2. Asumsi Marvel

3.9K 308 0
                                    

"Zi ngantin yuk! Seumur - umur kenal sama lo. Perasaan lo ga pernah ngantin sama gue." rengek Antya pada Keizi.

Keizi hanya tersenyum.

"Enggak deh gue mau ke atap aja, makan bekel yang udah mbok minah bikinin. Kan sayang kalo bekelnya ga di makan." tolak Keizi dengan lembut.

"Alah ngeles mulu lo. Tiap gue ajak ngantin alesannya itu itu mulu. Basi tau gak. Lagian lo kayak anak SD aja sih masih bawa bekel makanan? Anak SD jaman sekarang aja udah pacaran tau ga. Udah ga bawa bekel lagi." Sungut Antya.

"Haha lain kali deh."

"Lain kali nya tuh kapan? Gue juga pengen kali ke kantin bareng sahabat gue."

"Iya nanti ya, suatu hari hehe."

Diambang pintu kelas, seseorang melambai lambai ke arah Antya. Anak laki-laki itu Harris, Armaghan, kekasih Antya. Rambut ikal yang berwarna coklat terang itu menghiasi wajah yang berkulit putih pucat milik Harris. Kawan karib Marvel ini juga tidak bisa dijauhkan dengan kata tampan. Hanya saja Harris adalah laki-laki yang manis dan memiliki tipe polos diwajahnya. 

"Ke kantinnya sama Harris aja noh! Cogan lo udah nungguin." tunjuk Keizi kearah pintu, meski matanya tidak mengarah kesana

"Yaudah gue ke kantin dulu. Tapi inget suatu hari lo harus ke kantin bareng gue.Awas aja kalo pas gue ajak lagi, lo gue bunuh!"  Ancam Antya memelototi Keizi yang cuma nyengir kuda.

"Iya iya gue janji."

Antya pergi meninggalkan Keizi ke kantin bersama Harris.
Keizi pun melangkahkan kakinya menuju atap sekolah untuk makan siang.

Keizi menghembuskan napas beratnya ketika sampai disana. Keizi pun mendaratkan diri di sofa bekas yang sengaja disimpan oleh pihak sekolah. Sofa berwarna navy itu terlihat usang namun itu sudah menjadi singgah sana Keizi jika sedang makan siang disana.

"Berat banget jadi gue ya Tuhan, makan aja sampe harus ke atap dulu baru bisa tenang. Apa gue minta mami buat pindah sekolah aja ya? Kayanya kalo gue sekolah di SMA Femme Fatale gue gabakalan sesulit ini jalanin hari. Dasar nasib gasuka cowok ganteng" Gumam Keizi sambil memandang kosong ke arah lurus dengan pandangannya

Keizi mengeleng-gelengkan kepalanya.

"Mikir apa sih gue? Mami gapunya waktu buat urusin sekolah gue. Oke coba kita lihat apak yang mbok Minah masak untuk makan siang princess Kekei?"

Keizi membuka penutup wadah makan yang berada di atas pangkuannya. Wadah makan berwarna pink dipadupadankan dengan ungu cerah sebagai pemanis. itu di isi dengan nasi goreng keju. Keizi pun melahap makan siangnya. Dia menyukai semua masakan Mbok Minah. Karena memang Mbok Minah yang siap memasakkan apapun dan kapanpun untuk Keizi.

"Coba aja Mami juga masakin gue bekal kaya gini."ucapnya mellow.

Tanpa Keizi sadari ada yang mendengar apa yang ia katakan. Siapa lagi jika bukan Marvel yang bersembunyi dibalik tumpukan karung yang menggunung di sudut atap sekolah.

"Gasuka cowok? Sekolah cewek? Dia Lesbian?"
Marvel bergidik ngeri.
***
"Mbok, Izi pulang." Salam Keizi saat memasuki rumah besar bergaya eropa itu.

"Non? Gimana hari ini sekolahnya?" Mbok Minah membawakan tas hitam kesayangan Keizi yang ia gendong.

"Seperti biasa mbok, melelahkan. Banyak hantu disekolah hehe."

"Apa mbok bilangin nyonya? Biar non pindah sekolah? Mbok denger di SMA Cakradara itu terkenal sama cogan nya."

"Haha mbok itu kan SMA yang paling elit dikota kita. Wajarlah banyak yang ganteng disana. Minimal ga ganteng juga mereka berduit, bisa permak muka mereka ke salon."

"Ih non, emangnya itu muka, celana levis apa bisa dipermak."

"Haha ya cuma itu yang Izi bisa lakuin buat mami, mbok. Dengan nurutin kemauan mami, siapa tahu Izi bisa diperhatiin sama mami." Keizi tersenyum pahit.

Mbok Minah mengegenggam tangan Keizi.

"Yang sabar ya non, nyonya kerja banting tulang dan itu semua buat non Izi juga. Soal pindah sekolah mbok bakalan nyoba bilang ke nyonya."

"Ga usah mbok!"

"Tapi setiap hari mbok khawatir sama non Izi."

Keizi sudah menganggap mbok Minah seperti ibunya. Dari kecil memang seorang janda berumur 40 tahunan itu menyayangi Keizi seperti halnya anak kndungnya

"Ngomong sama mami juga percuma. Biarin gini aja siapa tau penyakit nyebelin itu suatu hari ilang. Hehe"

"Lagian non punya penyakit kok aneh banget."

"Kan bukannya Izi yang mau mbok, yeee.... mbok Izi ke kamar dulu ya."

"Nggih non."

Keizi masuk ke kamarnya. Merebahkan tubuh mungilnya di single bed ber bedcover merah maroon. Berharap semua kelelahannya berhamburan rontok dari tubuhnya.

Ditempat lain, Marvel masih mengunci diri di kamar mewahnya.

"Tuan muda, Ibu menyuruh anda untuk turun dan makan malam."

"Bilangin Mama Marvel gamau makan."

"Atau saya yang antarkan makanannya ke kamar ya?"asisten rumah tangga itu tak lelah membujuk Marvel untuk makan malam.

"Gausah!"

"Marvel!! Kamu kenapa sih? Cepetan turun! Ga enak kan papa udah nungguin kamu!" Kali ini mamanya turun tangan.

"Anterin aja lah ma makanannya, Marvel lagi males keluar kamar!"

Mamanya mengalah dan menyuruh salah satu pelayannya membawakan makanan untuk Marvel. Inka, mamanya Marvel, pun turun menemani suaminya makan malam.

"Kalo dia beneran lesbian gimana?" Marvel merengek.

Jauh sebelum ini dia telah menyadari jika perasaannya pada gadis itu bukan hanya penasaran dan ingin berteman. Karena rasa itu sudah berubah menjadi rasa suka.

"Ah gue patah hati." Tambahnya lagi masih dengan nada yang sama.

Marvel membuka laptopnya. Dia bermain di akun medsosnya. Dia mengetik nama Keizi di mesin pencarian, berharap dia menemukan akun gadis mungil itu. Tapi nihil dia tak menemukannya. Dia menutup laptopnya kasar dan merubuhkan diri diatas kasurnya. Matanya memandang lurus ke langit-langit kamarnya.

"Apa gue nyerah aja ngejar dia?"
﹏﹏﹏

Handsome PhobiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang