Berhasil Balas Dendam

474 45 19
                                    

Sinar matahari yang menyilaukan memaksa mata Farzan terbuka, ia langsung merasakan sakit yang amat sangat di bagian kepalanya. Perlahan bola matanya bergerak, tak sengaja melihat Randy tengah tidur dengan posisi duduk sambil menggenggam tangannya.

Farzan mencoba melepaskan genggaman itu hingga Randy terbangun dan menyadari bahwa Farzan telah siuman.

Farzan mencoba duduk, Randy segera membantu, tangannya sergap memegangi kedua bahu Farzan. "Gak usah." Farzan menjadi risih, ia menyingkirkan tangan Randy dengan kasar.

"Gak usah sok baik sama saya. Pergi." Cowok itu meraba ujung bibirnya yang masih terasa perih. Randy menghela napas melihat kelakuan anak tirinya yang masih sama.

Sejak tinggal bersama, Farzan memang tidak pernah menganggap Randy ada. Farzan mengecapnya sebagai pria berengsek yang merebut istri orang. Dia tidak sudi kalau harus bertatap muka dengan orang macam Randy.

"Oke, saya pergi. Tapi tolong makan sarapannya dan minum obat. Mama kamu sudah buat bubur untuk kamu, makanlah perlahan selagi masih hangat."

Randy bangkit dari kursi dan matanya langsung melihat Reno yang hendak masuk. Randy menepuk bahu Reno pelan, "jagain adik kamu, memar di tulang pipinya parah, bagian kepalanya juga, luka luarnya harus dibersihkan terus biar ngga terinfeksi. Mahasiswa kedokteran pasti ngerti hal macam ini, kan?"

Reno tersenyum menanggapi Randy, "saya ingin setelah kamu lulus, kerja di rumah sakit ini."

Ya. Saat ini mereka tengah berada di rumah sakit karena alat-alat di rumah Farzan tidak mencukupi.

Kemarin malam, dengan keadaan panik Alwan membawa Farzan ke rumah karena ia berpikir Randy yang berprofesi sebagai dokter bisa mengatasinya. Namun, keadaan Farzan yang terbilang sekarat butuh alat-alat canggih yang tidak sedikit.

"Oke." Reno mengacungkan jari jempolnya, memang sudah lama sekali Reno ingin bekerja di tempat ini. Salah satu rumah sakit terbesar di Jakarta yang tidak lain adalah milik Randy, Ayah tiri mereka.

"Akrab lo." Farzan baru membuka mulutnya saat Randy sudah keluar kamar. Ia memperhatikan sikap Reno yang agak berbeda. "Ayah ngga seburuk yang lo kira, kok."

Farzan terperanjat, "apa? Ayah? Ren, gila lo. Dia pria bajingan yang ngerebut nyokap dari Papa. Lo lupa? Papa sakit gara-gara siapa? Karena dia, Ren!" Farzan merasakan kepalanya yang mulai sakit lagi. Ia meringis menahan sakitnya.

"Lo salah, Zan. Papa sakit karena ulahnya-"

"Argh, mending lo cabut. Kepala gue sakit denger lo ngomong."

Reno menghela napasnya, ia berjalan menuju pintu, badannya berbalik menghadap adiknya sebelum menutup pintu. "Gue sayang sama lo dan Mama. Itu alasan gue terima Randy di keluarga kita."

~~~

Icha melihat Farzan sudah nangkring menjemputnya dengan motor serta helm yang biasa ia pakai. Cewek itu keluar dari perkarangan rumah dan membuka gerbang, kakinya keluar dengan mulus dengan raut wajah bahagia. Pasalnya, hari ini adalah hari ujian terakhir dan dirinya tidak pandai menyembunyikan ekspresi.

"Senang banget. Kenapa?"

Icha tersenyum lebar. "Emangnya keliatan banget, ya?"

Stupid Girl [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang