Keseriusan Farzan

729 70 4
                                    

"Sejak...." gue bingung sendiri mulainya dari mana. Karena Farzan tiba-tiba dateng, tiba-tiba ketemu, pokoknya serba tiba-tiba kayak lagunya Maudy Ayunda. Tau nggak? Udah lah tau aja biar cepet.

Abang cakwe pun memanggil Grisel dan menunjukkan pesanan Grisel. Cewek berambut kuncir kuda itu mengambil pesanannya kemudian membayar.

Gue melihat ke arah plastik cakwenya, ni anak badannya kecil tapi nggak salah? Satu kantong ampe penuh gitu.

"Woi, gue nanya sama lo." Grisel menjentikkan jarinya di depan komok gue. Gue pun menggeleng berusaha membuyarkan lamunan gue.

Tiba-tiba mata gue terkunci sama seorang cowok yang lagi dikerubungi anak-anak cewek. Dari ujung sampe ujung gue liat, itu pasti Farzan. Grisel juga ikut melihat keramaian itu setelah gue mencoel lengannya. Mereka baru aja dateng. Kalo boleh kepedean, Farzan kayaknya nyusul gue terus secara nggak sengaja ketemu sama cewek-cewek ganjen itu.

Halu aja dulu.

"Farzan itu famous ya?" tanya gue masih memandangi Farzan dan beberapa siswi yang kini melingkarkan tangannya pada tubuh cowok jangkung itu. Bukannya risih, tapi Farzan malah meladeninya. Satu, dua orang dibiarkan mengecup pipinya, terbukti karena dia sedikit membungkuk agar cewek itu bisa menjangkau wajahnya.

Gue bergidik, walau pun keadaan lorong sekolah saat ini tidak terlalu ramai. Tapi, please lah banyak kali jomblo di sini!

Cih, dasar playboy cap tai kuda. Gue lagi kesel denger Alwan jadian, eh lo malah tebar pesona sana-sini!

Mati aja lo!

"Makanya lo tuh jangan ngeliat Alwan mulu. Farzan aja sampe nggak kenal. Lo sekolah di SMU 38, kan? So, lo pasti tau Ibu kepala sekolah kita." Gua menganga nggak mengerti, kenapa jadi nyasar ke ibu kepala sekolah yang udah bau tanah itu.

"Ya gue tau lah. Siapa coba yang bakal ngelupain kejahatan yang dia lakukan ke gue. Gue dianiaya!" Grisel menautkan alisnya, kemudian tertawa terbahak-bahak sampe cakwenya muncrat ke muka gue.

Oh my god feels so iyuhhhh.

"Makanya jangan lempar sepatu sembarangan. Mampus kan badan lo biru-biru dipukulin pake sepatu."

Gue mencibir, hari di mana gue lagi dibuat murka sama anak kampret satu itu, gue niatnya mau bales lempar Alwan pake sepatu gue, tapi meleset dan malah nimpuk nenek peot itu. Arghhh.

"Nenek-nenek tapi tenaganya kuat banget men. Babon ngamuk. Ckckck."

"Nah. Nurun tuh ke cucuknya."

Cucuk?

Kabel di otak gue pun mulai tersambung sedikit demi sedikit. Ya kayaknya kebegoan gue perlahan sirna. Eit, matahari kali ah sirna!

"Bohong. Ibu kepala sekolah neneknya Farzan?! Demi ape lo!?"

Dia berdecak, "kaget kan lo. Dulu gue juga gitu. Yah, sebenernya sih, Farzan famous juga bukan gara-gara itu doang."

"Terus apa lagi?"

"Hmm, bandelnya kali, ya? Apa gantengnya? Ah, dia mah apa-apa juga selalu bikin geger satu sekolah, sih. Famous, deh, jadinya."

Gue mengangguk-angguk mendengar Grisel bercerita sambil mengingat kejadian beberapa bulan yang lalu, ketika ada satu anak berani menarik kerah seorang guru dan memukulnya membuat kami yang sedang fokus upacara bendera menoleh kearahnya. "Jadi itu Farzan? Yang narik kemejanya Pak Gibran? Gila, gue mikirnya tuh anak sinting tau nggak?"

Pak Gibran itu guru paling killer setelah Pak Andi. Cuma dia ya gitu, killer nya pake tangan. Beda sama Pak Andi yang cuma gede mulut.

Stupid Girl [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang