Chapter - 17 & 18

541 17 0
                                    

BENTENG HATI (H e e r a)
Part 17 & 18 (Double Part)

(FIKSI DEWASA)

Author : Wahda Paridhi Sharma Akdhaparijatlovers

Klik!

"Halo!"

"Hei, kau!"
Sontak anak perempuan berkulit coklat itu terkejut hingga nyaris melompat dari tempatnya berdiri di sisi meja telepon.

"Beraninya kau, hah? Lancang sekali kau, anak nakal!!"

"Aaghh! Sakiiitt!! Bibi, maafkan aku. Aku melakukannya karena.........,"

Wanita berwajah sangar itu menarik telinga Mehak tanpa ampun, "Karena apa, hmm? Karena kau pikir aku tuli makanya kau yang mengangkat teleponnya, begitu?"

"Ti...tidak! Bukan itu maksudku,"

"Lalu apa, hah? Hei, anak kecil, kalau saja bukan karena ibumu membayarku, aku tidak sudi mengizinkanmu tinggal di rumahku. Apalagi merawatmu. Ciihhh.... Anak kecil memang menyebalkan! Sekarang lihatlah! Ibumu sudah lama sekali tidak mengirimiku uang. Jadi, ku rasa kau sudah tak punya alasan untuk tinggal dan menumpang makan lagi disini. PERGI!!" usirnya tak berperasaan. Mehak menangis sesenggukan.

Ia merasa benar-benar tak diterima oleh siapapun sejak kedatangannya ke kota besar ini. Apa kesalahannya, Mehak tak tahu. Semua orang seakan membencinya, tidak menginginkan kehadirannya, bahkan cenderung mengusirnya bak wabah menakutkan bagi orang lain.

Jagdev, ayahnya, terang-terangan membuang dan tak mengakuinya hanya karena dirinya seorang anak perempuan. Teman-teman sekolahnya sangat jarang ada yang mau bergaul dengannya. Sekarang, Maham Anga, wanita paruh baya yang menurut Payal, ibunya, adalah keluarga jauh mereka, pun tak menyukainya.

Setiap saat anak itu tak luput dari sasaran amarah Maham. Seakan sekecil apapun kegiatannya selalu salah di mata wanita tersebut.

Baru saja, telepon rumah itu berdering, menandakan panggilan dari seseorang di seberang sana. Mehak mengangkatnya, karena Maham tak kunjung keluar dari kamar. Wanita itu acuh ketika Mehak memberitahunya dengan santun bahwa ada telepon untuknya. Namun, tak ada jawaban. Maham Anga justru sibuk mengepulkan asap tebal dari sebatang rokok, seraya bersantai-ria di pembaringan.

"Tunggu apalagi? PERGI!! KELUAR dari rumahku!!"

"Hiks... Hiks... Tapi, Bibi. Aku tidak punya siapapun disini. Aku harus pergi kemana?" anak itu memelas, memohon belas kasihan.

"Persetan! Itu urusanmu. Kau tinggal di pinggir jalan pun, aku tak peduli. PERGI KAU, PERGI!!!" Maham berteriak keras sembari mendorong tubuh kecil Mehak hingga tersungkur di lantai.

Mehak menangis tersedu-sedu. Pelan, anak itu berusaha berdiri.

"Apa yang kau tunggu, heh? Ku bilang PERGI SEKARANG!! Eeghhh!!" Maham menggertakkan gigi karena emosinya. Wanita itu bangkit dari sana lantas menuju kamar belakang, dimana Mehak tidur setelah kedatangannya dari desa.

Mehak hanya mampu pasrah. Tak ada lagi yang bisa ia harapkan.

Braakk!!

Anak tersebut menengadah. Wajah sangar menakutkan baginya itu tersenyum sinis.

"Ambil! Itu barang-barang lusuhmu sudah ku siapkan,"

Mehak lagi-lagi menangis. Suaranya lirih menahan sedih. Tanpa buang waktu, gadis kecil itu memunguti beberapa potong pakaian sehari-hari miliknya, seragam dan buku-buku sekolahnya. Boneka kelinci berwarna putih pemberian ibunya, Payal, ia bawa serta.

Dengan lesu, Mehak melangkahkan kakinya keluar rumah, diiringi senyum kepuasan dari Maham Anga.

"Tunggu!!"

BENTENG HATI (H E E R A)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang