Part 18

7.1K 341 1
                                    

Author pov

"Aaahhh......" desis Ardan meringis menahan sakit saat mamanya mengobati luka lebam di wajahnya.

"Kenapa sakit??" tanya mama ketus.

Ardan menggangguk seraya meringis menahan perih saat obat itu mengenai luka-lukanya.

"Kamu tahu? Kamu memang pantas mendapat ini. Mama rasa ini juga masih lebih ringan jika dibandingkan dengan luka hati yang kamu buat di hati Alea dan kakakmu" timpal mamanya lagi.

"Ardan tahu mah" jawabnya dingin.

"Kalau tahu kenapa kamu masih nekad?" tanya mamanya kesal.

"Ardan masih cinta Alea mah, Ardan sudah berusaha buat menerima kalau Alea sekarang istri Andrian tapi itu sulit".

"Dan kamu harus bisa. Bukankah kamu sendiri yang sudah meninggalkan Alea? Jadi kamu harus bisa menerima akibatnya. Biarkan Alea dan kakakmu hidup bahagia. Sudah cukup banyak penderitaan yang Alea rasakan. Apalagi saat ini ia sedang mengandung cucu mama. Kalau sampai terjadi apa-apa pada Alea dan kandungannya mama gak akan maafin kamu. Paham?!!" jelas mama panjang lebar kemudian meninggalkan Ardan yang tergolek lemah di tempat tidur nya.

"Siaaaalll......"Ardan menggaruk kasar kepalanya. Ia merasa benar-benar sudah kalah. Ia telah kehilangan hati dan cinta Alea.

***

Di rumah sakit dokter sedang memeriksa keadaan Alea.

"Bagaimana kondisi istri saya dan kandungannya dok?" tanya Andrian cemas.

"Istri anda baik-baik saja, hanya sedikit terjadi masalah pada kandungan mungkin karena terlalu lelah atau stres".

"Apa itu berbahaya dokter?" tanya Alea ketakutan.

"Untuk saat ini tidak, saya akan memberikan penguat untuk kandungan anda. Tapi pesan saya hindari stres karena itu sangat tidak baik untuk janin anda" pesan dokter seraya menulis resep.

"Terima kasih dok" ucap Andrian.

"Sama-sama" jawab dokter ramah.

"Oh ya dok, koq dari tadi saya tidak melihat dokter Nindi?" tanya Andrian penasaran.

"Dokter Nindi tidak ada jadwal praktik hari ini. Beliau sedang ada jadwal dinas di rumah sakit" jelas dokter.

"Oh....kalau begitu sekali lagi terima kasih dokter, saya dan istri saya permisi" ucap Andrian sopan.

"Silahkan" jawab dokter ramah.

Alea dan Andrian meninggalkan klinik, Andrian berniat ingin kembali ke rumah orang tuanya tapi Alea menolak. Alea ingin pulang ke rumah mereka sendiri.

"Kita pulang ke rumah kita saja Yan" pinta Alea.

"Baiklah" jawab Andrian lembut.

Mobil melanju memasuki pekarangan sebuah rumah modern bergaya minimalis.

"Ayo turun sayang" Andrian menguncang perlahan bahu Alea yang tengah tertidur pulas dibangku sebelahnya. Namun Alea tak bereaksi.

Mungkin Alea kelelahan pikir Andrian. Perlahan ia keluar dari mobil dan mengangkat tubuh istrinya yang tertidur pulas.

"Andrian...." ucap Alea seraya mengerjapkan matanya.

"Tidurlah, biar aku gendong kamu sampai kamar"Jawab Andrian tersenyum.

"Turunkan aku Yan, badanku berat" pinta Alea.

"Heemmmm, aku gendong kamu sampai kamar. Sekarang diam jangan banyak bergerak".

Alea hanya terdiam, memandang wajah tampan suaminya yang tersenyum ke arahnya. Rasa hangat menjalar dihati Alea. Dihirup aroma tubuh suaminya dalam-dalam. Aroma yang telah menjadi candu baginya dan mampu membuat jiwanya tenang.

Direbahkan tubuh Alea di atas tempat tidur.

" Sekarang istirahatlah, akan ku buatkan teh mint untukmu supaya perutmu tidak kosong".

"Terima kasih Yan".

Saat Andrian hendak pergi meninggalkan Alea tiba-tiba tangan Alea meraih pergelangan Andrian.

"Terima kasih yan"ucap Alea bergetar. Butiran bening menetes disudut matanya.

"Terima kasih untuk apa Al?"tanya Andrian duduk disamping Alea, diusap lembut pipi istri yang paling ia cintai.

"Terima kasih untuk semuanya, terima kasih untuk kasih sayang dan cintamu, terima kasih karena kamu selalu bersamaku dan menjagaku" ucap Alea terisak di dada bidang suaminya.

"Sssttt.... Jangan ucapkan terima kasih, itu sudah menjadi kewajibanku. Akan ku lakukan segalanya demi dirimu dan anak kita Alea. Aku mencintaimu" ucap Andrian seraya dikecupnya lembut pucuk kepala Alea.

Dreeetttt....dreeetttt.....

Ponsel Andriam bergetar di dalam sakunya.

"Siapa Yan?" tanya Alea penasaran.

"Mamah Al, istirahatlah tubuhmu perlu banyak beristirahat. Aku akan angkat telpon dari mama diluar. Jangan banyak berpikir yang macam-macam".

Alea menganggukan kepala dan mulai membaringkan tubuhnya yang terasa sangat lelah. Andrian melangkah keluar kamar.

" Halo Ma"

"Andrian bagaimana keadaan Alea dan bayinya? Apa dia baik-baik saja?" tanya mama khawatir.

"Alea dan bayinya baik-baik saja ma, dokter berpesan supaya Alea banyak beristirahat dan tidak banyak pikiran" jelas Andrian.

"Lalu sekarang kalian ada dimana kenapa sampai sore begini kalian belum pulang?"

"Maaf ma, Andrian lupa kasih tahu ke mama kalau Andrian dan Alea langsung pulang ke rumah kami. Andrian gak mau kalau sampai Alea terlalu tegang jika kita balik lagi ke rumah mama"

"Iya sayang, mama mengerti. Jaga dan rawat istrimu baik-baik. Mungkin mama besok baru ke rumah kamu"

"Iya ma".

Klik.... Ponsel dimatikan, Andrian merebahkan tubuhnya di sofa. Pikirannya berkelana kembali pada peristiwa tadi pagi saat ia menemukan Alea hampir saja dicelakai oleh adiknya. Tangan Andrian mengepal, jantungnya berdegup dengan kencang. Ia masih menyimpan amarah yang berkobar pada adiknya. Kalau saja tadi mama nya tidak berteriak mungkin ia sudah menghabisi adiknya itu.

***

Tbc the next part ya

BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang