Tentang Sumi

3.1K 287 8
                                    

Bau cat kuku yang menusuk, debu-debu bedak yang melayang pelan, serta gelak tawa bernada tinggi para pelacur. Hari ini akan dimulai lagi, hal yang sama, hal yang rutin, entah sudah berapa kali aku melewatinya. Kostum menariku hari ini adalah lingerie merah berenda silver dengan zipper di garis yang memotong pusar. Ketika menggenggam sehelai kostum nakal itu, aku menghela napas panjang. Meski peraturan Aoi-sama tentang kebersihan kostum adalah mutlak, tapi masih saja ada para penari yang lupa untuk menaruh busananya di keranjang laundry setelah hari selesai. Semakin kain-kain itu bergesek, semakin membumbung aroma cairan tubuh wanita lain. Aku sudah terlalu biasa dengan bau tubuh laki-laki yang mengacaukan milikku sendiri, tapi membalutkan kekotoran seorang perempuan di tubuhku ini.. Meski tidak banyak, setidaknya aku masih menganggap diriku sendiri tinggi.

Aku pun melempar kostum itu ke keranjang laundry dan bergegas menuju pantry, di mana para laki-laki sudah berkumpul untuk mempersiapkan pekerjaan malam ini. "Mana Fujimori-san? Aku ingin izin untuk hari ini," tanyaku pada Hiro yang sedang mengganti tabung bir.

"Hm? Tumben kau ingin izin, Sumi! Ada apa?"

"Kostum bagianku tidak dicuci! Kau tahu betapa menjijikannya itu. Meskipun ketika melakukan pelayanan baju ini ditanggalkan, tetap saja bekas keringatnya masih kentara."

"Hahah, aku paham. Tapi kurasa kau tidak bisa diizinkan absen untuk hal sekecil itu."

"Kenapa tidak bisa? Aku jarang sekali absen. Dan bukankah kalian dan beberapa laki-laki lain juga absen untuk alasan yang tidak jelas?" Hiro tertawa kencang, disusul dengan para pekerja pria lainnya yang sedang mempersiapkan hidangan khusus untuk reservasi. "Apa yang lucu?"

"Kami tidak absen, tapi Aoi-san memberikan kami pekerjaan lain. Lebih mudah dan lebih menghasilkan dari yang biasa." Senyum kemenangan menghiasi wajah Hiro yang manis itu. Laki-laki ini sebenarnya menawan kalau ia diam, sayang sekali ekspresi wajahnya cenderung memberikan kesan main-main dan murahan. Mungkin hanya pria-pria kesepian yang menyukai yang seperti ini, tapi sebagai perempuan, aku sama sekali tak tertarik.

"Pekerjaan lain? Seperti apa? Apa aku juga bisa melakukannya?" Aku mendekatkan wajahku ke sang lawan bicara, berharap ia mau memberitahuku meski dengan suara kecil.

"Entahlah, ia hanya memanggil laki-laki saja. Lagipula bisnis ini adalah soal mengajari seseorang tentang ilmu seks dan perayuan. Dan orang yang sedang kita bicarakan itu adalah laki-laki, masih berumur 13 tahun," bisiknya pelan.

"Kau serius? Aoi-san punya simpanan seperti itu?"

"Bukan simpanan, perempuan bodoh!" Hiro pun merungguh dan melanjutkan pekerjaannya. Tapi ia tidak berhenti mengoceh, maka aku pun ikut menekuk lututku dan menyimaknya dengan seksama. "Anak itu seperti murid Aoi-san. Kau tahu kan seperti apa Aoi-san menanjaki dunia ini? Ia akan menjadikan anak itu sepertinya. Senjata pembunuh para pria, sebuah rayuan yang tidak akan bisa ditangkis. Jadi Aoi-san meminta aku, Ryosuke dan Taguchi untuk bergantian mengunjunginya, mengajarkan banyak hal tentang seks dan juga membiarkan ia mengalaminya sendiri.

"Dua minggu lalu aku baru saja dari sana, membawa berbagai macam mainan seks. Aku bukan seseorang yang menyukai permainan seperti itu, tapi kalau boleh jujur, anak itu benar-benar pantas menjadi seorang masokis terselubung, walau hanya tubuhnya yang menyiratkan hal itu. Berkali-kali aku memasukan banyak benda pada abaimananya, tapi daya bereaksinya tetap luar biasa. Ia masih saja sensitif setelah banyak sekali mengeluarkan mani. Ia mengerang tanpa kata-kata, matanya menggelap, tubuhnya meronta tapi seakan tak berhenti mengatakan 'lebih'. Ia seperti dirasuki, seakan mengambil jiwa setan untuk membantunya melewati semua itu, berusaha untuk mengambil intisari kebahagiaan dari apa yang menyiksanya. Terkadang, daripada sedang menyetubuhi manusia, aku merasa sedang bersama mahluk gaib."

To Kill A Homme Fatale [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang