Part 4

10.7K 608 1
                                    

Andrian pov

Aku diam terpaku menatap Alea yang sedang asik menyisir rambutnya. Rambutnya begitu indah, hitam tergerai hingga mencapai pinggangnya.
Dia tidak menyadari sedari tadi aku terus mengamatinya seraya bersandar di pintu.

"Apa kau sudah siap Lea?" sapaku mengagetkannya.
Spontan dia menengok ke arahku. Bukannya langsung menjawab pertanyaanku ia malah diam menatapku tak berkedip.

"Eheeemmm....apa kau akan tetap berdiri di situ dan terus menatapku?" sambungku lagi.

Dapat ku lihat ekspresi yang terpancar di raut wajahnya. Perubahan wajahnya menjadi merah padam karena keisenganku. Alea mencoba memalingkan wajahnya kembali ke cermin. Dan aku hanya dapat tersenyum melihat tingkahnya.

"Ayo kita turun Lea, mama dan papa sudah menunggu kita di meja makan" ajakku

Tak ada jawaban yang keluar dari bibir mungil Lea. Dia hanya terdiam dan mengekori punggungku.

"Selamat pagi sayang...." sapa mama ku kepada Lae.

"Selamat pagi ma, pa" jawab Lea pelan

"Kenapa wajahmu pucat Lea? Apakah kau merasa pusing atau sakit?" cerocos mamaku memberondong pertanyaan ke Lea.

"Lea nggak pa-pa ma, mungkin Lea cuma sedikit kelelahan" jawab Lea seraya menggelengkan kepalanya.

"Ya sudah kalau begitu kita sarapan dulu, setelah itu istirahatlah di kamar" ucap mama ku lembut.

Aku dan papa hanya diam melihat interaksi antara Alea dan mama yang cukup akrab.
Selesai sarapan aku meminta Lea beristirahat karena dapat ku lihat dari wajahnya yang pucat ia pasti masih kelelahan setelah acara pernikahan kemarin.

"Pergilah ke kamar beristirahat Lea, wajahmu terlihat pucat aku tidak mau kalau kamu sampai sakit" Ucapku kepada Lea yang hanya dijawab dengan anggukan kepalanya.

Seperginya Lea aku bergegas menuju teras samping rumah. Teras yang berada tepat di sebelah ruang makan. Di teras inilah aku lebih suka menghabiskan waktu saat di rumah. Duduk di gajebo seraya melihat kolam ikan, dan bunga-bunga kesayangan mama.

Ku keluarkan berkas-berkas dari dalam tas kerjaku. Setumpuk pekerjaan yang tak terselesaikan gara-gara pernikahan mendadakku bersama Lea.

Begitu banyak pekerjaan yang tertunda hingga membuat kepalaku menjadi benar-benar pusing. Tak terasa sudah 2 jam aku berkutat dengan pekerjaanku yang tiada kunjung selesai. Hingga Sebuah suara membuyarkan konsentrasiku.

"Andrian sampai kapan kau akan terus berkutat dengan berkas-berkas itu?" tegur papa

"Iya kamu itu yan, bukannya nemeni Alea di kamar malah kamu terus aja kerja kayak gini" imbuh mama yang tiba-tiba muncul di belakang punggung papa.

"Kan kamu masih cuti, Setelah selesai cuti kan bisa kamu lanjutin kerjaan kamu. Lagian kasihan kan menantu mama kalau kamu tinggalin ngelembur kerjaan kamu terus" Tambah mama tak mau berhenti berbicara.

"Iya-iya ma, sedikit lagi ini selesai kerjaan Andrian. Kalau mama terus-terusan nyereweti yang ada malah kerjaan Andrian nggak selesai-selesai ma" gerutu ku kesal dengan sikap mama yang begitu cerewet.

Mama dan papa berlalu, sekarang pekerjaanku tinggal sedikit lagi. Tinggal finishing pengecekan berkas-berkas dan selesailah sudah.

"Haaahh......akhirnya selesai juga"

Ku bereskan seluruh berkas-berkas ke dalam tas. Lalu dengan penuh semangat aku menaiki tangga menuju ke kamar.

***
Alea pov

Setelah selesai sarapan aku memasuki kamarku. Kepala ku sedikit pusing mungkin karena tadi malam aku tidur larut malam.

Ku rebahkan tubuhku di atas kasur mencoba memejamkan mata, siapa tau dengan tidur pusingku akan sedikit terobati gumamku dalam hati.

Satu jam berlalu tapi tak sedikitpun aku bisa memejamkan kelopak mataku. Yang ku rasakan kepala ku terasa semakin berat, seolah-olah ada benda besar yang menindih kepalaku.

"Bunda....kepala Lea pusing sekali bunda" rintihku. Andai bunda ada di sini pasti bunda tidak akan meninggalkanku, bunda akan selalu setia menemaniku sampai aku terlelap.

Aku sangat merindukan bunda, baru satu hari tidak ku tatap wajah bunda terasa begitu menyakitkan. Bunda adalah satu-satunya orang yang ku miliki di dunia ini. Dialah yang selalu menjagaku. Bundaku berjuang sendirian membesarkanku. Tak pernah ku rasakan bagaimana figur seorang ayah.

Bunda hanya menceritakan pada ku bahwa ayahku adalah ayah terbaik di dunia. Ayah sangat menyangiku. Ayah ingin putrinya tumbuh menjadi gadis yang pintar dan mandiri.

Tapi aku tidak yakin akan semua itu. Kalau ayah memang benar menyayangiku kenapa ayah pergi meninggalkan aku dan bunda?
Bahkan sekalipun aku tak pernah melihat wajahnya. Ayah pergi dan tak pernah kembali. Aku hanya mengetahui wajah ayah dari album foto yang masih tersimpan rapi di kamar bunda.

"Oh Tuhan, kuatkan aku untuk menghadapi semua ini" isakku tertahan.

Ku langkahkan kaki menuju balkon di kamarku. Balkon itu menghadap ke taman di samping rumah. Ku lihat di sana Andrian sedang mengerjakan tugas kantornya. Kertas-kertas berserakan di sekeliling tempat ia duduk.

Wajah Andrian begitu mirip dengan wajah adiknya, batinku. Matanya, bibirnya, hidungnya. Hanya sedikit yang membedakan adalah rahangnya. Rahang Andrian tampak lebih menonjol sehingga terkesan maskulin. Itulah yang dimiliki Andrian dan tidak dimiliki oleh Ardan.

"Ardan" Bisikku dalam hati. Tak terasa air mataku kembali menetes.

Ardan adalah pria yang mengajarkan aku cara mencintai tapi juga mengajarkan aku bagaimana rasanya kehilangan dan tersakiti.

***

"Kau ajarkan aku bagaimana cara mengenal cinta tapi kau tidak mengajarkanku bagaimana cara mempertahankan cinta itu"

(Alea Awalia Baskara)

Yang dah baca karyaku tolong vote dan votement nya yah...saran dan kritik sangat diperlukan. Terima kasih.

BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang