Antara Alwan dan Farzan

778 71 21
                                    

Tunggu. Gue kan lagi nunggu Alwan. Terus.... Itu ngapain si cogan ngibrit ke parkiran motor?

"FARZAN!" Teriak gue memanggil dia yang udah lumayan jauh. Dia menoleh dan mengisyaratkan gue untuk tetap nunggu di sini. Aduh, ini gimana urusannya?

Gue berpikir dan segera mengambil handphone dari dalam tas, tapi setelah dipencet-pencet. Handphone itu nggak mau nyala. Sial!

Batrenya abis.

Terus ini gimana cara gue hubungin Alwan?

Moge merah benderang menyilaukan mata gue. Farzan membuka helmnya dan menyuruh gue untuk naik. Beberapa murid melirik gue, bukan, bukan beberapa. Tapi semua murid melirik ke arah gue dan Farzan sekarang.

Memang apa yang dilakukan cowok itu, pasti jadi perhatian semua anak-anak.

"Rumah lo di mana?" tanyanya singkat.

"Nggak usah. Gue...."

"Udah, lah. Ayok naik." Perintahnya lagi sambil make helmnya yang sempat dilepas.

Ah, gimana nih?

"Zan, tapi.... Gue nggak bisa." tangan Farzan menarik gue mendekat, hampir aja gue kehilangan keseimbangan. "Oke, oke. Gue minta maaf. Cha, lo mau kan maafin gue?" katanya dengan wajah ganteng yang bikin gue.... Nggak bisa nolak!

~~~

"Cha," panggil Farzan. "Lo takut sama gue?" tanyanya tiba-tiba setelah kami keluar dari arena sekolah. Gue mengerutkan dahi bingung, takut?

Oh, mungkin karena.... Loh? Karena apa ya?

"Yang diceritain temen lo, nggak sepenuhnya bener, kok. Gue narik kerah Pak Gibran karena dia kasar, memperlakukan gue kayak binatang. Gue nggak suka. Temen-temen gue juga digituin. Dia nggak pantes jadi guru."

Gue diam mendengarkan. Pasti Farzan ngiranya gue takut plus marah sama dia setelah Grisel cerita banyak tentang cowok yang selalu buat masalah di sekolah.

Siapa lagi kalo bukan dia? Yah, tentang itu, gue nggak bisa ngomentarin apa-apa sih karena dulu gue juga jadi biang kerok di SMP, alusnya sih, gue ngerti perasaannya gimana.

"Cha, suara gue kedengeran, kan?" Gue bergumam mengiyakan.

"Lo masih bete?" tanyanya lagi.

"Gue nggak tau kenapa lo bete, tapi sumpah gue kemarin nggak bersandiwara."

Mungkin gue memang terlalu sensitif kali ya jadi tiba-tiba marah sama dia? Toh, urusannya dong mau dicium atau peluk cewe mana pun. Badan juga badan dia. Siapa gue ngatur?

"Btw, lo tau cerita temen gue? Kok bisa?" tanya gue selidik.

Dia mengedikkan bahunya, "gue punya banyak mata-mata di sekolah." Suara motor menderu, dia berbelok sekarang.

Farzan menunjuk satu restoran di pinggir jalan. "Kayaknya baru, tuh. Cobain, yuk."

Dia dengan cepat menepi dan memarkir motornya sebelum gue sempat menolak.

Cowok itu mendorong pintu resto dan menahannya sampai gue masuk ke dalam. Setelah itu dia menarik kursi yang kosong dan membiarkan gue duduk di sana.

Kalau kalian bilang Farzan itu good manner. I agree. But, jangan lupakan tentang gosipnya jika dia itu milik semua. Yang artinya, udah terbiasa memperlakukan cewek kayak gini. Berlaku buat gue juga, sih. Hampir aja gue lupa.

"Mau pesen apa?" Farzan membuka buku menu dan membolak-baliknya. "Menu yang paling enak yang mana ya, Mbak? Pacar saya lagi nggak nafsu makan soalnya."

Stupid Girl [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang