A/N Hai! Sepertinya sudah masuk liburan ya di Indonesia, jadi untuk bahan baca-baca minggu ini saya update dua chapter deh. Bab ini saya unggah bersamaan dengan bab selanjutnya "Tentang Yoshimune Touji", so don't miss it!
Oh ya, Glosarium ada di bawah ya. Cuma dikit kok. Beneran.
===
Jangan salah paham, aku sayang Shiori, tapi tetap tidak ada yang lebih cantik dari Miki saat mengenakan gaun pengantin. Aku tahu ini tidak bisa dibandingkan, Miki dengan gaun putih ala baratnya, dan Shiori dengan kimono 1)uchikake yang antik. Hm, tapi kurasa kalau Miki mengenakan gaun itu sekarang, ia sudah tidak akan semenarik dulu. Maafkan Aku Miki, tapi sepertinya wanita tercantik di masa sekarang akhirnya jatuh kepada Shiori.
"Kak, aku benar-benar pantas tidak sih pakai ini?" Ia bertanya hal yang sama untuk yang keempat kalinya. Aku paham sekarang kenapa ibu sudah lelah mengantarkan anak perempuan yang satu ini mencoba baju. Meski ia tampak seperti gadis yang tidak pernah protes, tapi sepertinya ia tahu pasti bahwa dalam hal kecantikan seperti ini ia punya hak yang tak terbatas untuk merasa tak puas.
"Aku tidak mau menjawab lagi, kau pasti tetap tidak akan percaya. Coba sekali-sekali kau tanya Kira. Buat apa ia ikut datang ke sini tapi diam saja seperti itu," ujarku sambil melirik ke adik laki-lakiku yang sibuk bermain dengan konsolnya.
"Kira, bagaimana menurutmu? Aku terlihat tua?"
Kira menghentikkan permainannya dan memutuskan untuk memperhatikan saudari perempuannya dengan lebih baik. "Kau persis Ibu."
"Jadi apa itu maksudnya?" tanyaku.
"Ya, menurut kau sendiri bagaimana, kak? Ibu cantik? Ibu tua?" Uhm, sebuah pertanyaan jebakan yang jawaban mana pun tidak akan menyelamatkanmu. Jadi aku akhirnya menghiraukan retorika itu dengan berdehem canggung.
"Memang tidak ada gunanya bertanya pada kalian. Harusnya aku tetap ke sini bersama ibu," Shiori mengeluh kecewa sembari memegang-megang tudung kepalanya yang tampak berat itu.
"Yang penting Mori-san menganggapmu cantik," celetuk Kira sambil melirik ke arah sang calon suami yang sedari tadi tidak membantu percakapan tanpa arah ini. Mori Kaji, hanya beberapa tahun lebih muda dariku. Pria yang membutuhkan 8 tahun untuk menyelesaikan kuliahnya bukan karena ia bodoh, tapi karena ia tak mau dianggap sebagai Yakuza intelektual. Ia ingin citranya tetap kentara oleh predikatnya sebagai lelaki sejati yang hidup dan mati untuk kehormatan, bukan setan-setan korporat penuh muslihat dibalik seringai bisnis. Janggut dan kumis rapinya memberikan nada pada wajahnya yang kecil dan mata sipitnya. Ia tak suka banyak bicara karena suaranya yang tinggi. Karena itu banyak yang salah paham dengan diamnya ia sebagai tanda permusuhan. Yah, pertama aku berkenalan dengannya pun rasanya seperti dibelah oleh bola matanya yang tersembunyi diantara kelopak. Apalagi setelah mendengar rumor kalau ia punya hobi mengumpulkan daun telinga manusia-manusia yang tidak ia suka.
"Kaji-san, apa kau tidak masalah denganku yang begini?" Pria itu hanya mengangguk. Lalu ia bangkit dari duduknya dan meninggalkan ruangan. Ia menunjukkan rokoknya saat hendak keluar, seakan memberitahu bahwa ia hanya butuh waktu untuk rileks.
"Tuh kan, ia tidak masalah," lanjutku.
"Kalau tidak masalah kenapa harus keluar?" Shiori sepertinya tidak menangkap pesan calon suaminya. "Aku tidak hanya harus pantas di kepala Kaji-san, tapi juga keluarganya. Kau tahu sendiri kan aku menikah dengan keluarganya, tidak hanya dengan dia."
"Hmm, hmm.. Jangan terlalu termakan oleh omongan ibu. Ini pernikahanmu, seberapa pun tidak adilnya perjanjian di belakang itu."
"Ya, aku cuma diberikan andil untuk hal receh semacam ini, tapi tidak dengan jalan hidupku sendiri." Shiori memalingkan wajahnya kasar dan ia memanggil ketus asisten perempuan yang bertanggungjawab pada kimononya. Mereka bersilat lidah cukup panjang tentang hal yang sama sekali tidak membuatku tertarik. Kalau baginya ini sesuatu yang receh kenapa juga ia harus mempermasalahkannya sampai seperti ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
To Kill A Homme Fatale [BL]
Ficción histórica[COMPLETED/NC17] Tokyo, 1977 Selepas ditinggal pergi oleh Ibunya, Kira menjadi bagian dari keluarga Anzai. Hanya satu peraturan mutlak di keluarga tersebut, "tidak ada anak yang tidak berguna". Dan Kira tidak punya kelebihan apa pun yang dapat membu...