DUA

2.3K 199 25
                                    

Karena hari ini merupakan hari pertama mereka memasuki sekolah, maka kegiatan belajar mengajar sudah dipastikan belum efektif. Kini meskipun jam baru menunjukan pukul 11 siang, tetapi sekolah ini sudah bisa dikatakan sepi, karena hanya orang-orang yang memiliki kepentingan saja yang ada disini. Contohnya, orang-orang yang menjadi perwakilan ini.

"Sebelumnya, makasih banyak buat yang sudah hadir. Kita benar-benar harus membicarakan ini, karena bagaimana pun kita semua tidak ada di suara yang sama. Ada yang ingin pisah, ada yang tidak. Jadi, ada baiknya kita melakukan vote." Yola bersuara. Sepertinya, Yola adalah orang yang mengusulkan ini. Karena Yola juga yang tadi datang ke kelas untuk meminta perwakilan.

"Dan tadi setelah upacara, gue sama Yola udah bicara sama pihak kesiswaan. Jadi sebenarnya, penyebab utamanya itu memang terletak di pemerintah."

Semua masih hening, tak ada yang bersuara karena bagaimana pun juga, semua harus menghormati Yola dan Danar yang menjadi pimpinan rapat ini.

"Dan kita cuma punya dua pilihan." Semua semakin menajamkan pendengarannya, berharap pilihan tersebut merupakan suara masing-masing dari mereka.

"Kita tetap dipisah atau kembali ke kelas 10?" Suara Danar benar-benar memasuki telinga David dengan sangat jelas, bahkan terus terngiang-ngiang. Bahkan suara yang dititipkan teman-temannya tak ada di pilihan tersebut.

"Bentar Nar, mending gini, sesuai keputusan kelas kalian, apa suaranya?" Yola kembali bersuara, membuat David buru-buru tersadar dengan perkataan Yola. Bahwa Yola masih berada dipihaknya.

"Vid, MIA 1 gimana?"

"MIA 1 maunya tetap, nggak mau dipisah."

"Fina, MIA 2?"

"MIA 2 juga tetap."

"Egi?"

"MIA 3 maunya dipisah."

"Oh, jadi semua tahunya cuma tetap atau pisah ya?" Semua mengangguk mendengar perkataan Yola.

"Jadi sebenarnya, masalah bukan cuma itu, soalnya sekolah kita kekurangan kelas. Jadi mau nggak mau, kelas XII harus dilimain."

"Terus kenapa tadi lo bilang soal pemerintah?"tanya Egi, perwakilan XI MIA 3.

"Jadi waktu kita kelas 10, kan pemerintah mewajibkan untuk kelas IPA itu maksmal 35 orang supaya efektif. Nah akhirnya sekolah mengenamkan IPA kita, 'kan. Tetapi saat kita naik kelas XII ini, pemerintah mau kita mudah bersosialisasi, makanya kita diacak lagi."

"Diacak dengan 35 perkelas, 'kan? Kalau kita dilimain, itu nggak akan nggak 35 dong?" Perwakilan MIA 6 bersuara.

"Iya, jadi permasalahannya juga karena sekolah kita kekurangan gedung." David berdecak kesal mendengarnya.

"Ya kalau tahu kurang gedung, kenapa nerima kelas X nggak sesuai kemampuan, sih." David bersuara dengan nada jengkelnya.

"Atau kelas 11 sekarang dimasukin siang aja." Fina, perwakilan MIA 2 ikut bersuara.

"Nggak bisa, soalnya sekolah kita ini maunya semua masuk pagi." David dan Fina mendesah mendengar jawaban Danar.

Sekolahnya ini kenapa terlalu melebih-lebihkan, sih?

"Atau pakai lab fisika aja, sih, nggak pernah dipakai juga labnya." Fina mengangguk mendengar usulan David.

"Okey, kita akan bicarain itu sama pihak sekolah."

"Jadi, sekarang kita vote lagi," perintah Danar dan diangguki semuanya.

"MIA 1 tetap,"

THREE WORDSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang