Jordan pun mengusap air mata Andin dengan ibu jari nya.
Setelah pulang dari pemakaman Ayah nya Delina, Jordan segera menuju kerumah Andin. Mengabulkan permintaan gadis itu untuk tetap disamping nya nanti.
"Daan.."
"Iyaa, kenapa sayang?"
"Aku haus."
Jordan melirik Andin dan tersenyum sekilas. "Iya, kita beli minum ya."
"Kamu kenapa senyum-senyum?"
KAMU SEDANG MEMBACA
True Love Story
Teen FictionHarus kah aku berjalan diatas kerikil, melewati pecahan beling serta menapakkan kaki diatas duri-duri agar bisa mengakhiri my true love story? Luka dan tawa semua nya telah aku rasakan Bahkan langit pun merasa iba atas perjalanan ku dibawah naungan...