Part 6

9.3K 564 12
                                    

Author pov

Tak terasa sudah seminggu Alea dan Andrian menjadi suami istri. Tepat dihari ke tujuh itu pula mereka menempati rumah baru mereka.
Rumah sederhana tapi begitu nyaman.

Pagi itu mereka selesai menata sedikit barang-barang yang telah mereka beli, Alea dan Andrian duduk bersama di depan televisi.

"Kau lelah Lea?" tanya Andrian seraya melirik Alea yang duduk di sampingnya.

"Sedikit" jawab Alea singkat.

"Istirahatlah di kamar jika kau lelah".

Alea menggelengkan kepala.

" Apa kau lapar?" Tanya Andrea.

Andrian tidak menjawab, tapi justru suara yang terdengar dari perut Andrianlah yang menjawab pertanyaan Alea. Alea tersenyum melihat gelagat Andrian.

"Istirahatlah di sini aku akan membuatkanmu makanan" ucap Alea kemudian berlalu menuju ke dapur.

Andrian diam menatap punggung Alea yang berlalu meninggalkannya.

"Gadis itu sungguh gadis yang baik, meskipun berat Alea selalu berusaha menerima semuanya. Menerima aku sebagai suami meskipun ia yang tidak menginginkannya". Batin Andrian dalam hati.

Kalau bukan karena bujukan dari Ardan dan orang tuanya, mungkin Andrian akan menolak mentah-mentah keinginan gila Adik dan orang tuanya tersebut.

Tapi kenapa saat ini ia malah menikmati perannya sebagai suami Alea. Semakin menatap wajah rapuh Alea semakin ia ingin melindungi dan tetap selalu mendampinginya.

Perasaan apakah ini? Apakah mungkin Ia mulai jatuh cinta pada Alea. Lalu bagaimana perasaannya yang dulu menggebu-gebu pada Erica? Kemana persaan itu pergi? Sekarang bukan Erica yang selalu ada dipikirannya justru Alea lah yang selalu memenuhi pikirannya.

Mungkin itu terlalu jahat untuk Erica tapi itulah perasaan yang ia rasakan saat ini.

Pikiran Andrian melayang jauh entah kemana hingga tanpa ia sadari ia telah tertidur di atas sofa.

***

" Akhirnya selesai juga masakanku" gumam Alea girang.

Walaupun hanya 2 porsi mie instan tapi ia juga cukup kerepotan membuatnya karena selama ini ibundanya lah yang selalu menyiapkan semuanya.

Ini akibatnya kalau ia tidak mau mendengarkan nasehat ibundanya untuk belajar memasak. Gerutu Alea dalam hati. Tapi Alea berjanji di dalam hati ia bertekad akan belajar menerima Andrian menjadi suaminya. Belajar untuk menjadi istri yang baik untuk suaminya.

Dengan langkah ringan ia berjalan ke arah Andrian tadi menunggunya. Di letakkannya dua mangkuk mie instan di atas meja.

Ditatapnya lekat-lekat wajah suaminya,

"Maafkan aku Andrian" gumam Alea lirih.

"Aku berjanji akan menjadi istri yang baik untukmu suamiku" lanjut Alea nyaris tak terdengar.

Tapi satu masih ada satu pertanyaan dalam hatinya. Kenapa Andrian mau mengorbankan dirinya untuk Alea dan adiknya. Apa dasar alasan kenapa Andrian menyetujui permintaan gila adiknya itu.

Sampai saat ini pertanyaan itu yang masih selalu menghantui pikiran Alea.

Alea menundukkan tubuhnya ke arah Andrian. Ia ingin menatap wajah Andrian lebih dekat lagi. Tapi kenapa semakin lama ia memandangnya semakin sakit rasa di hatinya. Wajah itu, wajah yang mengingatkanku pada seseorang. Orang yang telah menggoreskan luka yang teramat sangat dalam di dalam hatinya.

Tanpa ia sadari butiran bening menetes dari sudut mata indahnya. Ia terisak dalam diam. Dipejamkan pelupuk matanya. Mencoba melupakan kenangan pahit itu.

Ketika Alea hendak bangkit tiba-tiba tangan Alea digenggam erat oleh Andrian.

Deegggg.....

Kenapa hatinya bergetar saat tangan Andrian menyentuhnya. Jantungnya berdegub kencang, keringat dingin menetes di dahinya.

"Perasaan apa ini?" batin Alea.

Ditatapnya wajah Andrian, matanya masih tertutup rapat tapi kenapa tangannya begitu erat menggenggam tangannya seolah-olah tak ingin melepaskannya.

"Mungkin Andrian bermimpi" pikir Alea.

"Andrian.....ayo bangunlah" bisik Alea lembut.

"Aku sudah membuat makanan untuk kita, ayo bangun Andrian" lanjutnya lagi.

Andrian terbangun, dengan gerakan reflek Andrian melepas genggaman tangannya.

"Maafkan aku Alea, aku tadi tidak sengaja" ucap Andrian penuh penyesalan.

"Iya tidak apa-apa" balas Alea tersenyum lembut.

Kenapa saat tangan Andrian melepaskan genggamannya Alea merasa tidak rela. Ia meresa ada yang hilang dari dirinya. Ia ingin tangan itu terus menggenggamnya, memberikan semangat baru untuk kehidupannya.

"Ayo kita makan, makanannya sudah siap dari tadi" lanjut Alea lagi.

"Maaf aku tidak bisa memasak jadi cuma mie instan ini saja yang aku buat, tapi aku janji aku akan belajar" jelas Alea panjang lebar.

"Iya tidak apa-apa Alea, ini juga sudah cukup enak" balas Andrian seraya tersenyum.

"Nanti sore maukah kau mengantarkan aku ke rumah Bunda?" pinta Alea.

"Aku sangat rindu pada bunda, sudah benerapa hari aku tidak melihatnya" imbuhnya lagi.

"Tentu saja aku mau, aku akan mengantarkan kemanapun istriku pergi" goda Andrian.

Wajah Alea langsung bersemu merah kemudian menundukan wajahnya. Andrian dapat melihat perubahan ekspresi di wajah istrinya. Ada kesenangan tersendiri ketika melihat perubahan air muka istrinya.

***

BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang