Terik matahari siang memasuki celah-celah jendela. Udara panas di musim kemarau ini membuat sekujur tubuhku dipenuhi dengan peluh. Sesekali aku menyeka keringat yang terus mengalir di pelipisku.
"Aksha, tolong bantu pegangi kursi ini. Tante mau pasang lukisan," ujar Tante Tania.
Setelah menaruh vas bunga di atas meja, aku datang menghampiri Tante Tania yang berada di ruang tengah.
Bisa terlihat Tante Tania yang tengah berdiri di samping kursi kayu dengan sebuah lukisan besar di tangannya."Pegangin ya," pinta Tante Tania yang kutanggapi dengan sebuah anggukan cepat.
Lantas, Tante Tania pun naik ke atas kursi tersebut. Dengan penuh hati-hati, ia berdiri di atas kursi itu. Tangannya terulus ke atas, berusaha mencapai paku yang berada cukup tinggi untuk memasang lukisan tersebut.
Kedua mataku menatap seksama lukisan tersebut. Lukisan berwarna gelap dengan perpaduan hitam dan abu-abu. Lukisan itu cukup abstrak dengan simbol segitiga terbalik yang cukup besar di bagian tengah. Sekilas, lukisan tersebut tampak seperti manusia bertudung.
Bulu kudukku terasa merinding kala menatap simbol di lukisan itu. Ini ... creepy.
"Sejak kapan Tante suka lukisan seperti ini?" tanyaku spontan.
Tante Tania yang baru saja turun dari kursi memandangku lekat-lekat.
"Memang kenapa?" tanyanya balik.Aku hanya memasang seulas senyuman. "Tidak. Hanya baru tahu saja Tante suka lukisan seperti ini. Lukisan ini tampak ... little bit creepy."
Tante Tania tertawa kecil menanggapi ucapanku. "Jangan mikir aneh-aneh, udah. Ayo bantuin Tante beres-beres lagi."
Tante Tania pun berbalik arah dan masuk ke dalam rumah, berlalu dari hadapanku. Aku masih terdiam di sini. Memandang dengan cermat lukisan tersebut.
Simbol itu tampak tak asing di mataku. Aku seperti pernah melihat simbol tersebut sebelumnya. Tapi entah dimana. Aku lupa.
"Aksha! Ayo sini ke gudang bantuin Tante!"
Seruan Tante Tania memecah lamunanku. Lantas, aku langsung berbalik badan dan membalas seruan Tante Tania.
"Iya, Tan!"
Tampaknya, aku harus melupakan dulu soal lukisan itu. Tugasku kesini untuk membantu Tante Tania. Soal simbol itu akan kucari tahu lagi nanti.
Aku pun berjalan dengan cepat menuju gudang. Saat memasuki gudang, aku bisa melihat Tante Tania yang tengah menaruh setumpuk buku di dalam sana.
"Ada yang bisa ku bantu?" tanyaku menghampirinya.
Tante Tania menoleh dan menarik pelan lenganku agar berjongkok sejajar dengannya.
"Tolong pilah-pilah buku ini ya? Yang masih bagus, nanti Tante masukkan ke dalam rak. Yang sudah buluk atau rusak, tinggalkan di gudang. Bisa kan?" pintanya.
Kepalaku mengangguk perlahan. Tante Tania pun mengembangkan sebuah senyuman dan mengacak-acak rambut hitam legamku.
"Baiklah. Tante mau beresin dapur dulu ya sekalian masak makan siang buat kita nanti," ujarnya.
Tante Tania pun berdiri dari posisinya dan berjalan keluar dari gudang.
Aku menghela napas panjang. Ku ubah posisi dudukku menjadi sila dan mulai memilah-milah tumpukan buku milik Tante Tania.
Sesekali dahiku mengkerut kala melihat beberapa buku lama yang sudah cukup usang dengan bahasa asing. Sepertinya itu bahasa Latin, entahlah.
Aku juga menemukan banyak novel-novel berat dengan bahasan yang sangat dewasa. Ternyata koleksi buku Tante Tania banyak juga.