"Nad, lo yakin kemarin Jum'at itu cuma ngobrol soal Fina aja?"
Nadine terdiam. Ia tak menyangka bahwa Camila akan mempertanyakan masalah ini lagi. Menurutnya, penjelasannya saat hari itu sudah cukup jelas. Lalu apa yang membuat Camila kembali mempertanyakannya?
"Apa?"
"David. Lo sama David ngomongin apa lagi?"
Nadine menggelengkan kepalanya mendengar pertanyaan yang diajukan oleh Camila.
Camila berdecak pelan, kemudian mengusap wajahnya. "Kalau cuma itu, kenapa dia seolah menghindar dari gue?"
Kini Nadine paham, ia tahu apa yang membuat Camila ingin tahu lagi soal obrolannya kemarin. Ternyata, sikap Davidlah yang membuat Camila menyadari bahwa ada sesuatu yang tidak beres.
"Kenapa lo peduli banget?"
"Kenapa?" tanya Camila sedikit memekik mendengar pertanyaan Nadine.
"Ya, kenapa lo keliatan panik banget kalau David ngehindar dari lo?"
Nadine menatap ke Samudra yang sedang menggunakan headsetnya. Ia bersyukur laki-laki itu tak mendengar obrolannya dengan Camila. Camila menatap ke sekeliling kelas yang juga tak kunjung ramai.
"Dia teman gue, dia sahabat gue, apa lo nggak panik kalau sahabat lo tiba-tiba menjauh?"
"Enggak, Cam, you're in love with him." Camila membulatkan matanya mendengar perkataan Nadine.
Siapa Nadine bisa seenaknya mengatakan bahwa Camila jatuh cinta pada David? Siapa Nadine bisa seenaknya menyimpulkan perilaku Camila saat ini dengan bilang bahwa Camila mencintai David?
"Oke. Gue memang nggak terlalu kenal lo. Tetapi dari banyaknya teman perempuan disini, lo tahu cuma gue yang bisa mengerti lo."
Iya juga, sih. Batin Camila berteriak.
"Gue beberapa kali memperhatikan perilaku lo. Dan sejauh ini, gue bisa menyimpulkan kalau lo memang benar-benar jatuh cinta sama dia."
Camila menggeleng tak setuju mendengar perkataan Nadine.
"Lo marah saat David nggak minta lo nunggu dia rapat," ujar Nadine lagi membuat Camila membulatkan matanya. "Nggak usah kaget, lo tahu kalau David pasti selalu cerita soal lo ke gue."
"Dan setelah itu cerita David akan lo sampaikan ke gue? Apa itu juga yang lo lakuin kalau gue curhat sama lo?"
Nadine buru-buru menggeleng, ia tak ingin ada salah paham. "Bagaimana pun juga, gue ada dipihak lo, Cam, nggak mungkin gue dukung David dengan memberikan curhatan lo."
Camila sedikit bisa bernapas lega mendengar jawaban Nadine.
"Kemudian lo marah pas tahu kalau David ternyata jalan sama Fina," Nadine sedikit memajukan tubuhnya. "Itu udah bukti, you're jealous, baby."
"No, I'm not."
"Bukan. You're not yet," ujar Nadine mantap. "Lo tinggal meyakini diri lo sendiri untuk menyadari perasaan lo. Semua memang butuh proses, tetapi untuk kisah lo ini, gue rasa prosesnya terlalu lama."
"Pagi!" Tiba-tiba terdengar teriakan Rangga dari depan pintu, Camila langsung sontak memberikan kode pada Nadine untuk diam.
David datang, dan posisi laki-laki itu berada di sisinya, masa mau membicarakan orang di dekat orangnya?
"Ya, pokoknya, kalau lo emang suka sama cowok itu, mending langsung aja deketin, Cam, daripada nyesel kalau dia udah digebet orang lain." Camila memincing mendengar perkataan Nadine.
Apa-apaan sih perempuan ini.
"Alah, kok gue, itu mah elo!" sanggah Camila cepat membuat Samudra yang berada di sisinya segera menoleh.
"Apaan? Nadine naksir cowok?"
"Yaelah, baru putus sama Samuel, udah ada gebetan baru aja." Nadine mendengus sebal mendengar perkataan Samudra.
"Bacot, Sam, bacot. Urusin aja dedek gemes lo!"
Tanpa mereka sadari, David bengong menghadap the hangatnya pagi ini. Camila naksir seseorang? Bukannya Nadine berkata bahwa Camila jatuh cinta padanya? Lalu ini...
David merasakan dorongan kencang di bahunya, "Yaelah, orang yang naksir sama cowok Nadine, bukan Camila, nggak usah panik gitu dong."
Samudra terkekeh diiringi Rangga dan juga Nadine. Camila memilih diam begitupun dengan David.
***
Maaf, terlambat dan nggak sesuai jadwal. Hehe. Tugasnya kumpul banget.
Ditunggu komentarnya. Fyi, David 20 part doang hehe.
November, 12th 2016.
KAMU SEDANG MEMBACA
THREE WORDS
Teen FictionPengakuan tidak langsung David di akhir kelas 11, bukan menjadi alasan untuk David dan Camila bermusuhan. Kini keduanya jauh lebih dekat sebagai sahabat. Disaat keduanya sudah nyaman sebagai sahabat, apa lagi yang diharapkan? Namun semua tak semuda...