Chapter 19

1.3K 49 0
                                    

Claira masih tetap asik dengan ponselnya tanpa menghiraukan sekelilingnya.

Faldo melangkahkan kaki menghampiri mereka.

Faldo mendudukkan badan di kursi ke hadapan dua sosok wanita tersebut, lalu ia menyipitkan matanya melihat wanita di hadapannya.

"Sayang kenalin, ini Faldo anaknya Om Ferlan."
Ucap Vegia kepada Claira, Claira mengangkat kepalanya yang sedari tadi tertunduk asik dengan ponsel. Mata Faldo dan juga Claira saling bertemu. Seperti ada tombak yang menghantam hati keduanya. Sakit, itu yang mereka rasakan.
Bahkan Claira tak menyangka jika selama ini Faldo lah anak dari pacar ibunya.

Faldo mengulurkan tangannya,
"Faldo."
Ucap Faldo datar memperkenalkan diri  kepada Claira.

Claira menatap Faldo tak percaya, matanya mulai berkaca-kaca namun dengan kuat hati ia menahan segala kepedihan yang saat ini menghujamnya dengan tanpa dugaan.

Claira menerima jabatan tangan Faldo,
"Claira."
Ucapnya tersenyum tipis saat memperkenalkan diri pada Faldo,

"Kalian nggak saling kenal?, bukannya kalian satu sekolah?,"
tanya Ferlan kepada keduanya, Claira tersenyum dan Faldo menggeleng.

Ferlan pun melaksanakan rencananya untuk melamar Vegia, disaksikan oleh anak-anak mereka.
'Kenapa harus seperti ini? Apa memang kita nggak ditakdirin buat bersama?' batin Claira tersayat pilu,

Claira tak mampu lagi membendung air matanya yang sedari tadi sudah terkumpul di pelupuk mata, ia pun meneteskan air matanya setelah Ferlan memasangkan cincin ke jari ibunya,

"Sayang kenapa?,"
Tanya Vegia kepada Claira,

Claira tersenyum sembari menyeka air matanya,
"Nggak papa Ma, Claira cuma terharu akhirnya Mama bisa dapetin kebahagiaan lagi,"

Vegia pun memeluk Claira erat, Faldo yang memperhatikan hanya melipatkan kedua tangannya dan memasang wajah datar. Di dalam lubuk hati yang paling dalam, Faldo sangat kecewa atas apa yang terjadi saat ini. Mengingat bahwa ia menyukai Claira, dalam diam ia peduli dengan gadis tersebut. Dalam diam ia mencintai gadis tersebut.
hingga bibirnya tak mampu berucap apapun, Claira maupun Faldo memasang wajah tak saling kenal.

"Oiya kalian pasti senang, sebentar lagi akan jadi saudara. Faldo pasti senang punya adik petempuan seperti kamu Kle, dia anak yang sangat penyayang."
Ucap Ferlan kepada Claira, Claira pun hanya tersenyum. Hatinya tersayat pilu ketika melirik Faldo yang sama sekali tak mempedulikan keberadaannya,

Faldo berdiri dari duduknya,
"Yah, Faldo keluar sebentar ya."
Ucap Faldo lalu tersenyum ke arah Vegia namun tidak melirik Claira sama sekali,

"Aduh Ma, Claira kebelet nih. Claira ke kamar mandi dulu ya. Bentar ya Om"
ucap Claira lalu beranjak dari duduknya dan berpura-pura memegangi perutnya, ia pun berjalan mencari Faldo. Hingga ia menemukan sosok yang ia cari sedang terduduk dan tertunduk sedih di samping restaurant,

Claira mendudukkan badannya di samping Faldo,
"Gue nggak nyangka kalau bakal ada kejadian kek gini,"
Ucap Claira sembari menyeka air matanya yang sedari tadi menetes,

"Gue pikir, gue bisa deket sama lo lebih dari seorang sahabat maupun teman, tapi ternyata semuanya cuma angan-angan aja,"
Timpal Claira, dan air matanya pun sudah tak dapat terbendung lagi,

Faldo berdiri dari duduknya,
"Lo nggak usah sok peduli lagi sama gue!,"

"Gue nggak mau jadi saudara tiri lo, terserah apa yang mau lo bicarain gue nggak peduli. Ini juga lo sendiri kan yang minta?, lo juga lebih mentingin kebahagian Mama lo ketimbang perasaan lo sendiri, jadi gue mohon, mulai sekarang jauhin gue!."
Ucap Faldo lalu ia berjalan menjauhi Claira dan melangkahkan kaki meninggalkan Claira yang sedang menatap punggung Faldo dengan perasaan sakit.

****
Satu minggu sudah berlalu, kini Claira maupun Faldo tak saling tegur sapa. Mungkin ini memang yang terbaik untuknya maupun Faldo, pikir Claira.
Ingin rasanya ia dekat dengan Faldo seperti biasa, namun semuanya telah berubah. Kini mereka bagaikan orang asing yang tak pernah saling mengenal. Hingga sebuah rahasia tak sanggup untuk Claira ungkapkan, biarlah waktu yang akan mengungkapkan.

"Gue nggak nyangka Kle, lo sama Faldo bakal kaya gini,"
Ujar Sela sembari mengusap bahu Claira, air mata Claira menetes mengingat sikap Faldo yang benar-benar sudah tak mempedulikannya lagi,

Claira menyeka air matanya lalu membasuhnya menggunakan air di wastafel,

Sela, Sena dan juga Fani melihat Claira dengan penuh perasaan iba,
"Lo yang sabar ya Kle, semua masalah pasti ada jalan keluarnya. Lo nggak boleh egois ngorbanin perasaan lo sendiri demi kebahagiaan Mama lo, lo juga manusia Kle, lo juga pasti ingin bahagia"
Ucap Sena menenangkan Claira,

Claira menghela nafas lalu ia tersenyum kepada teman-temannya.

Claira dkk kembali ke kelas, namun ia tak melihat sosok Faldo. Walaupun mereka tak tegur sapa, setidaknya Claira masih bisa melihat Faldo yang ceria bersama teman-temannya,

Claira memutuskan untuk bolos jam pelajaran terakhir, ia melangkahkan kaki menuju rooftop. Dilihatnya Faldo yang sedang menghisap benda beracun, membuat Claira sangat terpukul karena Faldo kembali merokok disaat beban kepedihan menimpanya,

Claira pun mendudukkan badannya di samping Faldo,
"Ternyata nggak enak lama-lama didiemin seperti layaknya orang asing yang nggak pernah kenal,"
Ucap Claira sembari menatap ke arah Faldo,

Faldo mendengus lalu mematikan benda beracun tersebut, lalu ia beranjak dari tempat duduknya tanpa menghiraukan Claira,

Claira menahan lengan Faldo,
"Do, kenapa sih lo kaya gini sama gue?, kita kan masih bisa temenan, bahkan kita suatu saat bakal satu rumah,"

Faldo menghempaskan tangan Claira dengan kasar,
"Nggak usah deketin gue lagi!, gue nggak bisa terima kenyataan ini, gue nggak bisa Kle, kalau lo masih mau orangtua kita nikah, mending kita selamanya nggak usah saling kenal!,"
Ucap Faldo lalu meninggalkan Claira yang mulai meneteskan air mata,

Air mata itu jatuh lagi, seketika ia ingin menahannya namun selalu terjatuh. Ya.. Claira memang lemah disini. Disaat keadaan tak lagi mengindahkan kehidupannya. Mungkin tuhan mempunyai rencana yang lebih indah, sehingga ia menghadirkan segala problema di dalam kehidupan ini.

"Faldo!, gue sayang sama lo!!,"
Teriak Claira dengan isakan tangis saat Faldo sedang berjalan menjauh,

"Gue rindu dengan elo Do, selalu merindukanmu, dan sampai kapanpun akan tetap seperti itu."
Ucapnya lirih sembari menyeka air matanya yang membasahi pipi cantiknya,

Langkah Faldo pun seketika terhenti, rasanya ia benar-benar dipusingkan oleh keadaan yang membuat perasaannya semakin rumit. Ingin rasanya ia berbalik badan namun egonya mengalahkan semuanya, alhasil Faldo pun kembali melangkahkan kakinya,

Claira menangis, menangis, dan menangis lagi. Bukan berarti menangis adalah hal yang lemah.
'gue terlalu pengecut karena menyembunyikan perasaan ini'
Batin Faldo tersayat pilu, ia pun mengacak rambutnya frustasi.

To be continued...

Cinta Tanpa Kata (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang