7| Dia Berbahaya

67.5K 5.9K 607
                                        


mulmed: Isella Nurriska dan Shakila Thalia Asri

--


7| Dia Berbahaya


"Mau?"

KILA MASIH MENGGANTUNG pertanyaan Bana tanpa jawaban. Diarahkannya tatapan pada Dipa, lalu Kila mendapati senyum ajakan juga di mata laki-laki berwajah oriental itu. Terima, jangan, terima, jangan. Terima, artinya ia akan melihat GLYN latihan secara langsung. Eksklusif! Bukankah Kila paling ingin melihat mereka tampil? Tidak ikut, berarti Kila akan kehilangan kesempatan emasnya.

Tapi ... gengsi nggak sih kalau ngangguk?

Kila masih menimbang-nimbang jawaban saat ponselnya bergetar panjang. Ruangan yang hening menjadikan suara getaran itu cukup terdengar. Awalnya, Kila ingin mengabaikan. Namun pandangan Bana, Dipa, dan dua orang berambut mangkuk yang belum Kila ketahui namanya itu fokus memandang Kila, seolah bersamaan menyuruh Kila melakukan sesuatu pada ponselnya.

Kila mengangguk sebentar, meminta izin sebelum tubuhnya berbalik sedikit saat mengangkat panggilan. "Lo di mana?!" Kalimat itulah yang pertama keluar dari ponsel Kila. "Kila! Lo nggak lupa kan kalo sore ini janji mau nemenin gue? Lo udah buka chat gue, belum?!" Isella Nurriska terdengar kesal di ujung sana.

Tangan Kila menepuk dahinya cukup keras. Mampus, gue lupa! "Lo ... udah di mana?"

"Lapangan biasa. Cepetan ke sini! Gue sendirian nih!" Kila bisa mendengar decitan-decitan sepatu khas dari tempat janjian mereka pada ponselnya. "Lo masih di mana? Kampus? Gue tunggu ya! Cepetan ke sini pokoknya, nggak pake lama!"

Kila menghela napas pasrah. Gagal nonton GLYN deh, gue. Entah kenapa, terbesit rasa kecewa yang cukup besar dalam dada Kila. "Iya. Iya. Gue ke sana ya," jelas Kila dengan suara lemah.

Usai panggilan Isell terputus, Kila berbalik dan masih mendapati wajah menunggu dari Bana. "Gue harus pergi," ujar Kila pelan dengan matanya bergantian menatap Bana, Dipa, dan dua orang lainnya.

Ekspresi Bana sulit Kila tebak. Apa hanya Kila yang merasa ada sedikit kilatan kecewa di sana? Lantas, apa hanya perasaan Kila juga kalau rasanya menyenangkan mendapati mimik kecewa itu? Bisa-bisanya dalam situasi ini, Kila senang karena merasa diinginkan.

"Jumat malem dateng ke Cafe Aroma aja."

Suara Dipa mengalihkan perhatian Kila. Kila memasang wajah ragu. "Cafe Aroma?" tanya Kila seraya ingatannya kembali pada malam penciuman itu. Dulu juga dia nyium gue di sana. Tadi juga dia nyebut tentang manggung. Tanpa sadar, Kila melirik Bana yang ternyata tengah memperhatikannya. Sedetik kemudian, Kila memalingkan wajah salah tingkah. Kok ngeliatin? Ada yang anehkah di wajah gue?

"Iya. GLYN manggung di sana." Dipa menjelaskan dengan nada ramah.

"Teteh ini udah tau kalo kita GLYN, Kang?" Salah satu dari laki-laki rambut mangkuk itu bertanya ke arah Dipa. "Oh iya. Saya Paldi. Eh Faldi. Teteh, siapa namanya?" Faldi yang duduk di salah satu kursi pojok dekat Andra itu bersuara dengan logat Sunda yang kental.

"Dia seangkatan kok sama lo, sama Andra juga. Anak kelompok gue pas ospek pusat. Namanya Kila," jelas Dipa yang dibalas anggukan oleh Faldi. "La, kenalin ini Faldi yang main gitar rhytm, lalu ini Andra megang drum. Jangan sampai ketuker gara-gara rambut mereka, ya. Mereka beda banget kalau kita udah kenal." Dipa tersenyum lebar.

BassKissTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang