1| My Banana!
"KAPAN KAMU pulang ke Bogor, Kak? Adek nanyain Kakak terus tuh di rumah."
Kalimat itu langsung menerjang gendang telinga Kila bahkan sebelum ia benar-benar menempelkan ponselnya ke telinga. Mendapati suara ibunya di ujung sana dengan menyebutkan adiknya yang masih SMA, Kila tersenyum dan berkata, "Adek kok nggak bilang gitu ya sama Kakak? Kemarin Kakak telpon malah cuek banget. Kakak pulang nanti, Bu. Kalau long weekend ya."
"Namanya juga Shania. Gengsinya setinggi Kakak buat bilang kangen. Lagian Kakak juga, kok betah banget sih di Bandung? Udah punya pacar ya di sana? Cerita dong sama Ibu," goda ibu.
Gadis berkulit sawo matang itu memandang cermin besar di kamarnya dan melihat pantulan dirinya yang tertawa tanpa suara. "Apaan sih, Bu? Kakak kan di Bandung buat kuliah bukan pacaran," ujarnya seraya memastikan bahwa dress putih selutut dan rompi jeans pada tubuhnya sudah cukup rapi.
"Duh anak Ibu rajin kalo urusan belajar ya. Jangan lupa makan loh, Kak." Suara Shanty—ibu Kila—menjeda. "Eh salah. Kakak mana lupa ya sama makan? Ganti kalo gitu. Jangan makan terus-terusan lalu ngeluh gendut ke Ibu ya."
"Ibu iiih." Kila tergelak. Tawa itu terhenti begitu suara mesin jahit terdengar di seberang sana. Kila menebak, ibunya pasti sedang bekerja. "Ibu lagi jahit baju?" tanya Kila seraya memandang ke sekitaran kamarnya yang bernuansa kuning itu. Sprei, jam dinding, lemari buku, pernak-pernik, semua serba kuning. Bukan Kila namanya kalau tidak suka warna kuning.
"Iya. Ibu lagi ngerjain pesenan langganan nih. Udah dulu deh telponannya, Kak. Salam buat Isell ya! Hati-hati kalian."
"Siap!" Kila mengangkat satu jempolnya tinggi meski tahu ibunya tidak akan melihat. "Salam juga buat pak polisi ya, Bu." Kila menyebutkan ayahnya. "Buat Shania sih nggak perlu." Kila terkikik.
"Dasar Kakak ya!" Ibunya terdengar membalas tawa Kila. "Dah Kakak."
Senyuman Kila belum habis seusai panggilan pada ponselnya itu terputus. Hanya dengan mendengar suara ibunya saja, Kila langsung rindu rumah. Terbayanglah rumahnya di Bogor yang sejuk, penuh pohon rindang. Berbeda dengan rumah minimalis yang tengah ditempatinya saat ini.
Shakila Thalia Asri terpaksa meninggalkan kotanya demi kuliah di kampus impian. Gadis sembilan belas tahun itu sudah bertekad untuk kuliah jurusan Astronomi sejak SMP. Hanya di kampusnya sekarang jurusan Astronomi di Indonesia berada. Kila yang berhasil masuk dengan beasiswa kini sudah duduk di semester tiga.
"Kilaaa! Sarapan yuk!" suara seorang gadis terdengar berteriak dari luar kamar.
"Iya, Sell! Bentaaar!" Kila menjawab. Kila menatap kembali pantulan dirinya pada cermin. Disisir sekali lagi rambut hitam kecokelatannya itu dengan tangan sebelum kemudian tersenyum mantap. Kila menyambar tas tangannya dari tempat tidur sebelum melangkah ke arah pintu.
"Lo katanya ada kuliah jam sembilan? Udah jam delapan. Sarapan nih cepet!"
Kila mendapati Isell sudah duduk pada meja makan kecil di dapur, tepat di luar kamar tidur Kila. "Lo bikin sarapan apa hari ini?" tanya Kila saat menuju meja itu dengan mata berbinar. Kila selalu senang setiap kali Isell membuatkan sarapan untuknya.
"Nasi goreng tempe," jawab Isell seraya mengarahkan sendok nasi goreng ke mulut.
Senyuman Kila melebar. "Lo masakin makanan kesukaan gue?!" kejutnya. Kila langsung menyambar piring bagiannya. "Cieee, Isell kok so sweet?" Kila menepuk pelan lengan Isell di depannya.
"Iya dong!" ujar Isell bangga. Isell berdehem sebentar. "Padahal itu gara-gara di kulkas cuman sisa tempe doang," tambahnya dengan suara pelan—lebih pada dirinya sendiri.
![](https://img.wattpad.com/cover/66532232-288-k288263.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
BassKiss
Teen FictionPemenang THE WATTYS 2016 kategori #PilihanStaf dan #EdisiKolektor [15+] Oh Tuhan, umpatan macam apa yang harus Kila keluarkan ketika ia dicium laki-laki di tempat ramai? Parahnya, laki-laki itu tidak dikenalnya. "Brengsek!" menurut sahabat dekat Ki...