Suara pekikan dari teko panas itu mengelus daun telingaku yang belum awas. Pisau yang beradu dengan benda yang dipotongnya, suara api yang masih membakar dan juga langkah-langkah kecil kaki berbalut sandal itu—apa yang kualami sekarang seperti sesuatu yang diambil langsung dari adegan film romantis. Terbangun dari lelap karena suara seseorang yang memasak di dapur. Meski kala ini sudah jauh dari pagi hari, tapi aku tetap bisa merasakan suam-suam kasih sayang itu di sekujur tubuhku. Pertama kalinya aku mengalami, sejak mama meninggalkanku.
Setelah berhasil menemukan dan mengenakan kembali lembaran pakaianku yang tergeletak di lantai kamar, aku berjalan gontai menuju sumber suara itu. Sumi menunjukkan punggungnya yang kecil dan ringkih. Kadang aku tak tahu apa arti perasaan yang menyesakkan dada ini ketika melihatnya. Apa aku ingin mendekapnya erat penuh napsu atau aku ingin memeluknya sampai mati tak berdaya.
"Padahal tidak apa-apa kalau kau tidur lebih lama lagi," ujarnya masih dengan mata tertuju pada pekerjaannya.
Aku yang masih dilanda oleh kantuk dan lelah tak menggubris ucapannya. Seakan-akan rumah milikku sendiri, aku mengambil sekotak susu yang hampir kadaluarsa dari pintu lemari pendingin. Semalam akhirnya aku berhasil tiba di tempat ini dengan selamat. Tidak mudah bagi seseorang yang bukan bagian dari dunia belakang sepertiku untuk menemukan Sumi. Gadis ini tinggal di apartemen ilegal, dengan kontrak yang tidak jelas dan tentu saja tanpa penjamin. Tembok bangunan ini setipis milikku dan mama dulu, airnya pun keruh dan kadang berbau.. Untung sekarang masih musim dingin, kalau tidak pasti tempat ini sudah menjelma menjadi sarang kecoak. Bisa-bisanya Aoi-san menyebut tempat ini sebagai tanda belas kasihannya pada Sumi.
Tiga hari lalu aku akhirnya berjumpa lagi dengan Aoi-san setelah berbulan-bulan tak bersua. Sejak masa latihanku usai, aku hampir tak punya kesempatan untuk bertemu dengannya. Aku hanya mendengar tentangnya dari Sumi dan Kakeru. Tapi sejak awal aku dan ia memang tidak saling mengenal untuk menjalin hubungan yang panjang. Kami mengingat nama satu sama lain hanya ketika ada keuntungan yang bisa kami perah. Meskipun pada akhirnya hanya ia satu-satunya yang bukan seorang Yakuza yang bisa membawaku ke tempat Kunimitsu. Si pecundang yang menghilang begitu saja ketika prajurit-prajuritnya setengah mati bertaruh nyawa.
Himeros tidak lagi berdiri mewah seperti dulu. Setengah bangunannya sudah disegel karena sengketa, meski bagian yang didesain menarik masih tersisa. Tapi staf yang tersisa jumlahnya tak dapat dibandingkan dengan yang lalu, dan tidak ada lagi prostitusi pria. Mungkin karena itulah ia mulai menggiatkan diri pada bisnisnya yang satu lagi. Dan justru karena kemalangannya itu aku sekarang dapat terbantu.
Sama sekali tidak kusangka bahwa nama Sumi yang akan terlontar dari mulutnya. Tapi yang lebih mengejutkan lagi adalah apa yang keluar setelahnya.
"Aku sendiri merasa bersalah telah lalai menjaga benda milik Yoshimune muda itu. Meski yah sebenarnya itu bukan urusanku, tapi tetap saja aku tak bisa lepas tangan ketika mengetahui ada nyawa yang melayang karenanya. Anggap saja aku ingin memberi kompensasi jadi aku memberitahukanmu secara cuma-cuma, Kira-kun. Sumi adalah satu-satunya yang tahu di mana keberadaan Kunimitsu bajingan itu. Ia membeli Sumi beberapa kali. Atau mungkin bahkan ia adalah satu-satunya perempuan yang ia setubuhi setelah keluar dari penjara. Entahlah, kenapa selalu perempuan itu yang kena sial seperti ini... Pokoknya, datangi ia. Ia yang tahu di mana rumah sakit tempat Kunimitsu dirawat."
Pria itu akan mati. Dan ia tidak binasa karena sebab apa pun yang mengandung namaku. Aku pikir aku akan lebih sakit hati ketika mendengar fakta tersebut. Tapi daripada memikirkan perasaanku sendiri, rupanya kepalaku malah dipenuhi oleh sosok Touji. Apa yang akan ia perbuat jika mendengar seseorang yang menjadi penentu rencana kami mati dengan sendirinya? Masih adakah nilai dari membunuh seseorang yang sudah merenggang nyawa?
KAMU SEDANG MEMBACA
To Kill A Homme Fatale [BL]
Historical Fiction[COMPLETED/NC17] Tokyo, 1977 Selepas ditinggal pergi oleh Ibunya, Kira menjadi bagian dari keluarga Anzai. Hanya satu peraturan mutlak di keluarga tersebut, "tidak ada anak yang tidak berguna". Dan Kira tidak punya kelebihan apa pun yang dapat membu...