PROLOG

711 24 1
                                    

BENTENG HATI (H e e r a)

(FIKSI DEWASA)

Author : Wahda Paridhi Sharma Akdhaparijatlovers

Prolog

Heera Kunwari P.O.V

'Siapa dia? Mengapa aku merasa seperti pernah mengenalinya? Benarkah yang dia katakan kalau aku ini...? Aaahh! Tidak! Kau tidak boleh percaya begitu saja padanya, Heera! Bukankah dia hanya orang asing bagimu? Datang ke desa ini hanya demi merayumu dengan hartanya seperti yang para pria lain lakukan selama ini'

"Huuhhfft!" Aku mendesah kasar mengingat pertemuan tak terdugaku dengan pria itu.

Aneh! Pikirku. Datang ke desa terpencil ini lalu dia mendatangiku dan mengatakan bahwa aku adalah miliknya, cintanya!
Ciihh... Dasar pria gila! Mungkin dunia sudah ingin terbalik hingga membuatnya melakukan itu, yang pada akhirnya tetap akan mendatangi Ayahku untuk menjejalkan jutaan Rupee atau BERLIAN berkilau ke kantong beliau.

Aku Heera Kunwari.
Entahlah! Seorang Ibu mengatakan itulah namaku, meski aku merasa bahwa itu bukanlah namaku. Tapi, apapun! Aku akan menerimanya saja. Toh, dia dan Ayah lah penyelamatku ketika peristiwa buruk yang orangtua angkatku itu katakan sebagai sebuah kecelakan. Kecelakaan yang aku sendiri pun tak tahu persisnya.

Lama aku disini. Jika dihitung, mungkin sudah setahun berlalu setelah aku ditemukan terdampar di perbatasan desa terpencil ini, dan lagi-lagi itu menurut cerita Ayah-Ibuku.

Pria itu! Dia selalu membayangi pikiranku semenjak pertemuan itu.
Aku membenci pria. Tapi, mengapa masih ada saja yang datang padaku dengan menawarkan berbagai sesuatu, entah itu kata-kata cinta, puisi, bunga, dan yang terbanyak adalah dengan uang dan BERLIAN.

Mungkin itu jugalah yang menjadi penyebab dan alasan dari nama yang diberikan Ayah dan Ibu padaku.

Dan jika ada yang bertanya mengapa aku membenci pria, jawabannya adalah, karena mereka semua sama saja. Membayar ketika ingin mendapatkan seorang wanita, lalu meminta pengganti setelah wanita mereka dapatkan.

Mungkin beginilah nasib yang harus diterima oleh kami para wanita India. Meski hidup di era modern, namun ketatnya tradisi masih berlaku hingga kini. Walaupun tak semua wanita mengalaminya.

Tetapi aku. Ya, aku menjadi salah satunya.
Pedih berusaha ku tekan sekuat mungkin. Aku tak ingin lukaku kembali menganga setelah usaha kerasku untuk mengobatinya dengan menjadikan diriku tegar.

Luka di tubuhku belum sepenuhnya mengering. Tapi, justru air mataku lah yang seolah ' mati '.
Penderitaan yang diberikan pria ib**s itu ketika aku lemah membuat cairan itu habis. Haan, sepertinya begitu. Aku juga tak terlalu perduli.

Mungkin dengan itu, membuatku semakin kuat dan tak terpatahkan lagi.

Pria tampan berambut sedikit gondrong. Wajah, mata, hidung, bibir hingga tubuhnya terpahat sempurna.
Ku akui dia memang sangat indah. Mungkin Dewa begitu berhati-hati saat menciptakannya.

Tapi, dia tak boleh menggoyahkanku.
Meski kata-katanya masih mengiang di telingaku hingga kini.

Ku pejamkan mataku. Lagi-lagi sekelabat bayangan seperti kumpulan klise menari di hadapanku.

Dewa! Apa yang terjadi padaku? Aku merasa teramat sesak sesaat setelah bayangan-bayangan kelam itu muncul.

Aku seperti pernah ada di waktu yang lalu, bersama seseorang, dan tiga orang anak.

Siapa mereka? Aku selalu berpikir seseorang di lintasan bayangan-bayanganku itu terhubung dengan pria yang menemuiku tempo hari.

"Kau? Ya Tuhan. Aku mencarimu kemana-mana, Sayang. Kau tahu, aku nyaris gila karena sulitnya menemukanmu selama ini,"
Pria itu menangis saat menatap dalam ke sorot mataku. Berkali-kali dia berusaha menggapai dan memelukku, namun aku menepis tangannya.

BENTENG HATI (H E E R A)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang