A casa Branca (chapter IV)

25 3 0
                                    

Aku mengerjapkan mataku berkali-kali secara perlahan. Mataku menyipit kala menyadari tempatku berada sekarang sangatlah gelap.

"Ngg...," ringisku pelan.
Rasa pusing akibat pukulan di kepalaku tadi masih terasa. Kepalaku berdenyut ngilu. Aku bahkan bisa merasakan darah yang mengalir di pelipisku.

Kedua bola mataku berpencar ke kanan dan kiri, memperhatikan setiap sudut ruangan yang kutempati ini.

Dengan penerangan yang minim, aku bisa melihat sebuah patung dengan simbol segitiga terbalik berada di tengah ruangan ini. Patung tersebut cukup tinggi dan besar.

Bau amis darah menyeruak masuk ke dalam hidungku. Ruangan ini benar-benar berbau busuk dan menyeramkan.

"Kau sudah sadar rupanya?"
Seketika lampu di ruangan ini menyala. Aku menoleh tatkala mendengar suara itu. Mulutku ternganga tak percaya melihat siapa yang berada di belakangku.

"Tan ... Tante Tania?" bisikku.
Tante Tania terkekeh kecil. Ia berjalan melewatiku sembari membawa sebungkus kantung kecil.

Ia berjalan ke arah patung tersebut. Aku baru menyadari, di belakang patung tersebut telah tergantung lukisan yang sama dengan lukisan Tante Tania.

Dibukanya kantung kecil itu. Disebarkan isi kantung tersebut yang berupa abu di bawah patung tersebut. Setelah itu, ia membaca beberapa kalimat Latin yang tak ku mengerti.

"Apa maksud dari semua ini, Tan?! Jelaskan! Mengapa juga Glen dan Salsa berada di sini?!" pekikku.

Aku bergerak meronta-ronta. Berusaha melepaskan ikatan tali tambang yang melilit kedua tangan dan kakiku. Tapi nihil, ikatan ini sangatlah kuat.

"Lindu Galaksha. Bukankah kau suka memecahkan misteri. Tapi mengapa kau tidak bisa memecahkan misteri ini?" ujar Tante Tania dengan seringai misteriusnya.

Ia berjalan ke sebuah rak besar yang berada di ujung ruangan. Ia mengelus-elus sebuah figura foto yang terpajang di sana.

"3 tahun yang lalu adalah masa-masa yang sangat sulit untuk saya dan Arga. Saya yang tidak pernah mengalami kesusahan harus luntang lantung bertahan hidup dalam kemiskinan dan jeratan hutang piutang," jelas Tante Tania.
Ia berjalan perlahan menuju patung simbol tersebut. Tangan putih mulusnya mengusap-usap perlahan patung tersebut.

"Hingga akhirnya seseorang menawarkan saya untuk melakukan ritual ilmu setan ini. Awalnya saya enggan, tapi seorang pengikut ilmu ini mengatakan kepada saya, bahwa dengan mengikuti ilmu ini, saya akan segera mendapatkan kembali kekayaanku," sambungnya.

Badannya menunduk ke bawah, kedua lututnya menempel dengan lantai. "Saya pun mempelajari ilmu ini dengannya. Saya melakukan banyak ritual dan pengorbanan. Salah satunya ... pengorbanan anak remaja."

Tetesan air mata mulau mengalir dari pelupuk mataku. Aku tak menyangka bahwa seorang Tante Tania bisa ikut ajaran sesat seperti ini.

"Setelah itu seperti yang kamu lihat, semua harta dan kekayaan saya kembali. Saya kembali hidup senang dan bahagia. Saya tidak lagi miskin. Tapi kamu tahu? Semua harta ini memiliki konsekuensi."

Tante Tania berjalan ke bagian lain ujung ruangan. Ia mengambil 2 bilah pisau dan mengasahnya satu sama lain.

"Sebagai konsekuensi, saya harus mengorbankan seorang anak remaja setiap minggunya dan menaruh abu mayatnya di bawah patung Tuan Kehormatan," ucapnya.

"Apa?! Bagaimana bisa anda berlaku sekejam ini!" teriakku.

Rasa takut, kesal, dan sedih semuanya bercampur aduk dalam hatiku. Terlalu banyak rahasia yang tak kusadari dari diri Tante Tania.

Event Mei WIDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang