Di pagi hari, tiga hari setelah aku datang ke pondok ini, aku menuju kota Red River bersama Agus, ini terjadi karena aku ingin sebuah armor, tetapi di pondok tidak ada yang pas dengan ku, kebanyakan terlalu besar. Kamipun berangkat setelah berpamitan dengan pak Mahfud. Dalam perjalan keluar hutan tidak ada serigala yang mengganggu. Tapi benar sesekali terdengar suara raunganya.
“Apa kita akan aman keluar kota?”
Aku bertanya kepada Agus yang jalan sedikit di depanku.
“Tenang saja, mereka tidak akan menyerang. Serigala disini agak berbeda, mereka miliki ingatan yang cukup kuat.”
Oh begitu rupanya, berarti dia tidak akan… tunggu, mereka pasti dendam. Mereka tidak menyerang karena ada Agus kan?
Kamipun berhasil keluar hutan, tidak ada jalan setapak tapi sejauh memandang hanya ada rumput yang menutupi permukaanya. Namun dari sini terlihat cukup jelas ada desa di ujung mata memandang.
“Itulah Red River, ayo kita kesana. Akan ku kenalkan kepada seseorang.”
“kepada siapa?”
Agus menjawab pertanyaanku.
“Kepada kenalanku yang tinggal disana.”
Lagi-lagi bertemu dengan orang baru. Padahal belum lama ini keluar. Sesampainya disana desa ini cukup indah, tapi tidak rapi. Dan jalanya cukup luas, rumahnya pun mirip seperti yang ada di desaku. Sambil melihat-lihat kami terus berjalan, aku hanya bisa mengikuti Agus. Ketika agus berhenti di sebuah pintu, dia langsung masuk.
“Permisi, apa ada ibu mandornya?”
Agus mengeraskan suaranya agar tedengar. Dari sebuah sudut muncul kepala yang mengintip. Dia meluruskan alisnya sejenak.
“Oh aku kira siapa, ternyata kamu gus!”
“Lah, kamu kira siapa?”
“Hahaha! Aku kira kamu pemilik tanah itu! Ada perlu apa?”
Dengan cerianya perempuan itu tertawa sambil memegang segelas minuman.
“Masih suka telat hah?”
“Hahaha! Yang buat telatkan bukan aku, tapi memang dari bahanya yang lama.”
“Hehh… Berarti pesananku belum ada juga?”
“Yah mau gimana lagi, sepertinya mereka telat lagi. 4 hari lagi, mungkin?”
Sambil memejamkan sebelah matanya perempuan itu menjawab.
“Jadi siapa pria kecil ini?”
Eh, akhirnya dia menyadari keberadaanku.
“Oiya, dia Budi, kenalan sedesaku.”
“Desa yang mana? Desa simpananmu yah?”
Eh?! Dia tau tentang desa yang sebenarnya?! Aku melihat kearah Agus. Dia hanya tertawa kecil sambil menggaruk kepalanya.
“Hehe… maaf Budi. Aku keceplosan ketika minum bersama. Tapi tenang saja, cuma dia yang tahu.”
“Hahaha! Tenang saja pria kecil, karena dia pun memiliki rahasiaku.”Sekarang aku yang digodanya. Semoga baik-baik saja.
“Kalau begitu kamu bisa berkeliling dulu Budi, aku akan mebicarakan sesuatu. Oiya Enrika. Kamu tahu dimana tempat pembelian baju armor? Dia ingin mencari yang cocok untuk dia.”
Agus bertanya kepada Enrika. Jadi itu namanya.
“Hemmm, ada beberapa. Tergantung uangmu.”
“Kalau begitu yang termurah.”

KAMU SEDANG MEMBACA
Light Stone : Wanderer Stone
AbenteuerAlternative title : Batu Cahaya : Batu Pengelana -CERITA INI JADI DRAFT, jd nulisnya berantakan. Terkendala ksibukkan n blocking. Mohon maaf s besar"nya- ~(Rincianya update terus)~ Kisah ini menceritakan bagian hidup perjalanan Budi Pratama. Sebuah...