Judul: Titik Nol (one shot)
Author: deelichte
Tanggal pengumpulan: 11 Juni 2016===========================
Meta berlari di sepanjang lorong rumah sakit Dr.Soetomo Surabaya dengan perasaan kalut. Kucing, rumah sakit, orang-orang terkasih, banyak yang memaksa masuk ke dalam pikirannya.
Keringat dingin mengucur dari dahi melewati pelipisnya. Jantungnya berdegup kencang karena panik, khawatir dan takut.
Kamar nomor dua puluh lima itu tiba-tiba menjeblak terbuka ketika Meta sudah hampir mencapainya.
Meta berhenti berlari dan kini ia terengah-engah kelelahan. Deva memandangnya ngeri. "Ini sudah yang kedua."
"Aku tahu." Meta memandang Deva dengan tatapan takut. Ia takut akan apa yang terjadi selanjutnya.
"Temui dia, Ta. Dia membutuhkanmu."
Setelah Deva menyelesaikan kalimatnya, Meta bergegas masuk ke dalam kamar tempat Nando dirawat. Disana, sudah ada kedua orangtua Nando dan kakaknya.
"Meta," sapa Nina, kakak kandung Nando.
"Maafkan aku soal Nando. Aku sedang sangat sibuk, aku tidak sempat...."
Kata-kata Meta terputus ketika ibu Nando tiba-tiba memeluknya. Ibu Nando menangis tersedu di pundaknya.
"Anakku tidak punya musuh. Dia tidak mungkin punya musuh. Dia sangat baik."
"Aku tahu. Aku akan mencari tahu," janji Meta.
"Aku tidak peduli bahkan jika kau membunuh pelakunya. Temukan dia. Dan pastikan sampaikan pesanku padanya. Semoga Tuhan mengampunimu," ujar ayah Nando sambil membelai punggung tangan anaknya.
"Serahkan padaku, aku akan mencari lalu menangkapnya."
Hati Meta teriris sakit melihat kekasihnya yang nampak lemah di atas tempat tidur rumah sakit. Selang infus terlihat menyakiti pergelangan tangannya. Dari hidung dan dahinya terlihat darah yang sudah mengering.
Sebenarnya Meta sudah memiliki calon tersangka utama, tapi ia tidak terlalu yakin tebakannya benar. Ia hanya membutuhkan beberapa bukti lagi untuk mengungkap siapa pelakunya.
Meta kembali ke rumah dengan perasaan dan pikiran yang kacau. Seminggu sebelumnya, sahabatnya sejak sekolah dasar tiba-tiba diserang orang tidak dikenal. Ia diperkosa lalu dipukul hingga pingsan lalu dibuang di tepi sawah sekitar Sidoarjo.
Keesokannya, ia menerima kiriman kucing berbulu hitam yang mati dengan ditusuk bagian perutnya. Dalam kiriman tersebut juga ada surat yang ditujukan khusus padanya. "Aku kehilangan orang yang paling kusayangi," begitu bunyi surat itu.
Kini, ketika ia baru saja sampai di depan pagar rumahnya, ia melihatnya lagi. Kucing mati mengenaskan dengan darah mewarnai bulunya yang hitam. Meta shock dan memandang ngeri kucing itu.
Dan sekali lagi, ada pesan di samping kucing itu. Dan isinya sama. Persis.
-oOo-oOo-oOo-oOo-
Sudah seminggu berlalu semenjak kejadian Nando yang ditabrak oleh orang tak dikenal. Beberapa hari yang lalu Nando sudah sadar, tapi ia sempat terkena amnesia ringan. Kini ia sudah normal kembali.
Kini, Meta duduk di ruang kerjanya di ruang jaksa, menganalisis sebuah kasus pembunuhan. Kasus pembunuhan ini cukup rumit, dan sepertinya polisi sudah salah tangkap.
Saat ini tersangka sudah ditetapkan, dan sudah dipenjara. Tapi sepertinya bukan dia tersangka utamanya.
"Bu Meta, ini ada kiriman surat untuk Anda." Satpam kantor, pak Andi mengantarkan sebuah surat beramplop cokelat pada Meta.