Malam berganti menjadi pagi, tugas bulan beserta aksesorisnya telah selesai dan digantikan oleh sang mentari. Aku terbangun dari tidurku, akibat cahaya ilahi masuk merambat dari sela-sela jendela.
Berdiam diri sekitar 10 menit untuk mengumpulkan jiwa, aku melihat di sampingku tidak ada siapapun, padahal aku ingat betul Tante Tania tidur di samping. Ah, mungkin dia sedang menyiapkan makanan.
Setelah jiwaku terkumpul semua, aku bangkit dari tidurku. Melipat tikar dan selimut, lalu membereskan bantal dan guling. Sehabis membereskan kamar dan cuci muka, aku berjalan menuju ruang makan.
Benar kan, Tante Tania sedang menyiapkan makanan. Tampak terlihat dia memakai pakaian rapid an formal. Sepertinya, ada urusan.
"Pagi!" kataku menyapa Tante Tania.
Tante Tania yang tangannya sibuk membereskan kertas-kertas, menoleh ke arahku, ia lalu menarik sudut bibirnya, "Pagi juga, Aksha."
Aku membalas senyuman Tante Tania, "Mau kemana, Tan?" tanyaku.
Wanita dewasa yang berada di hadapanku berjalan mondar-mandir dari rak satu dengan rak yang lainnya, "Tante mau pergi ada urusan dulu," jawab Tante Tania.
"Urusan apa Tan?" tanyaku lagi.
"Urusan sama rekan-rekan bisnis, yaudah. Tante pergi dulu, ya. Kamu kenalan-kenalan saja sama tetangga-tetangga," jawab Tante Tania lalu berjalan pergi, tanpa menunggu jawabanku.
Entah kenapa, aku merasa curiga dengan sikap tante. Bisnis? Setau aku, Tante Tania gak punya perusahaan apapun, deh. Boro-boro punya perusahaan, dia saja gak kerja.
Ah, masa bodo lah. Itu terserah Tante Tania saja.Ngapain aku ikut campur urusan orang dewasa? Lebih baik, aku menemukan hal misteri lagi, siapa tau di sini, ada hal tak lazim.
Aku kemudian ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhku, lalu berganti baju. Dan, pergi keluar rumah untuk sekedar berkeliling.
Di sepanjang jalan, banyak anak-anak kecil yang riang bermain bersama Ibu atau enggak baby sitter, maklum. Kebanyakan, orang di komplek meperkerjakan baby sitter, karena alasan sibuk lah, gak sempet ngejagain lah, repot lah. Ah, sudah biasa.
Aku lalu melewati tiga perempuan yang sepertinya sebaya dengan mama. Mereka tampak asik ngerumpi, dari segi pakaiannya, mungkin mereka baby sitter.
Mungkin.
Ketika melewati ke tiga ibu-ibu rempong itu, aku berhenti melangkah. Topik yang mereka bicarakan tampaknya menarik untuk di dengar.
"Eh, kamu tahu gak sih. Rumah kosong di sono tuh, deket pos satpam. Kan, banyak dihantui." Perempuan yang memakai baju bergaris-garis itu memulai topik sambil menyuapi makanan ke anak kecil.
"Yailah, Di setiap rumah sudah pasti ada penunggunya lah, Bu. Gimana sih?" sahut wanita yang berada di tengah-tengah.
"Ih, maksud saya. Rumah itu sering kelihatan penampakan, gitu." Wanita it uterus membela dirinya.
"Jangan ngomong gitu, dong. Saya itu takut yang begituan," tukas perempuan yang paling pojok. Kedua temannya langsung tertawa meremehkan perempuan yang ketakutan tadi.
Lalu, pembicaraan selanjutnya, aku tak mendengarkan. Gak baik juga kalau terus-terussan menguping.
Sekitar 10 menit dipakai untukku berkeliling komplek, aku kemudian masuk ke dalam rumah. Hm ... Aku tak sempat melewati rumah kosong yang tadi dibicarakan. Soalnya, ada drama korea kesayanganku yang lagi tayang di channel kesayanganku.
Arah jarum jam terus berjalan maju, hingga jam tersebut menunjukkan pukul 8 Malam. Sudah selama ini, tapi kenapa Tante Tania belum pulang juga? Apa, begitu sibuknya dia?
Argh, aku disuruh menginap itu untuk menemaninya atau membantunya atau menjaga rumahnya, sih? Kemarin, keras kepala banget menyuruhku untuk menemani dan membantunya. Eh, malah disuruh ngejagain rumah. Jadi, membantunya itu maksudnya membantunya buat menjaga rumahnya gitu?
Dari pada terus-terusan memelototi TV yang tayangannya juga membuatku kesal, lebih baik aku berkomunikasi dengan teman-temanku. Toh, pasti juga gak kerasa aja kalau Tante Tania sudah pulang?
Aku kemudian mengambil tasku di kamar, meraih laptop dan menyambungkan ke WI-FI. Untung, ia memasangkan WI-FI, kalau enggak? Aku sudah dari tadi meminta pada Mama buat menginap di rumah temanku dari pada di rumahnya.
"Hai, Aksha!"
"Hai, Dera!"
Aku dan temanku, Dera, sedang berkomunikasi melalui aplikasi skype. Kami memang sering melakukan seperti ini dikala waktu libur. Dera juga termasuk teman sekomplotanku juga. Aku dengan anggota-anggota komplotan yang lainnya berbeda sekolah. Kami berkumpul dengan mengajak teman kami masing-masing.
Awalnya, Dera, teman SMP-ku, mengajakku. Lalu, tiba-tiba Dera bilang lebih banyak pasti lebih seru. Yaudah, kita ajak teman-teman kita yang berminat. Ada Aku, Dera, Ega, Sarah, Salsa, dan Glen. Dan, dua orang yang menghilang itu adalah Glen dan Salsa.
Selama obrolan Skype, aku yang menaruh laptop di atas meja, melirik sekilas ke jendela, jarak rumah ini dengan rumah kosong berwarna putih tak terlalu jauh. Aku melihat, di depan rumah tersebut banyak mobil-mobil terparkir di depan halaman.
Untuk apa mereka memarkirkan mobil di depan halaman rumah kosong tersebut? Apa halaman mereka tak cukup untuk menampung satu mobil lagi? Dasar manusia, terlalu gila dengan harta mereka.
"Kenapa Aksha?" tanya Dera di seberang layar. Aku yang sedari tadi fokus melihat kea rah jendela, kembali fokus ke layar laptopku.
"Gak, apa-apa. Aku cuman bingung saja. Apa manusia di belahan bumi mana saja harus hidup dengan harta? Mereka mengumpulkan harta itu sebanyak-banyaknya demi memamerkan? Bukannya itu tindakan yang bodoh, bukan? Apa sekarang manusia yang menjadi bodoh?" tukasku.
"Yah, namanya juga manusia. Mereka terlalu memikirkan kehidupan dunia dari pada di akhirat. Padahal, sewaktu-waktu Tuhan bisa mengambil semua hartanya," ucap Dera. Lalu, kami mulai membincangkan hal yang lainnya.
Beberapa jam kemudian, aku melihat arah jarum jam tanganku menunjuk ke arah 10 malam. Mataku juga tinggal 5 Watt. Dan, kulihat Dera tampaknya kelelahan.
"Der, udahan ya. Gua ngantuk banget, nih," ucapku.
"Iya, gua juga ngantuk, nih. Sampai jumpa ya!" ucap Dera. Kemudian, hubungan komunikasi terputus. Aku lalu mematikan laptopku.
Cahaya rembulan tumben-tumbenan banget bersinar dengan terang. Aku lalu melihat ke arah jendela, melihat rumah kosong berwarna putih tersebut. Akibat cahaya bulan, aku melihat di dalam sana ada bayangan. Bayangan itu tampak berjalan-jalan ke sana ke mari. Tak lama, bayangan itu berhenti. Entah kenapa, bulu kudungku berdiri.
Tanpa basa-basi, aku langsung menutup gorden jendela. Entah kenapa, aku merasa tegang. Rumah itu pasti ada sesuatu.
***
Esok pagi, aku menemui Tante Tania yang berada di dapur.
"Tan, kemarin Tante pulang jam berapa? Kayaknya malam banget?" tebakku. Tante Tania hanya mengedikkan bahunya lalu duduk dan menaruh makanan di meja makan.
"Entah, Tante juga gak tahu pulang jam berapa? Kemarin, Tante pulang gak lihat jam," jawab Tante sambil memakan bubur. Aku hanya ber'oh'ria, lalu duduk di hadapannya.
"Kayaknya kemarin Tante pulang di atas jam 10, deh. Soalnya, jam 10 aku masih terjaga," tukasku lalu memakan bubur itu.
Tania lalu mengunyah makanannya terlebih dahulu, sepertinya ada hal yang mau di omongin.
"Kamu memangnya tidur jam berapa?" tanyanya. Aku kemudian mengedikkan bahu, "Sekitar jam 10 sampai jam setengah sebelassan."
Lalu, Tania membulatkan bibirnya hungga berbentuk 'o'. Sebelum kembali makan, sepertinya Tania menggumam.
"Tadi, aku lihat Tante bergumam. Bergumam apa?"
"Bukan, bukan apa-apa. Gak, terlalu penting kok, udah cepetan makannya," jawabnya lalu kembali mengunyah makanan.
Aneh? Tante Tania akhir-akhir ini terlihat aneh. Apa ada sesuatu yang ia sembunyikan?