Chapter 11

1.3K 53 0
                                    

Faldo melajukan motornya dengan kencang, ia sudah yakin bahwa hari ini akan terlambat ke sekolah. Tak ada yang bisa ia salahkan, semua terjadi karena sifatnya yang terlalu egois.

"Ayah tidak mau tau, kamu harus pulang dan tinggal bersama ayah!,"

"Nggak akan!,"

"Oke, kalau begitu kamu jangan menyesal jika melihat jasad ayah sudah terbaring kaku di dalam rumah,"

Faldo mendengus kesal,
"Nggak usah kaya anak kecil!,"

"Yasudah, kamu sendiri kan yang minta ayah mati?, oke.. akan ayah turuti!"

kemudian sambungan telepon terputus, hati dan pikiran Faldo sudah tak karuan. Apa benar ayahnya akan melakukan hal yang berada di luar nalar, semua pikiran berkecambuk di hati dan pikiran Faldo.

"Bu, saya pamit pulang. Dan ini uang tunggakan kamar kos sudah saya lunasi semua,"
Ucap Faldo sembari meletakkan amplop ke tangan Bu Ida

"Loh, kok mendadak?,"

Claira pun datang dan membawa sekotak coklat, Faldo sempat melirik Claira namun ia tak sanggup untuk mengatakan sepatah kata pun.

Faldo menghela nafas,
"Iya Bu, saya akan tinggal bersama ayah saya,"

Mata Bu Ida pun sudah berkaca-kaca,
"Tapi kamu masih sering kesini kan Nak Faldo?,"

Faldo hanya mengangguk tanda iya.

Claira yang tak mengerti pembicaraan antara Faldo dan Bu Ida ia hanya terdiam sembari melihat Faldo dengan penuh pertanyaan yang ada di dalam pikirannya.
'Bawa tas?, bawa koper?, pake sendal?, tapi pake kaos sama celana pendek? kira-kira anak ini mau kemana?,'
Tebaknya dalam pikiran sembari tetap memperhatikan Faldo,

Faldo tetap tak memperhatikan Claira, namun Claira menahan lengan Faldo,
"Ini buat elo?,"
Kata Claira menyodorkan sekotak coklat,

"Makasih"
Ucap Faldo dengan ekspresi datarnya lalu pergi meninggalkan Claira dan Bu Ida yang terdiam melihat kepergian Faldo.

Faldo membuka pintu rumah yang terlihat elit, dilihatnya ayahnya terduduk lemas di kursi sembari menggenggam botol bir.

Faldo mendudukkan badannya di samping ayahnya,
"Faldo tinggal di sini"
Ucapnya melipatkan kedua tangannya

Ayahnya menoleh dengan keadaan setengah sadar alias mabuk,
"Apa kau ingin melihat jasad ayahmu ini sekarang juga?,"

Faldo menggeleng pelan, Ayahnya tersenyum sinis.
"Kalau begitu, kau tinggalkan hobi sepak bola mu itu dan kau kuburkan angan-angan mu tentang bola. Jadilah pengusaha dan pembisnis seperti Ayah. Teruskan perusahaan Ayah kalau kau tak mau jatuh miskin,"

Rahang Faldo sudah mengeras, ia mencoba menahan amarahnya,

"Kenapa diam saja?, apa kau benar-benar mau jatuh miskin?, lalu Ayahmu mati karena kamu?,"

"Faldo akan menuruti apa kata Ayah, tapi dengan satu syarat!,"

"Katakan saja apa syarat itu,"

"Biarkan saya tetap mengasah hobi sepak bola,"

Ayahnya menggeleng tanda tak setuju,
"Ayah bilang tidak ya tetap tidak!, apa kau lupa, kau sudah membunuh Ibu mu gara-gara hobi busuk mu itu!!,"
Ucap Ayahnya dengan nada meninggi

"Jadi Ayah masih menyalahkan saya atas kematian Ibu?, Ayah selama ini sudah egois! Apa Ayah pernah memikirkan sedikitpun tentang perasaan saya dan Kak Linda?, tidak pernah kan?, Ayah selama ini sudah terlalu egois hanya demi harta dan jabatan!,"
Ucap Faldo dengan nada lebih tinggi lalu beranjak dari duduknya dan melangkahkan kakinya meninggalkan Ayahnya yang mabuk

Rahang Ayahnya mengeras dan dilemparnya botol bir ke lantai hingga terdengar suara pecahan beling.

Faldo teringat semalaman ia tak bisa tidur, bahkan saat kejadian semalam pertengkarannya dengan Ayahnya, paginya kembali terulang namun Faldo memilih bungkam hanya mendengarkan apa yang dikatakan Ayahnya. Hingga ia baru tersadar kalau dia sudah telat untuk ke sekolah.

Faldo berhenti di depan gerbang yang sudah tertutup sembari membunyikan klakson motornya,
"Hei anak muda!, apa kau tak lihat ini sudah jam berapa?,"
Tanya seorang satpam sekolah

"Baru jam delapan,"
Ucap Faldo datar dan setenang mungkin

Lalu Faldo melihat ada wali kelasnya-Bu Fatma
"Bu Fatma, tolong bukain gerbang."
Ucap Faldo datar lalu Bu Fatma membukakan gerbang, Faldo sudah dekat dengan wali kelasnya tersebut bahkan wali kelasnya juga sudah akrab dengan Ayahnya Faldo sejak Ayahnya menjabat sebagai ketua yayasan sekaligus pemilik. Maka dari itu Bu Fatma tak berani jika memarahi Faldo.

Faldo melangkahkan kakinya memasuki kelas dengan ekspresi datar, tak peduli guru menatapnya tajam.
"Faldo!!,"
Ucap guru tersebut dengan nada meninggi

Faldo menoleh dan menaikkan sebelah alisnya,
"Kamu nggak diajarin sopan santun ya?,"

"Maaf Bu, saya nggak tau kalau ada guru lagi duduk."
Ucap Faldo sembari tersenyum paksa, lalu ia berjalan kembali

"Siapa yang nyuruh kamu duduk?!,"

"Saya sendiri Bu,"

"SEKARANG KAMU KEMARI!!, KELUAR DARI JAM PELAJARAN SAYA DAN BERDIRI HORMAT KE ARAH TIANG BENDERA!!!,"
Ucap Guru tersebut dengan penuh amarah

Faldo menghela nafas, Claira yang tadinya tertidur terpaksa terbangun karena suara guru tersebut yang melengking dan mengganggu kenyamanannya.

Faldo beranjak dari duduknya dan menuruti apa kata guru tersebut,

"Itu Faldo baru dateng?,"
Tanya Claira pada Sela

"Iya, dia dihukum tuh. Suruh hormat ke tiang bendera,"
Ujar Sela, wajah Claira berubah sendu, 'Pasti dia belum makan' batin Claira terenyuh. Ia sendiri sudah tahu dari Bu Ida tentang kejadian semalam Faldo yang mendadak pulang ke rumah dan memutuskan tak akan tinggal di kosan lagi.

"Tumben-tumbenan dia telat, biasanya nggak pernah telat,"
Timpal Sela lagi

Claira tak bersuara, ia hanya mengedikkan bahunya.

Bel istirahat berbunyi, kelas kembali gaduh.

"Untung aja woy gue nggak kena masalah gara-gara bolos jam pelajaran terakhir kemarin,"
Ucap Claira pada Sela dkk,

"Lo bolos sama Faldo kan?,"
Selidik Fani pada Claira

Claira pun nyengir dan mengangguk dengan antusias,

"Pantes aja nggak kena hukuman, Faldo itu kan anak kesayangan Bu Fatma"

Claira pun mengangguk mengerti,
"Bentar ya"
Ucap Claira pada teman-temannya, lalu ia berjalan menuju bangku Faldo.

"Lo ngapain?,"

Tanya Faldo datar yang baru saja memasuki kelas

"Narok bekal ini ke tas elo, gue dari tadi nyariin elo tapi lo nya nggak ketemu,"
Jawab Claira sembari tersenyum dan menyembunyikan selembar foto dua anak kecil yang tersenyum bahagia.

"Gue udah kenyang, lo nggak perlu bawa-bawain gue bekal."

Claira menghela nafas,
"Gue tau lo pasti belum makan, ayo lah ini buatan gue loh Do, lo harus makan,"
Ucap Claira tersenyum sembari memohon dengan tangannya

"Yaudah iya."

"Nah gitu dong." Ucap Claira sembari menoel-noel pipi kanan Faldo,
Di dalam hati, Claira sangat ingin sekali memeluk lelaki ini, lelaki yang ia cari selama ini, dan ia tinggalkan tanpa sepatah kata. Namun egonya mengalahkan segalanya. Dan Claira memilih diam, agar tiada yang tersakiti.

To be continued...

Cinta Tanpa Kata (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang