EXTRA PART (2)

933 55 20
                                    

FARZAN POV

Malam yang dingin membuatku buru-buru masuk ke dalam gedung apartemen. Sambil membersihkan jasku dari gerimis hujan diluar, aku menunggu lift terbuka. 

Wajah perempuan kecil selalu terbayang saat cuaca seperti ini, tepatnya saat tiga tahun yang lalu. Hari itu aku bertemu dengan Icha sepulang bekerja, membicarakan banyak hal sambil minum segelas kopi. Topik kami saat itu adalah bekerja di luar negeri, entah mengapa hal itu mengingatkanku pada seseorang.

"Ngomong-ngomong, kabarnya, gimana, ya?" suaranya pelan, berlawanan dengan suara gerimis diluar.

"Kabar....nya?"

Icha bergumam menanggapi, aku tahu kalau maksudnya adalah orang itu.

"Dia sehat, selalu kasih kabar ke Mama, masih kirim uang juga. Katanya--"

"Zan, ngga usah dilanjutin,"

"Kamu.... Masih?"

Mencintainya?

Icha diam. "Dia selingkuh dari kamu, Cha. Kamu ngga lupa, kan?"

Saat itu, aku benar-benar tak bisa memaafkan Alwan. Ingin tidak percaya, tapi saat bertanya langsung dengan yang bersangkutan, ia membenarkannya. Alwan, kakakku, orang yang membuatku terpaksa melepaskan Icha, malah menyakitinya, membuat hidup perempuan itu langsung hancur dalam sekejap mata.

"Mungkin kamu akan kecewa, tapi iya, aku ngga bisa semudah itu untuk lupa sama dia."

Selama Alwan tidak ada di sisinya, aku berjanji akan menjaganya, melindunginya, dan membuatnya untuk terus merasa aman. Hal itu semata-mata kulakukan tak lebih untuk kakakku sendiri. Tapi setelah apa yang Alwan perbuat, apa yang ia balas, aku tidak bisa mengalah lagi. Semua yang aku bisa, aku lakukan untuk wanitanya. Menyemangati, membuatnya berdiri kembali. Membuatnya untuk terus melanjutkan hidup. Aku yang melakukannya. Aku yang merasa kalau Icha mulai memberikan apa yang aku ingin. Ternyata hanya aku. Hanya aku yang merasa begitu.

"Lalu.... Saya? Kita?"

"Aku yakin kamu tahu jawabannya, aku masih ngga bisa, Zan. Aku ngga siap, orang lain bahkan kamu, aku nggak bisa."

Aku berdiri, mengeluarkan dua lembar lima puluh ribu dan meletakannya di atas meja. "Saya ada janji."

Untuk pertama kalinya, aku berbohong pada Icha.

Gerimis berubah menjadi hujan deras dan aku tidak membawa mobil, kalau dalam sinetron, mungkin aku akan berdiri di tengah jalan tanpa payung sambil menangis dan berteriak kesal karena ditolak untuk yang kesekian kali. 

Tapi ini bukan dalam film, aku menunggu hujan reda di depan ruko yang tutup. Udaranya menjadi semakin dingin, aku meringsut ke bawah dan berjongkok. 

Rasanya ingin mengikuti alur dalam sinetron, ketika menangis menjadi solusi terbaik mengeluarkan semua ungkapan perasaan. Jika aku masih remaja, memukul seseorang membuat perasaanku lebih baik. Tapi sekarang aku terlalu tua untuk hal semacam itu.

Punggung tanganku tiba-tiba menjadi hangat, saat membuka mata, ada sepasang tangan anak kecil yang meletakkan tangan mungilnya disana.

Baru saja aku ingin mengambil uang dari saku kemeja, bocah berumur tiga sampai empat tahun itu menggeleng. "Dingin...." ucapnya pelan, aku masih tidak mengerti. Bajunya compang-camping dan wajahnya kotor, apa lagi yang dibutuhkan jika bukan uang?

Bocah perempuan itu pasti....pengemis.

"Tangan.... Dingin.... Begini, biar hangat." Ia mengeratkan tangannya lagi pada punggung tanganku. Aku tenggelam dalam bola matanya, ia sangat mirip dengan perempuan yang aku pikirkan saat ini.

Stupid Girl [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang