Adnan dan Reno

466 51 19
                                    

Gue duduk di antara dua orang anak manusia yang lebih mirip banteng mau nyeruduk kalo liat kain merah. Idih ngeriiii, gara-gara siapa sih mereka jadi bersitegang begini?!

Alwan terus meraba ujung bibir dan pelipisnya, di mana ada luka yang digoreskan Farzan disana. Anjayyyy, berasa bromance!

"Bukan di situ. Kesanaan lagi." Gue mengoreksi, jadi gemas ngeliat tangannya yang daritadi malah mencoreng-coreng wajah yang gak salah apa-apa.

Dia menghela napas dan memberikan obat merahnya ke gue. "Gue minta tolong, ya. Bukan minta disiksa. Pelan-pelan." Pintanya setengah hati, ya biasanya kalo Alwan kenapa-napa gue suka jahil, sih. Melihat dia meringis kesakitan entah kenapa membuat gue senang dan tertawa jahat tepat di depan mukanya. Gue suka melihatnya tersiksa!

Gue meraihnya pelan, berniat membersihkan lukanya dengan teliti. Tapi tiba-tiba tangan Farzan merampasnya cepat.

"Biar gue aja."

Alwan mengerutkan dahinya bingung, sedetik kemudian wajahnya berubah jengah. "Gak sudi gue diobatin sama lo!" Farzan berdiri dari duduknya dan beralih mendekati Alwan, dia menatap Alwan penuh sampai gue mulai berpikir yang engga-engga. Ada apa ini di antara kedua makhluk?

OH TIDAK!

Jauhkan kata-kata homo atau semacamnya, ya Tuhan!

Cowok itu duduk di sebelah Alwan, "gue sering luka begini. Jadi tau banget cara biar diobatinnya gak sakit." Farzan menghela napasnya, "jujurnya, sih. Gue gak pengen liat Icha ngobatin lo."

"Bangsat."

Gue cari cara untuk menetralkan kembali keadaan. Oh ayolah otakku yang cerdas, percuma dong usaha gue melerai pertengkaran yang tadi kalo mereka adu tonjok sekali lagi di tempat ini?

Oke, oke. Icha ngerti Icha cantik, tapi kalian juga ganteng kok. Jadi jangan iri-irian.

Alwan berdiri dari tempat duduknya dan mengambil lengan gue, "ayuk pulang." Ajaknya meninggalkan Farzan sendiri. Tapi baru satu langkah, cowok itu menghentikkan kakinya. Matanya lurus menatap dua manusia, kayaknya sih anak kuliahan, soalnya mereka pakai almameter universitas yang sama, dan baru saja masuk ke dalam sini, kafe.

"Reno?"

"Abang?" Panggil Farzan dan Alwan barengan.

Lah? Lah? Itu mereka manggil siapa woi!

Dua orang anak kuliahan itu pun menoleh ke arah kami, wajah mereka sumringah kayak abis nemu jarum di tumpukkan jerami. Demi neptunus, kebayang kan susahnya gimana!

Jangan tanya gue ya kenapa jadi ke jarum atau jerami. Gue juga gak tau alasannya soalnya.

"Wan.... Itu bukannya Mas Adnan, ya? Masyaallah ganteng!" Gue membekap mulut tak percaya, emang ya anak kuliah itu aura kerennya ketara banget!

Mas Adnan dan seseorang yang dateng bareng dia pun menghampiri kami. "Yoo, adek gue Alwano. Eh, kenapa muka lo, brad?" Mas Adnan membolak-balik wajah Alwan, cowok itu segera menepisnya kasar, "sakit ah. Gue gak tau lo pulang hari ini, Mas."

Mas Adnan menaikkan bahunya sambil mengangkat kedua alis. Bola matanya bergerak ke samping dan turun sedikit, melihat wajah gue yang kalo dibandingin sama Alwan, emang lebih pendek.

"Ini Icha?" tanyanya sambil menunjuk gue.

Alwan melihat gue sinis dan melemparkan pandangannya ke arah Mas Adnan. "Iya. Jelek banget ya sekarang." Celetuknya membuat gue cubit lengannya keras sampai dia melotot.

"Mas Adnan tambah ganteng!" Seru gue dengan mata berbinar-binar. "Lo ngga berharap dipuji balik kan sama Mas gue?"

Gue berdecak dan mengumpat kata-kata benci dan hinaan untuk Alwan. Mas Adnan tertawa sekilas, "langgeng ya lo berdua! Ngiri gue bocah kayak lo bisa nempel terus sama cewek cakep."
EA!

Stupid Girl [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang