Aku memilih tengah malam karena 2 hal, aku tidak ingin memancing perhatian, aku sudah membuat banyak berita di kota ini, itu menurut Ainun. Dan alasan kedua untuk lolos dari pengawasan penjaga, karena jalan menuju gua itu di jaga dengan ketat, bukan karena untuk mencegah manusia kesana saja, tapi juga sebaliknya, mencegah monster ke kota. Aku begitu heranya dengan Sagita, dia mudah sekali untuk menyelinap kemana-mana, dirumah aku orang yang pertama bangun, tapi aku tidak mendengar atau melihat sagita bangun sampai aku berangkat, dan ketika malam juga tidak setiap hari aku melihat Sagita pulang kerumah, karena kadang dia memang sudah dirumah. Kini aku dan Luna sudah melawati batas penjagaan, kami berjalan mengikuti jalan setapak. Hutanya tidak begitu lebat, tapi kalau bukan karena terang bulan malam ini, kami pasti sudah tidak bisa melihat isi hutan ini.
"Budi, aku takut..."
Dia mulai merangkul tanganku. Dimana tatapan serius tadi? Duh...
"Kita belum bertemu monster saja sudah takut."
"Bukan itu bud, tapi aku melihat... sepertinya ada yang mengikuti kita."
Aku langsung melihat sekitar. Aku tidak melihat apa-apa.
"Aku tidak melihat apa-apa, lagi pula tenang saja."
"Ini bukan tentang arwah bud, ini tentang... hantu."
Ahh... itu, mahluk diluar jangkauan kita. Jadi teringat ibuku yang pernah menceritakan tentang hantu.
"Mungkin itu perasaan kamu saja."
"Aku serius bud."
Luna semakin cemas.
"Kalaupun benar biarkan saja, kita itu hanya hidup berdampingan. Semakin besar rasa takutmu semakin jelas dia terlihat."
"Tapi aku serius!"
Hahh, aku tidak mau ini semua sia-sia. Emm... apa yang membuatnya mengalihkan perhatian yah. Oiya...
"Luna, lihat aku baik-baik."
Aku berdiri tepat dihadapanya, Luna mengikutiku. Aku perlahan mendekatkan wajahku kepadanya.
"A, apa-apaan kamu bud? Bud?? Ada apa ini??"
Luna memundurkan badanya tapi aku tahan.
"Budi! Apa-apaan kamu!"
Luna mendorongku dengan kuat.
"Apa yang kamu mau lakukan?! Lihat sekitar!"
"Lihat apa?"
Aku membalasnya.
"Lihat ada—"
Luna melirik ke suatu arah, tapi dia kembali menengok sekarang.
"Tapi tadi... kok tidak ada?"
"Aku bilang juga, biarkan saja. Mungkin ini tempat tinggalnya. Tujuan kita adalah gua itu. Kamu ingin hal kecil seperti ini membuat gagal?"
Dia kembali menggenggamku namun semakin kuat, sepertinya dia sudah kembali dari pikirannya.
"Tidak, aku tidak mau kehilangan Sagita."
"Baik, ayo kita percepat langkah kita. Mumpung disekitar kita sudah tidak ada pepohonan."
Ya, kalau di sekitar pepohonan ada kemungkinan bertemu hewan malam secara mendadak, tapi kalau sudah di bukit bebatuan seperti ini rasanya kecil kemungkinannya. Jalan menuju gua sekarang mulai menanjak, sesekali kami istirahat, karena bekal kami berat bukan main, entah apa yang dmasukkan oleh Nita.
"Budi... Istirahat... dulu... sebentar."
"Baiklah, tapi ini yang terakhir ya."
"Hah, tapi tolong... bawa kantongku juga."

KAMU SEDANG MEMBACA
Light Stone : Wanderer Stone
AdventureAlternative title : Batu Cahaya : Batu Pengelana -CERITA INI JADI DRAFT, jd nulisnya berantakan. Terkendala ksibukkan n blocking. Mohon maaf s besar"nya- ~(Rincianya update terus)~ Kisah ini menceritakan bagian hidup perjalanan Budi Pratama. Sebuah...