Pembawa Pintu

65 4 10
                                    

"Ibu, siapa itu?"

Itu adalah kalimat ku ketika sampai di rumah dan melihat ibuku sedang berbicara dengan seorang pria, yang bisa dibilang lebih tua dariku sedikit.

"Ahh, kesini ibu kenalkan, dia Rizal Lukmana, dia pengembara. Tetua suku yang meminta langsung ke ibu untuk membuatnya bisa bertanam disini. Ibu tidak akan menjelaskanya panjang lebar, nah sekarang beri salam kepada dia."

Oh, ini mungkin maksud perkataan Ika. Aku mulai menyapanya.

"Salam kenal, aku Budi Pratama."

"Salam kenal juga Budi, semoga aku tidak meroptkanmu."

Dengan senyumnya dia berkenalan, rambut yang tebal tapi panjang untuk ukuran pria, dan juga setampan ini. Apa benar dia pengambara? Tanpa berfikir panjang lagi aku ke dalam rumah. Namun tak berapa lama ibu datang dan menghampiri.

"Anakku, kamu tahu tidak kenapa dia kesini?"

"Tidak, memangnya kenapa?"

"Dia dan keluarganya di usir dari rumahnya karena suatu hal, yah anggap saja hutang. Dan musibah terjadi satu tahun lalu, mereka di sergap bandit ketika tidur di alam luar. Dan mereka terpisah."
"Singkat kata dia mencari rumah baru kan?"

Ibu sedikit terdiam mendengar ucapanku.

"Yah, tidak tahu juga, yang pasti dia akan akan berkontribusi untuk desa ini seterusnya."

Hal itu masuk akal juga, berhubung dia adalah orang asing yang bisa datang kesini. Pasti Tetua meminta imbal balik. Dan satu hal yang pasti, dia tidak bisa keluar masuk desa se enaknya. Pertanyaanku mulai datang.

"Lalu apa hubunganya dengan kita?"

Dengan senyum lembutnya, ibuku menjawab.

"Dia akan belajar berkebun, dia akan belajar dari ibu dan kamu. Mulai besok."

Perkerjaan baru ya? Yah tidak ada bedanya, hanya melakukan hal yang sama namun harus memberikan penjelasan.

Tidak lama aku mendengar Rizal pamit kepada ibu dari dalam. Hari yang baru akan mulai dari besok. Tidak sehebat yang dibayangkan tapi tetap ada hal baru di esok hari.

---

"Aku ketemu Rizal dulu ya bu! aku mau ajarkan lingkungan dulu!"

Aku yang bergegas keluar rumah karena telat bangun dan ibu yang ada di kebun melambaikan tanganya.

Ternyata Rizal sudah menunggu di depan Gedung serba guna di desa kami. Begitu sampai aku langsung berkata.

"Maaf, aku telat."

"Tidak apa, jadi hari ini kita mau melakukan apa?"

"Kita mulai dari berkeliling mengenali desa lalu mencari bibit."

Dengan begitu kami mulai beranjak pergi dan memulai menjelaskan lingkungan di desaku. Di sela-sela pembelajarannya aku menanyakan hal itu.

"Hei bang Rizal, apa menurutmu desa ini begitu bagus?"

"Yap, kau akan bangga tinggal di desa ini!"

Dengan senyum yang lebar dan wajah yang cerah dia menjawabnya.

"Lalu bagaimana dengan desa yang lain?"

"....."

Dia terdiam sejenak tetap dengan senyumnya yg lebar mulai tertawa.

"Haha... tentu saja desa ini lebih baik, kau bahkan menyesal walau hanya keluar sekali saja."

Sangat jelas, Rizal pasti sudah diberitahu tentang aturan disini. Orang yang belum pernah keluar desa tidak boleh tau keadaan diluar desa sampai ada izinnya. Peraturan yang tidak tertulis ini sudah ada dari dulu.

Light Stone : Wanderer Stone Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang