A casa Branca (chapter I)

30 4 0
                                    

Aku percaya sebuah mitos yang tak masuk akal dan juga Enigma yang tak bisa dibayangkan. Namun, jika mitos itu sudah menjadi sebuah rumor. Akan aku buktikan mitos itu menjadi sebuah fakta yang nyata.

Ah, hampir saja aku lupa mengenalkan diriku. Namaku Lindu Galaksha. Cukup panggil aku Aksha. Tolong jangan plesetkan namaku menjadi Rindu. Sekilas, jika dipandang sebelah mata. Namaku diartikan sebagai semesta bergempa. Entahlah, aku juga bingung bagaimana kedua orang tuaku menamai nama yang cukup aneh itu. Abaikan apa itu artinya, yang penting aku memiliki sebuah nama. Syukur-syukur namaku cukup dibilang unik.

Aku suka sekali mencari-cari hal-hal yang tak lazim, dan membereskan masalah itu dengan pikiranku sendiri. Eh ralat, maksudku bukan aku sendiri yang berhasil memecahkan masalah itu. Aku bersama ketiga temanku yang sama-sama suka berpetualang. Oh iya, awalnya kami komplotan yang berisikan enam orang. Namun, kedua temanku yang lain menghilang disaat kami sedang menyeludup masuk ke asrama yang berada di tengah pemakaman. Kejadian itu sudah dua tahun lamanya.

Yang bisa kulakukan adalah, semoga kedua temanku itu segera ditemukan. Kami memang berhasil memecahkan masalah di asrama itu, namun kami gagal menemukan kedua temanku yang hilang. Sampai saat ini, kedua temanku masih tidak diketahui keberadannya, dan sedang dicari oleh para TIMSAR.

Aku berjalan menuruni tangga, membawaku menuju lantai satu. Kemudian, aku membuka pintu kamar mandi, melakukan ritualku yang setiap pagi aku lakukan setiap sehabis bangun tidur, yaitu cuci muka.

Ketika membasuh muka, aku mendengar suara wanita dewasa yang merengek-rengek meminta bantuan, "Please, Kak! Bantu aku."

Aku kemudian berjalan menuju asal suara itu, Kulihat tanteku memohon pertolongan kepada orang yang telah melahirkanku.

"Apaan sih, Tan. Saya lagi gak bisa bantu kamu." Mamaku menolak, seketika Tante Tania cemburut sambil memanyunkan bibirnya. Ia lalu duduk di ruang makan dengan kesal.

"Pagi!" sapaku ketika obrolan mereka selesai.

"Pagi juga, sayang!" sapa Mamaku lembut lalu tersenyum, sementara Tante Tania hanya menoleh kearahku.

Lambat laun, aku melihat bola mata Tante Tania melebar lalu menampilkan wajah riangnya.

"Aksha!" pekiknya lalu berlarian sambil merentangkan tangannya, mengisyaratkanku uyntuk memeluknya.

"Pagi, Tan!" Aku menyapanya ketika kami melepaskan pelukan. Aku melihat, ia tersenyum begitu lebar hingga menampilkan jajaran gigi yang tersusun rapi.

"Tumben kesini pas pagi-pagi, biasanya kan siang," kataku lalu duduk di ruang makan di hadapannya. Ia hanya terkekeh sambil melipatkan tangannya di atas meja makan.

"Aksha, mau bantuin Tante gak?" tanyanya diiringi senyuman sumringah.

"Jangan libatkan anak saya ,Aksha yah, Tan!" Terdengar sahutan Mama dari arah dapur. Tante Tania hanya mendengus sambil memutar bola matanya dengan malas, bisa dilihat dari mimik mukanya, sepertinya dia mengabaikan sahutan Mama dan menganggapnya sebagai angin berlalu.

"Please, Aksha mau bantuin Tante gak?" tanyanya sekali lagi.

"Bantuin apa?" Sambil bertanya, aku menaikkan sebelah alisku. Tanganku yang sedari tadi di atas meja, digenggam olehnya seraya mengusap punggung tanganku.

"Kalau Aksha bantuin Tante, bakalan Tante kasih duit deh," desaknya.

Kemudian, kembali terdengar sahutan dari Mama, "Jangan main sogok!"

"Abaikan ucapan Mamamu itu, tenang aja. Tante bakalan kasih imbalan, deh."

Aku hanya mengernyitkan alisku, "Aksha gak butuh imbalan. Tapi, Aksha mau nanya."

Event Mei WIDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang