Six

450 48 33
                                        

Holaa haloo, maaf gue (very) late updatee. Duhh gimana mau jadi author mendunia kalo kek gini *plaak

Langsung aja deh ini ceritanya. Cekidot! xx
 

 
  
 
"Dengarkan aku dulu" tangannya berhasil meraih milikku. "Aku tak bermaksud membentakmu seperti itu. Aku ha--"

"Tommy?"

Thomas langsung mematung, tangannya tak bergerak sama sekali. Begitu pula dengan aku yang terdiam setelah menoleh ke kiri.

"Tracy?" gumamku sangat pelan.

Matilah aku. Ia pasti akan salah paham.

Thomas mempererat cengkeramannya pada tanganku. "Dengarkan aku dulu, sayang. Wanita yang tadi kau lihat bersamaku hanya teman lama. Dengarkan aku, sayang"

Awalnya kupikir ia berbicara pada Tracy, tapi ternyata aku salah. Matanya menatap lurus ke arahku.

Apa maksudmu, Tom?

"Sayang, jawab aku. Kumohon jangan salah paham"

"Tommy?" kata Tracy sekali lagi.

"Umm kurasa kau salah orang, Nona. Ia Bruce"

"Aku tidak mungkin salah orang. Tommy, apa itu kau?"

Thomas memandang wanita itu dengan sendu.

Oh, andai saja ia menatapku seperti itu. Berhenti berkhayal, Ava! Kau hanya pencopet dan ia seorang polisi. Kalian tak mungkin bersama.

"Thomas, aku merindukanmu" gumam Trace memeluk Thomas.

Thomas hanya diam, tak berkutik sama sekali.

"Maaf Nona, kau salah orang. Ia kekasihku" kataku berusaha melepaskan pelukan mereka.

Air mata gadis itu tiba-tiba saja tumpah. Aku yakin Thomas pasti akan memeluknya.

Satu.

Dua.

Tiga.

"Ayo sayang, kita pergi" katanya sambil menarik tanganku pergi.

"Aku akan melakukan apapun untuk membuatmu kembali padaku, Tommy. Camkan itu baik-baik"

Aku menoleh ke arah Tracy yang sepertinya tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi.

Sesampai di dalam mobil, Thomas hanya bisa menangis.

Kau bisa menangis juga ya ternyata.

Aku memberikan cadarku untuknya. "Kau tak seharusnya menangis, Tom"

"Aku telah melukai hati gadis yang kucintai. Aku begitu bodoh!"

"Sudahlah, hentikan tangismu. Sini biar aku yang menyetir ke apartemenmu" kataku.

***

"Kenapa kau melakukan hal itu, Tom?"

Ia menghela nafas sebelum berkata, "Ayahnya tak merestui hubungan kami, jadi aku terpaksa menghilang dari kehidupannya"

"Aku bisa memasak omelet. Kau mau?" tawarku.

Aku hanya tak ingin melihat Thomas larut dalam kesedihan yang berlebihan. Ia hanya mengangguk lemah.

***

Aku bisa saja pulang mengingat aku sudah lama tidak menemui ibu. Lagipula Thomas juga sudah tak larut dalam kesedihan. Tapi aku tak mau pulang karena aku masih ingin berduaan dengan Thomasku (?)

Snowflake ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang