23. "Saya Papinya."

2.1K 163 1
                                    

"Keizi mana????"tanya Marvel pada Antya ketika ia masuk kelas.

Antya yang sedang bergelayut manja pada sang pacar langsung membenarkan posisinya.

"Kei? Gatau! Tadi om om kesini bawa dia keluar."

"Om om?"

"Iya gantengnya pake banget lagi, lo mah upilnya kali vel!"

Marvel melempar sembarang tas hitam yang menyampai di bahunya. Kemudian bergegas keluar kelas.

"Yeeh si Marvel kenapa sih yang? Sok panik banget. Keizi nya aja biasa aja kan tadi."sungut Antya, kesal melihat aksi over Marvel.

Harris hanya mengangkat bahu tak ingin banyak komentar.

Dilain tempat, Keizi meremas kuat sebuah foto di genggamannya. Menahan rasa selama ini ia pendam.

"Keizi! Ini papi sayang!" Samuel berlutut dihadapannya.

"Buat apa sekarang anda kembali ke kehidupan saya?" Nadanya tegas namun masih memedam kesedihan.

"Papi kangen sama kamu nak! Papi juga pengen meluk kamu. . ."

"Terus kenapa baru sekarang anda dateng. Kenapa baru sekarang? "

"Dengerin dulu penjelasan papi!"

"Apa yang mau anda jelasin? Anda ga akan pernah rasain gimana rasanya kesepian kan tanpa seorang ayah?"

"Iya papi tau sayang! Papi nyesel, bener - bener nyesel."

Keizi bangkit dari tempat duduknya. Kemudian meninggalkan Samuel yang masih terisak. Keizi setengah berlari.

Brukk!

Keizi menabrak tubuh tegap Marvel yang dengan sigap menangkap Keizi agar tidak terjatuh ke lantai.

"Kamu gapapa?" Tanya marvel cemas.

"I..ya gapapa."jawab Keizi mengusap pipinya.

"Kamu nangis?"

"Engga kok el! Kamu mau kemana bentar lagi masuk loh!"

"Kamu jangan bohong! Kamu nangis kenapa?"

"Engga aku ga nangis!"

Marvel mengalah daripada dia harus bercekcok mulut dengan Keizi dia diam.

"Ya udah kita ke kelas!"ajak Marvel.

Keizi hanya mengangguk menyetujui. Marvel meraih tangan kanan Keizi. Dan menariknya lembut ke kelas.
***
"Aku masuk dulu yah!" Pamit Keizi pada marvel ketika mobil merah Marvel terparkir manis di di depan rumahnya.

"Iya!"

Ketika Keizi membuka pintu mobil hendak keluar, tangan Marvel dengan reflek menahan lengan Keizi.

Keizi memandang Marvel heran.

"Zi! Kalo ada sesuatu yang bikin kamu gak nyaman, ceritain sama aku ya! Siapa tau aku bisa bantu!"

Keizi mengelus punggung tangan Marvel yang masih menempel di tangan nya.

"Iya!"jawab Keizi selembut mungkin.

Marvel menarik Keizi kepelukannya. Mengecup kening Keizi.

"Aku sayang sama kamu! Jadi jangan simpen masalah sendiri, karena aku ga bisa liat kamu sedih!"

Keizi yang terkesima dengan tutur kata Marvel langsung tersenyum lebar. Keizi menangkup kedua pipi Marvel.

"Aku juga sayang sama kamu vel."

Keizi pun turun dari mobil Marvel dan masuk ke rumahnya. Marvel masih dengan termenung dengan perasaan khawatirnya.  Memandangi punggung sang kekasih yang semakin menjauh. Marvel tahu ada banyak beban di bahu Keizi. Tapi dia tidak bisa membantu apapun. Karena Keizi sendiri menutupi masalahnya serapat mungkin.

Keizi memutar kenop pintunya. Terlihat Dina terduduk di sofa ruang tamu sedang memijit pelipis alisnya. Keizi hanya melewatinya seolah tak ada nyawa disana.

"Tunggu!"

Keizi membalikkan badannya dengan malas.

"Kenapa?" Tanya Keizi dingin.

Dina mengangkat selembar kertas foto menggunakan tangannya.

"Ke..napa, foto ini a..da di kamar kamu?"
Dina bertanya dengan gagap. Seolah takut, kanget dan khawatir seketika menghantuinya.

"Oh! Itu aku dikasih papi! Kenapa emang?"jawab Keizi santai.

"Paa..pi? Maksud kamu siapa?"

"Samuel chwe! Bahkan kami punya nama belakang yang sama."

"Jauhin orang itu!"

"Kenapa mami selalu nyuruh izi jauhin orang yang gabisa izi jauhin? Kemarin mami nyuruh izi buat jauhin Marvel, dan sekarang papi. Izi butuh papi, mi!"

"Kenapa kamu ga nurut aja sama omongan mami? Itu juga demi kebaikan kamu!"

"Alah selalu aja bilang demi kebaikan izi. Kalo itu emang bener - bener demi kebaikan izi, mami ga bakalan nyuruh izi jauhin papi! Mungkin mami juga ga bakalan pisah sama papi kalo mami beneran mikirin hidup Izi! Izi butuh figur seorang ayah! Izi juga butuh orang tua! Izi butuh kasih sayang dari kalian! Selama ini kesepian mi! Izi juga pengen kaya anak-anak lain."

Semakin rendah nada bicara Keizi. Semakin parau suaranya. Keizi menangis di hadapan ibunya. Dina melengos ke kamar tidurnya. Meninggalkan Keizi dengan curahan hatinya yang tidak mendapat tanggapan sepatah katapun.

Keizi menangis sejadi - jadinya. Kemudian mbok minah datang dan menenggelamkan Keizi ke dalam pelukannya.

"Nangis aja non! Masalah emang nda bisa diselesaikan sama nangis, tapi setidaknya dengan nangis non bisa tenang!"
***
"Hah? Orangtua Keizi chwe mensponsori sekolah kita wisata ke jepang seminggu?"

"Iya! Wah berarti ortunya Keizi lebih tajir dari berlian dong ya!"

"Lo yakin? Emang ortunya Keizi kerja apa sih?"

Percakapan para penggosip itu langsung terhenti karena sang tokoh yang sedang dibicarakan datang ke kelas. Semua orang yang ada di kelas mengerubungi Keizi seketika.

"Keizi iya orang tua kamu yang mensponsori wisata kita ke jepang?"

Yang ditanya hanya melongo tak mengerti.

Tok..tok..

"Anak - anak tolong duduk dibangku kalian masing - masing!"

Pa Andy sudah melotot di ambang pintu melihat para murid bergerombol di bangku keizi. Semuanya menurut dan langsung duduk di bangku masing -masing.

"Oke buka halaman 127!"

"Pa!" Windy mengangkat tangan.

"Ya?"

"Untuk acara wisata ke jepang, apa benar orang tua Keizi Chwe yang membiayai?"

"Iya saya dengar begitu. Ucapkan terima kasih pada keizi!"

"Tapi kan maminya Keizi cuma pengusaha kecil, sama daddy aku aja kayaan daddy aku!"

Keizi menutup kupingnya rapat-rapat.

"Bukan ibunya, tapi ayahnya!"jawab pa Andy tegas.

"Ayah? Bukannya dia anak haram ya? Dia kan ga pernah punya ayah dari sejak bayi."

Windy dan teman - temannya tertawa puas.
Marvel memandang kesebelahnya. Namun orang yang disampingnya hanya fokus dengan buku paket yang sedang didepannya. Marvel menggenggam tangan Keizi menguatkan.

"Saya papiya Keizi!" Tiba - tiba seorang pria tampan yang berada diambang pintu.

To be continue.....
Hai readers! Maaf beribu maaf baru update. Hp ku rusak *curhat* maaf juga typo hehe.. votemennya yaa :)

Handsome PhobiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang