A Half Real (Chapter II)

18 2 0
                                    

2|| SHADOW


Sudah seminggu ini, Vino berulang kali mampir ke taman depan kompleks. Selama seminggu ini juga, ia larut dalam perbincangan hangat dengan Alena. Gadis cantik berkulit putih pucat yang irit bicara. Mereka berdua banyak menghabiskan waktu bersama. Entah sekadar perbincangan singkat, atau bahkan hening yang menemani diiringi hembusan angin sejuk. Vino merasa ada yang lain pada diri Alena. Hal itu pun, secara tidak langsung membuat Vino semakin sering menghampiri Alena yang setia berada di taman. Namun, sejauh ini, belum ada tanda-tanda Alena akan terbuka dengan Vino.

Sore itu, hujan turun cukup deras. Angin juga bertiup cukup kencang. Sialnya, Vino hanya memakai jaket kulit biasa dan itu tidak melindunginya dari terpaan hujan. Ia memacu motornya kencang. Tangannya menggenggam stang motor erat. Vino mulai menggigil kedinginan. Tetapi entah, untuk yang ke sekian kalinya, Vino menepikan motornya di depan pagar taman depan kompleks, taman itu seperti mengandung magis yang membuat Vino tertarik ke dalamnya.

Di pendopo taman, Vino mendapati Alena duduk sendirian. Memang selalu seperti itu. Alena sendiri, dan hanya berdiam diri.

"Kamu kedinginan?" tanya Alena, tanpa menoleh pada Vino.

Vino berjalan mendekat pada Alena, lalu mendudukkan diri di sebelah Alena. Ia menggosok-gosok kedua pergelangan tangannya, berusaha untuk menghangatkan diri.

"Aku baru pulang," ucap Vino. Entah mengapa, ia merasa harus selalu memberi tahu pada Alena mengenai rutinitas kesehariannya.

Alena mengangguk. "Kenapa di rumah? Kamu seperti menghindari sesuatu," tebak Alena. Vino sedikit terperanjat mendapati tebakan Alena. "Bagaimana kamu bisa tau, kalau sedang ada sesuatu di rumah?" tanya Vino. Alena hanya tersenyum samar-seperti biasa, Alena tak begitu menampakkan wajah ekspresifnya.

"Bila kamu mengetahui sesuatu tentangku nanti, aku harap selesaikan semuanya dengan baik," kata Alena. Kali ini ia memandang ke dalam mata Vino lurus. Baru sekarang Vino merasa Alena sedikit hidup. Ia sudah bisa menatap mata Vino cukup lama dan intens. Alena juga sudah banyak berbicara dan tersenyum, meski senyumnya adalah senyum simpul.

"Apa maksudmu?" tanya Vino bingung. Ia kembali menggosok kedua pergelangan tangannya semakin kencang.

"Akan ada waktu, di mana kamu akan mengetahui suatu hal. Mungkin saja itu tentangku," jawab Alena. Ia mengayunkan kakinya mengenai rintik hujan.

"Aku gak paham, apa maksudnya, Lena." Vino menggeleng pelan, sementara Alena lagi-lagi hanya terdiam.

Memang selama tiga hari kemarin, kedua orangtua Vino seperti mendapat tekanan besar yang Vino tidak tahu darimana datangnya. Papanya sering pulang larut malam. Mamanya juga lebih banyak diam di rumah, bahkan memilih berada di kamar seharian.

Sedikit yang Vino tahu. Bahwa tantenya-adik papanya-yang sudah cukup lama meninggal, ternyata memiliki seorang anak angkat perempuan yang keberadaannya saat ini seperti hilang ditelan bumi. Jika Vino bertanya pada mamanya mengenai kematian sang tante. Sebisa mungkin Mamanya akan mengalihkan pembicaraan.
Dari dulu sampai sekarang, Vino bahkan tidak begitu mengenal siapa sosok tantenya. Ia hanya mengetahui sebatas nama. Tante Aldea. Hanya itu saja. Vino juga tidak tahu kalau ternyata ia memiliki adik sepupu angkat dari tantenya.

"Sudah sore, sebaiknya kamu segera pulang, Vino. Kamu bisa sakit kalo terus-terusan di sini," ucap Alena. Ia bangkit berdiri, menepuk sebagian gaun putihnya yang basah terkena tetesan air hujan. Langit sudah sedikit lebih cerah, hanya saja hujan belum sepenuhnya mereda.

"Alena ...," panggil Vino, ia berjalan cepat berusaha mensejajari langkah Alena yang ingin keluar dari taman kompleks.

Alena berbalik, ia menaikkan kedua alisnya. "Iya?"

"Kamu ... tinggal di rumah nomor berapa?" tanya Vino ragu. Ia melihat Alena yang diam tanpa ekspresi. Setelah selama ini mereka berdua sering kali mengobrol, baru kali ini Vino benar-benar menanyakan dimana rumah Alena.

"Aku bisa pulang sendiri," kata Alena singkat, ia melanjutkan berjalan keluar taman.

"Sebentar, Lena. Aku hanya bertanya." Vino meraih pergelangan tangan Alena, menahannya agar tidak menjauh dari Vino.

"Aku ... selalu ada di tempat yang sama. Tidak perlu khawatir," jawab Alena. Lalu selanjutnya, Alena benar-benar pergi meninggalkan Vino sendirian di taman. Sering kali, seperti itu. Vino yang menghampiri Alena, lalu ia yang akan di tinggal Alena pergi.

"Apa maksudnya dengan tempat yang sama? Aku bahkan tidak mengkhawatirkannya. Aku hanya penasaran," lirih Vino. Ia menggendikkan bahu, lalu memutuskan untuk segera pulang ke rumah. Mungkin mandi air hangat, lebih baik untuknya sekarang.

***

"Saya tidak mau tau, habisi Aldea dan Suaminya. Kalau perlu hancurkan semua usahanya. Buat semuanya terlihat natural dan se-alami mungkin. Ingat, bayaran kamu cukup besar jika berhasil membereskan urusan yang satu ini," perintah seorang lelaki.
Klik.

Telepon terputus, diiringi helaan napas berat dari seorang perempuan yang duduk di sofa.

"Apa ini tidak akan tercium oleh Papa, Mas? Mengapa harus seperti ini, sih? Kamu masih bisa berusaha mendapatkan pemasukan dengan cara lain kan? Entah mengapa, aku tidak setuju," ucap perempuan itu. Ia memalingkan wajahnya dari suaminya.

"Tidak ada jalan lain. Dea sudah sering kali seperti ini. Ia banyak mencuri perhatian Papa atau Mama. Aku tidak bisa terima. Bahkan, setelah dia dan Arya menikah pun, sifat merepotkan itu masih saja melekat. Dasar manja!" dengus lelaki itu.

"Mas Arman, apa Mas sudah memperhitungkan semuanya? Papa bisa marah besar jika tau kalau yang melakukan semua ini adalah Mas. Papa pasti kecewa dengan kamu. Ingat itu, Mas," ucap si perempuan.

"Diam, dan duduk manis saja, Rinta. Kamu tidak dilibatkan dalam urusan ini. Tugasmu hanya satu, cukup tutup mulut. Selesai," sahut si lelaki yang dipanggil Arman.

Arinta hanya bisa menundukkan kepalanya pasrah. Suaminya akan susah sekali jika sudah memiliki satu keinginan. Arinta hanya takut, jika setelah ini masalahnya akan bertambah rumit dan melibatkan banyak pihak.

Event Mei WIDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang